TEMBOK penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas) selalu terlihat menyeramkan. Tak terkecuali Lapas Kelas IIB Singaraja. Padahal di balik tembok menyeramkan itu banyak cerita tentang pembinaan para pendosa agar menjadi manusia yang punya karya.
“Tembok penjara ini menyeramkan dari luar,” kata Kepala Lapas Kelas IIB Singaraja, I Gusti Lanang Agus Cahyana Putra, mengawali ceritanya kepada wartawan di Aula Nusantara Lapas Singaraja, Kamis (17/10/2024).
“Bangunan Lapas ini dibuat tahun 1930. Jadi peninggalan Belanda. Dibuat dengan kapasitas 100 orang. Sedangkan per hari ini jumlahnya 320 orang. Berarti 300 persen atau tiga kali lipat dari kapasitas,” sambungnya, didampingi Ketua Humas, Wayan Riasa, Ka. KPLP, Putu Arya Subhawa, dan sejumlah staf Humas.
Menurut Gusti Lanang, over kapasitas tersebut pasti mempengaruhi prilaku penghuni yang ada di dalam Lapas. Bayangkan, di rumah saja, misalnya seharusnya diisi 5 orang, tapi diisi 15 orang. Pastinya ruang gerak terbatas. Satu kamar yang semestinya isi dua orang, tapi diisi 6 orang.
“Misalnya ada yang buang angin (maaf, kentut), kalau cuma dua orang, bisa jauh-jauhan menghindari. Kalau 6 orang, tidak bisa ke mana-mana. Apalagi di malam hari kamar dikunci, mau lari ke mana. Kalau di rumah bisa keluar kamar. Kalau di Lapas?” papar pria kelahiran Bangli, dengan ibu dari Banjar Paketan Singaraja ini.
Belum lagi masalah makan, sampah, dan buang kotoran. Semuanya berlipat. “Dan satu orang, satu kepala, punya beribu masalah. Kalau ada 300 orang, 300 kepala dikali beribu masalah. Jadi memang banyak masalah (di Lapas ini-red),” ujar Gusti Lanang.
Sementara pegawai di Lapas Kelas IIB Singaraja ada 75 orang. Dibagi jadi staf dan penjagaan. Untuk penjagaan, kata dia, ada 4 regu. Satu regu isinya 7 orang. Ada yang jaga pagi, jaga siang, dan jaga malam. Bergantian. Sementara satu regu istirahat atau libur tiap harinya.
“Jadi bayangkan, 7 orang berbanding 300 orang. Kalau pagi dan siang, masih ada kami dan para staf di Lapas ini. Kalau malam atau hari libur yang ada ya hanya 7 orang penjaga itu,” kata Gusti Lanang.
Namun, pegawai Lapas punya ‘senjata’ andalan. Bukan pistol atau senapan. Tidak ada pegawai Lapas yang membawa pistol atau yang membawa pentungan. “Doa dan komunikasi. Itulah senjata para penjaga Lapas,” jelasnya.
Meskipun dengan segenap keterbatas, pegawai dan penjaga Lapas Kelas IIB Singaraja tidak boleh mengeluh. Tugas yang diberikan negara harus dilaksanakan, tidak boleh menghindar.
Meskipun kini over kapasitas, Lapas Kelas IIB Singaraja tidak boleh menolak tahanan atau narapidana yang dikirim oleh pihak kepolisian atau kejaksaan. “Tidak mungkin kami tolak. Melanggar UU, melanggar aturan kalau kami menolak. Jadi pasti kita terima,” terang Gusti Lanang yang baru memangku tugas sebagai Ka Lapas Kelas IIB Singaraja sejak 16 September ini.
Dan, tegas dia, di tengah keterbatasan itu, pihaknya terus berjuang memberikan pembinaan kepada para penghuni Lapas atau warga binaan. “Banyak program-program pembinaan. Kemarin terakhir kami menerima merek dagang dari Menteri Hukum dan HAM, berupa produksi dupa. Jadi dupa produksi warga binaan Lapas IIB Singaraja sudah punya hak merek dagang, yang tidak bisa diklaim orang lain,” tegas Gusti Lanang bangga.
Selain itu, kata dia, Lapas IIB Singaraja memiliki usaha cuci motor, coffee shop, dan barbershop. Semua pekerjanya adalah warga binaan. Menurutnya, usaha-usaha tersebut bukan bisnis, melainkan yang lebih diutamakan adalah pembinaan skill kepada warga binaan.
“Yang penting bagi kami ada sarana untuk bekerja bagi warga binaan. Juga ada sarana yang dilihat oleh masyarakat bahwa narapidana itu tidak hanya dikurung. Narapidana itu tidak hanya di dalam saja. Narapidana itu dididik oleh punya skill. Sehinga waktu keluar nanti skill itu bisa dimanfaatkan. Merek nanti bisa buka coffee shop, barbershop, cuci motor,” jelasnya.
Jadi, tambah dia, Lapas Kelas IIB Singaraja telah banyak memberi pembinaan bagi warga binaan. Selain coffee shop, barbershop, atau cuci motor, juga ada program pembinaan keterampilan mengelas, ada bengkel. Sedangkan yang perempuan, ada program pembinaan keterampilan tata boga atau memasak.
Bahkan Gusti Lanang juga tengah merancang pembentukan grup band bagi warga binaan Lapas Kelas IIB Singaraja. “Ke depan saya rencana agar Lapas ini punya grup band. Kalau car free day, warga binaan bisa ngeband di sana. Bukan ngamen, tapi kita menghibur masyarakat,” paparnya.
Tak hanya program pembinaan yang diperoleh warga binaan, tapi pihak Lapas Kelas IIB Singaraja juga memberikan jaminan kesehatan, bahkan pendidikan mereka. Untuk pendidikan, kata Gusti Lanang, pihaknya kerjasama dengan Dinas Pendidikan membuka buka program kejar paket, mulai Kejar Paket A, B, dan C. Seminggu dua kali, ada pemberian pelajaran bagi mereka yang mengambil Kejar Paket A, B atau C.Sementara untuk menjaga kesehatan warga binaan, Lapas Kelas IIB Singaraja mempunyai klinik pratama. “Warga binaan juga rutin mendapat perawatan kesehatan secara maksimal. Kami memiliki dokter dan perawat. Punya klinik pratama. Kami sudah bisa melayani warga di dalam. Kalau tidak tertangani di dalam Lapas baru dirujuk ke luar,” tandas Gusti Lanang. (yum)