DENPASAR – KPU RI kini tengah menyusun Peraturan KPU (PKPU) tentang pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19. PKPU tersebut secara rinci akan mengatur bagaimana pelaksanaan tahapan Pilkada serentak yang telah disepakati Mendagri dan Komisi II DPR RI serta KPU pada 9 Desember 2020.
Hal itu diungkapkan Anggota KPU RI, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat menjadi pembicara pada web seminar bertajuk “Dimensi Strategis Komunikasi Politik dalam Penundaan Pilkada 2020” yang digelar Undiknas Denpasar, Jumat (29/5/2020). Webinar tersebut dibuka Rektor Undiknas, Dr. Ir. I Nyoman Sri Subawa itu, menghadirkan pembicara Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Vice Rector for Academic Development Undiknas, Dr. Ni Wayan Widhiasthini, dan Direktur Eksekutif NETGRIT, Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Menurut Raka Sandi, banyak hal yang akan diatur dalam PKPU tentang penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi Covid-19 tersebut. Namun, KPU juga membatasi jangan sampai melewati apa yang diatur UU Pilkada. “Memang salah satu kendala yang dihadapi KPU adalah menyangkut soal keluasaan dalam menyusun suatu regulasi, atau PKPU, karena Perppu 2/2020 hanya mengatur tiga substansi pokok. Dia tidak mengubah mekanisme dan tata cara (pemungutan suara-red) yang secara rigid sudah diatur di dalam UU No. 10 Tahun 2016,” katanya.
Misalnya aturan pemilih hadir ke TPS. Kata dia, KPU tidak bisa serta merta mengatur pemungutan suara lewat Pos seperti di luar negeri. Atau dilakukan pemungutan lebih awal. “Sekali lagi, UU tidak mengatur soal itu. Kami selalu diingatkan agar KPU hati-hati jangan sampai membuat regulasi yang tidak berdasarkan hukum,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua KPU Provinsi Bali ini, jika PKPU yang dibuat tidak berdasarkan hukum akan sangat berbahaya. Misalnya, ketika dilakukan uji materi di MA, pilkadanya bisa dihentikan di tengah jalan.
Raka Sandi menjelaskan, banyak aspek yang sedang dikonsepkan dalam PKPU tentang penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi Covid-19 yang sedang dipersiapkan. “Di dalamnya juga mengatur bagaimana kepastian hukum tentang tata cara menunda atau melanjutkan,” jelasnya.
Termasuk bagaimana jika misalnya ada suatu daerah yang pilkadanya betul-betul tidak bisa dilanjutkan di tengah jalan. Maka KPU akan kembali melihat ke Perppu dan UU. Dalam peraturan tersebut diatur tentang pemilihan lanjutan atau pemilihan khusus.
Selain itu, menurut Raka Sandi, KPU juga tengah membahas masalah protokol kesehatan. Menurutnya, KPU tidak punya infrastruktur tentang protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Karena itu, salah satu opsinya adalah melakukan MoU atau kerjasama dengan lembaga yang berwenang. Bahkan KPU ingin dari pusat hingga provinsi, kabupaten/kota, sampai kelurahan, Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 perlu hadir untuk melakukan pendampingan.
Ia juga mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi saat pemungutan suara. Miisalnya ada seorang pemilih datang ke TPS, lalu diukur suhu tubuhnya. Ternyata suhunya tinggi, apakah dia boleh memilih atau tidak. “Kalau kami larang, apakah tidak dianggap menghilangkan hak pilih seseorang. Karena itu hak konstitusional yang dijamin dalam hak asasi manusia dan hak politik. Ini yang perlu dipertimbangkan. Mudah-mudahan ini bisa dituangkan dalam regulasi, dalam PKPU penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi Covid-19,” tandasnya.
Menurut Raka Sandi, tahapan Pilkada akan dimulai 15 Juni 2020. Sedangkan pemungutan suara akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Dikatakan, di tengah pandemi Covid-19 harus dibangun suatu optimisme bagaimana situasi ini bisa dikelola. “Bisa dilakukan langkah-langkah, sehingga demokrasi sebagai sebuah keniscayaan bisa berjalan dan keselamatan publik juga bisa terlindungi. Ini memerlukan komitmen semua pihak,” tegasnya. (bs)