BULELENG – Kalangan pelaku pariwisata di Buleleng menolak rencana Gubernur Bali, Wayan Koster, membuat peraturan daerah yang melarang wisatawan asing menyewa sepeda motor. Sebab, tidak semua wisatawan asing atau wisatawan mancanegara (wisman) yang berprilaku negatif saat mengendarai sepeda motor.
Ketua PHRI Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Suardipa, Senin (13/3/2023), mengatakan, melihat kasus yang berkembang soal prilaku wisman dalam berkendara sebaiknya semua pihak lebih humanis dan bijak. Apalagi, kata dia, wisatawan asing yang ditemukan ugal-ugalan di jalan tidak melakukan pelanggaran pidana, namun hanya pelangaran lalu lintas. Bahkan itu hanya sebagian kecil dari total wisman yang berkunjung ke Bali.
“Sebaiknya tidak digeneralisir, karena tidak semua wisatawan itu berprilaku negatif. Ada wisman dari berbagai negara melakukan traveling dengan banyak cara untuk menikmati keindahan Bali. Bahkan ada traveler yang mempromosikan Buleleng dengan naik sepeda motor,” papar Suardipa.
Menurutnya, dengan cara itu, wisman bisa mengeksplorasi berbagai destinasi serta tempat-tempat kuliner yang ditemui sepanjang jalan, termasuk mempelajari budaya hidup orang Bali di Buleleng. Dijelaskan, Bali termasuk wilayah tropis dengan dua musim. Wisatawan bermotor yang baik berusaha menikmati alam secara terbuka.
“Dengan harapan saat kembali ke negaranya kulit mereka menjadi sawo matang. Tapi ini bukan berarti memberikan peluang untuk tidak pakai baju. Itu tetap salah,” jelasnya.
Suardipa berpendapat, di hulunya, yakni di tempat rental sepeda motor, yang harus diselesaikan dan ditertibkan. Dengan membekali perangkat pendukung, wisman yang sewa sepeda motor di rental diberikan tanda pengenal sehingga mudah dideteksi kalau mereka ada masalah atau pun melakukan pelanggaran.
“Jika ada masalah di jalan seperti lakalantas, polisi akan dengan mudah melakukan identifikasi dengan menghubungi pemilik rental. Pemilik rental pun pasti sudah memeriksa kelengkapan persyaratan penyewa,” kata Suardipa.
Selain itu, Suardipa juga berharap, aparat kepolisian juga ditambah kemampuan berbahasa Inggris-nya. Sehingga saat terjadi pelanggaran aparat dapat berkomunikasi dengan lancar dan dipahami oleh kedua belah pihak.
”Ini penting, kemampuan bahasa Inggris aparat kepolisian juga harus ditambah karena jika terjadi pelanggaran harus dijelaskan dengan baik. Jika ada yang melawan, polisi tinggal menghubungi rental tempat mereka sewa kendaraan. Sederhana dan humanis, itu pun yang berprilaku baik tidak terekspos,” tandasnya.
Suardipa menolak dianggap menentang kebijakan Gubernur Koster tersebut. Hanya kurang sepaham saja, karena masih banyak solusi lain dari sekadar melarang. Misalnya melibatkan Imigrasi jika ada warga asing melakukan pelanggaran.
”Saya tidak bermaksud kontradiktif dengan Gubernur, hanya menawarkan solusi lain. Saya juga berharap sebaiknya dikaji dulu di internal. Kalau tidak, berapa banyak usaha rental yang akan gulung tikar. Kan mereka juga warga kita,” ujar Suardipa.
Ia berharap, rencana menerbitkan perda larangan tersebut ditunda sembari melakukan kajian lebih mendalam soal plus dan minus rencana tersebut.
Seperti diketahui, sejumlah wisman ketahuan berprilaku ugal-ugalan saat mengendarai motor. Misalnya tidak mengenakan helm hingga mengunakan pelat palsu. Data di Polda Bali berdasarkan hasil razia dari akhir Februari hingga awal Maret 2023, ditemukan sebanyak 171 WNA yang melanggar ketertiban lalu lintas. Itulah memicu keresahan, hingga Gubernur berniat menerbitkan perda penertiban.
Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Sumarjaya, masukan dari Ketua PHRI Buleleng tersebut penting. ”Ini masukan penting segera kami tindak lanjuti,” ujarnya.
Ia mengaku belum memiliki data riil soal kemampuan individual anggota Polres Buleleng yang bisa berbahasa Inggris. ”Kami belum mengetahui seberapa banyak yang bisa berbahasa Inggris. Kalaupun ada itu bahasa Inggris pasaran,” ujarnya. (bs)