KAMIS, 21 Juli 2022. Hari itu bisa dikatakan sebagai sebuah pembuktian sejarah yang sangat panjang berlangsung di antara dua desa, yaitu Desa Padangbulia dan Desa Pegayaman. Kedua desa ini hanya dibatasi oleh alur lembah sungai Tangis, dan saling bersebelahan.
Desa Padangbulia dan Desa Pegayaman memiliki nilai sejarah yang sangat panjang. Selama empat abad. Sebuah sejarah yang sangat terkait dengan keberadaan Desa Pegayaman, juga tentang keberadaan Kerajaan Panji Sakti Buleleng.
Diceritakan dari para panglingsir kami, warga Pegayaman, yang ada di dua desa ini dengan cerita yang sama. Bahwa kami dulu berasal dari Blambangan yang dibawa dan direkrut Raja Panji Sakti.
Raja Panji Sakti di tahun 1648 M mengadakan invasi pertamanya ke Kerajaan Blambangan, Jawa Timur, untuk melaksanakan sumpah Panji Landung-nya.
Pada tahun tersebut Blambangan sudah dipimpin oleh Raja Tawang Alun II (Mas Senepon). Saat itu, tersebut Panji Sakti bermaksud untuk menyerang Blambangan. Pada waktu bersamaan, Kerajaan Mataram Muslim juga mengadakan penyerangan ke wilayah Blambangan.
Dengan kesempatan dan keinginan yang sama, bertemulah pasukan Panji Sakti dengan pasukan Mataram Muslim yang pada saat itu dipimpin oleh Tumenggung Danupaya. Kerajaan Mataram Muslim dipimpin Raja Amangkurat I (1645-1677 M).
Dengan tujuan yang sama antara I Gusti Anglurah Panji Sakti dan Raja Mataram Islam Amangkurat I, saat itu ada inisiatif dari I Gusti Anglurah Panji Sakti untuk mengadakan kerja sama untuk menggempur Blambangan.
Tawaran tersebut akhirnya diterima oleh pihak Mataram Islam. Maka dengan gempuran dari dua kerajaan di Jawa Tengah dan Bali Buleleng ini, berhasillah dikuasai Blambangan. Pertemuan kedua kerajaan ini kemudian berlanjut dengan kerjasama persahabatan.
Dari persahabatan kedua kerajaan tersebut, ada beberapa hal yang menarik yang menjadi sejumlah cerita sejarah yang berkembang sampai sekarang. Bahwa dari pihak Kerajaan Mataram Islam memberikan sejumlah gajah kepada Raja Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti dan Raja Panji Sakti juga merekrut 100 orang laskar Muslim.
Dua peristiwa inilah yang membuat kisah Panji Sakti selalu menarik untuk diceritakan secara turun temurun. Kisah hadiah gajah dan rekrutmen laskar ini menumbuhkan cerita asal muasal nama Banjar Petak, Banjar Peguyangan, Banjar Jawa, dan Pantai Lingga, serta Desa Pegayaman.
Diceritakan oleh para panglingsir dua desa ini, yakni Desa Padangbulia dan Desa Pegayaman, bahwa warga Pegayaman berasal dari Blambangan. Mereka itulah yang dibawa dan direkrut Raja Panji Sakti dari 100 laskar Muslim. Menurut para panglingsir Padangbulia, Panglingsir Mangku Tintia, Bapak dari Mekel Lingsir I Gusti Suparwata, dan Bapak I Gusti Aji, bahwa warga Pegayaman datang dari Blambangan. Di Buleleng, 100 tentara rekrutan Panji Sakti tersebut semula ditempatkan terlebih dahulu di Desa Padangbulia, di Dusun Taman Sari selama tiga bulan. Baru kemudian dipindah ke wilayah hutan gatep, yang sekarang disebut Pegayaman.
Inilah data yang kami peroleh dari para panglingsir Padangbulia. Hubungan yang sangat harmoni ini terjalin lagi dengan pembagian wilayah huni yang dari waktu penempatan sampai sekarang dengan pembagian wilayah yang sangat harmonis.
Cerita dari para panglingsir, dalam membagi wilayah huni dan garapan, “ragane dangin margi, titiang dauh margi”. Kata-kata ini penulis dapat dari cerita Bapak I Gusti Konter Pancasari, asli dari Padangbulia. Tahun 1999 beliau di Pancasari.
Keharmonian dan kearifan para panglingsir Padangbulia dan panglingsir Pegayaman, terjaga dengan sangat baik. Terbukti dalam sejarah penyambutan penerimaan rekrutmen 100 orang laskar dari Blambangan yang diterima di Padangbulia selama tiga bulan, kemudian dalam pembagian wilayah tempat tinggal dan sekaligus dijadikan sebagai benteng liar Kerajaan Panji Sakti Buleleng sampai perbatasan Buleleng dengan Tabanan dan sampai sekarang terjaga dengan baik.
Begitu juga warga kedua desa ini (Padangbulia dan Pegayaman) secara turun temurun selalu bekerja sama dengan baik. Terbukti pada hari Kamis, 21 Juli 2022, kami warga Pegayaman secara khusus diundang oleh I Gusti Aji Agus Kusuma dalam rangka penatahan dua anak beliau.
Dan dalam pelaksanaan acara penatahan dua anak beliau ini, sangat diatur dan menyesuaikan dengan pemahaman yang sangat menjiwai. Seperti mengundang warga Pegayaman sebelum diadakannya penampahan babi, jamuan makanan baik jajan dan nasi spesifikasi dibuatkan dengan makanan yang halalan toyyiba. Jajan dibuatkan oleh orang Pegayaman, dan nasi dibelikan di warung muslim.
Dengan sikap yang penuh dengan pemahaman yang sangat prinsip, sangat menunjukkan sebuah harmoni yang maksimal. Pemahaman yang tinggi dan penuh dengan kearifan seperti itulah yang dibentuk dan diwariskan oleh para panglingsir Padangbuliaa dan panglingsir Pegayaman.
Kondisi dan situasi yang tercipta dan dipertahankan seperti itu, harus dijadikan contoh, agar terpelihara dengan baik dan menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipelintir dengan kepentingan ambisius nafsu sesaat.
Acara seperti ini akan mewujudkan kedamaian warga kedua desa. Sebab, semua berawal dari keharmonian yang maksimal.
Salah satu bukti adanya sebuah harmonisasi, khususnya dengan agama Islam secara khusus, yaitu dengan dibacanya Geguritan Hamad Imuhammad di Desa Padangbulia, di setiap rainan (upacara) besar tahunan di dalam pura, sebagaimana diceritakan Mekel Lingsir I Gusti Suparwata pada suatu saat penulis wawancarai.
Geguritan Hamad Imuhammad ini berisi tentang puji-pujian kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dan geguritan ini sudah dibaca berabad-abad di Desa Padangbulia. Dari hasil wawancara dengan Mekel Lingsir I Gusti Suparwata, penulis ketahui bahwa dibacanya Geguritan Hamad Imuhammad ini sebagai salah satu upaya agar lebih cepatnya doa diterima oleh Yang Maha Kuasa.
Bukti-bukti ini mendekatkan kami pada satu ujung kesimpulan bahwa kearifan para panglingsir dulu terhadap konsep meyama braya sangat mendasar dan berorientasi sangat jauh kedepan dalam menjaga kestabilan sosial keseharian dalam semua bidang. (bs)
Mantap man,lanjutkan perjuangan dengan pena, menyebarkan informasi positif, membangun keharmonisan antar umat beragama.