
DENPASAR – KPU sudah seharusnya bermigrasi ke sistem digital dalam melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, bermigrasi ke era digital merupakan keharusan.
Itu diungkapkan Vice Rector for Academic Development Undiknas, Dr. Ni Wayan Widhiasthini, saat menjadi pembicara pada web seminar bertajuk “Dimensi Strategis Komunikasi Politik dalam Penundaan Pilkada 2020” yang digelar Undiknas Denpasar, Jumat (29/5/2020). Webinar tersebut dibuka Rektor Undiknas, Dr. Ir. I Nyoman Sri Subawa. Juga menghadirkan pembicara anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Direktur Eksekutif NETGRIT, Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Seperti diketahui, KPU akan menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2020, mundur dari rencana awal pada 23 September 2020. Penundaan itu akibat merebaknya pandemi Covid-19. Sejumlah persoalan diprediksi akan muncul dalam pelaksanaan tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran, pencocokan dan penelitian pemilih, pelaksanaan verifikasi faktual calon perseorangan, hingga pada pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. Sebab, semua tahapan harus dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Ada banyak tahapan yang akan dilaksanakan secara daring atau virtual.
“Sekarang era disruption sudah ada. KPU harus bermigrasi ke era itu,” kata Widhi, sapaan akrab Dr. Wayan Widhiasthini.
Menurutnya, era disruption sudah terjadi. Pelaksanaan Pilkada sendiri bukan bukan semata hanya aspek kepemiluan, dan bukan hanya masalah politik. Pelaksanaan Pilkada merupakan ruang yang sangat bervariatif. “Jadi bisa dicermati dari berbagai aspek. Dimensinya sangat luas. Dia memerlukan sinergitas berbagai keilmuan untuk masuk di dalamnya. Terlebih dalam situasi Covid-19 ini,” ujar mantan anggota KPU Provinsi Bali ini.
Widhi menjelaskan, penggunakan sistem digital (digitalisasi) merupakan keharusan di era disruption. Ia Undiknas. Kampus tersebut sudah menggunakan e-learning. Kata dia, sebenarnya Undiknas mencanangkan tahun digitalisasi di seluruh kehidupan kampus pad 2012. Artinya, pada tahun tersebut, semua elemen kampus harus bergerak ke arah digitalisasi.
“Tapi apa yang terjadi, ternyata di awal tahun 2020 kita sudah dipaksa dengan kondisi itu (pelaksanaan digitalisasi akibat pandemi Covid-19-red). Mau tidak kita harus siap,” ujarnya.
Kata dia, KPU jangan berkecil hati. KPU bisa bersinergi dengan infrastruktur politik. Mereka-mereka yang tidak memiliki kepentingan politik, tetapi memiliki kepentingan untuk publik patut untuk diajak untuk bersinergi.
Demoktasi butuh kejujuran dan keterbukaan. Aturan-aturan harus sampai ke masyarakat. Pilkada itu buat publik bukan publik buat pilkada. Jangan sampai aturannya tidak paripurna, dan tidak sampai ke masyarakat.
Sementara Direktur Eksekutif NETGRIT, Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyatakan, banyak tantangan yang harus diperhatikan ketika diputuskan Pilkada serentak akan digelar 9 Desember 2020. Misalnya, regulasi harus jelas, rasionalisasi anggaran harus jelas, setiap daerah harus merasionalisasi anggaran misalnya untuk kepentingan logistik. “Misalnya tinta. Tidak mungkin satu tinta untuk semua orang karena bisa menjadi media penularan Covid-19. Maka satu celup untuk satu orang. Paku juga. Kalau dipegang banyak orang kan jadi problem juga. Maka harus diupayakan itu harus habis pakai. Itu memerlukan anggaran yang luar biasa. Itu harus menjadi perhatian KPU. Kalau itu klir, jelas, maka harus dikomunikasikan kepada publik,” ujarnya. (bs)