
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Buleleng, Moh. Ali Susanto, M.Pd., mendapat undangan berkunjung ke Spanyol dari Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol, Dr. Muhammad Najib. Apa saja yang dilakukan selama di negeri Matador tersebut, berikut catatan Moh. Ali Susanto, secara berseri. Ini catatan seri ke-4.
PERJALANAN napak tilas kejayaan peradaban Islam hari ke-5 di Spanyol, hari Selasa (21/6/2022), saya seharian ada di kota Sevilla (dibaca “Seviya”). Sebuah kota indah di Spanyol-Andalusia yang terletak di hilir sungai Guadalquivir, barat daya semenanjung Iberia.
Pada masa kejayaan Islam, kota ini dikenal dengan sebutan “Hims al Andalus”. Atau orang menyebutnya sebagai “Mutiara Andalusia”.
Saya memulai perjalanan dengan mengunjungi Plaza de Espana. Plaza yang terletak di Parque de Maria Luisa (Maria Luisa Park) dibangun pada 1928 sebagai tempat pameran Ibero-Amerika pada 1929, dengan luas lantai mencapai 45.932 M2. Struktur bangunannya sangat kuat gaya arsitektur Spanyol; yang merupakan contoh penting Arsitektur Regionalisme.
Plaza de Espana merupakan bangunan besar membentuk setengah lingkaran nyaris seperti tapal kuda. Dua buah menara dibangun di kedua ujung bangunan. Sementara dua bangunan laksana gapura utama dibangun kurang lebih di bagian tengah dekat 2 jembatan yang menghubungkan dua ruang terbuka.
Bangunan seakan ditutup dengan rimbunan pohon hijau di bagian belakang tapal kuda. Memberikan kesejukan tersendiri di tengah luasnya bidang terbuka di depannya.
Dari Plaza de Espana, perjalanan saya kemudian dilanjutkan mengunjungi Istana Alcazar. Pada mulanya, bangunan Istana Alcazar merupakan sebuah benteng pertahanan bangsa Muslim Moor. Benteng pertahanan tersebut dibangun pada awal abad ke-10 M pada masa pemerintahan Abdurrahman III, tepatnya pada 913 M.
Namun, di era Dinasti Muwahiddun, penguasa dinasti ini mengubah benteng pertahanan tersebut menjadi kompleks tempat tinggal raja dengan penambahan beberapa bangunan. Kompleks istana raja tersebut dikenal dengan nama Al-Muwarak.
Legasi peninggalan Muslim masih tampak jelas pada arsitektur bangunan Istana Alcazar. Jejak itu tetap membekas walaupun penampakan fisik bangunan itu sudah dicampur dengan nuansa gotik, renaisans, dan baroque.
Arsitektur khas Islam tampak jelas pada desain pintu masuk ke kompleks istana. Desain pintunya berhiaskan tulisan kaligrafi Arab. Hiasan serupa juga terdapat pada bagian dinding, pilar, dan atap.
Salah satu kekhasan bangunan arsitektur Andalusia ialah pesannya yang sarat hikmah. Alcazar pun dibangun dengan dorongan untuk “menghadirkan” surga di muka bumi.
Bisa jadi, arsiteknya telah membaca deskripsi tentang jannah di dalam Alquran. Misalnya, surga digambarkan sebagai tempat yang memiliki taman-taman “yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (tajrii min tahtihal anhaaru). Maka, di dalam Istana Alcazar pun dilengkapi dengan taman, kolam air mancur yang mengalir, serta pepohonan yang bisa dipetik buahnya.
Menjelajajahi kota cantik Sevilla layaknya bernostalgia. Ada rasa bangga bercampur sedih di sana. Menyaksikan kebesaran Islam yang kini hanya tersisa. Namun, “nur” keagungannya masih terasa.
Sudah merupakan Sunatullah, yang menjadi kodrat-Nya, bahwa kekuasaan dipergilirkan pada setiap generasi manusia di dunia. Hanya tinggal menunggu kapan hal itu kembali kepada kita. Dimana Islam bisa berjaya dan memberi rahmat kehidupan bagi seluruh umat di dunia. (bs)
Bersambung ….