Bappeda Bali Rapat Koordinasi Khusus Bahas Usulan Proyek Sampah Jadi Energi

  • Gandeng Kadis LH Kawasan Sarbagita

DENPASAR – Calon investor asal Tiongkok yang menjajagi kemungkinan untuk mengolah sampah menjadi sumber energi (waste to energy), WeiMing Environmental Protection Group, mengajukan usulan untuk menjadikan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Temesi, Gianyar sebagai alternatif lokasi pembangunan pabrik pengolahan sampah Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). 

Hal itu disebabkan TPA Regional di Suwung, Denpasar, sudah tidak mampu lagi menampung tumpukan sampah kawasan akibat sudah kelebihan kapasitas. Jika usulan itu disetujui, perusahaan pimpinan WuLiang Cheng itu siap menanamkan total investasi senilai 225 juta dollar AS (sekitar 3,375 triliun Rupiah lebih) dan menjadikan sampah Bali sebagai sumber energy listrik untuk PLN.

Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Usulan Investasi Waste to Energy yang dilaksanakan Bappeda Provinsi Bali pada Hari Kamis, 3 Oktober 2024 bertempat di Ruang Rapat Melati, Bappeda Provinsi Bali, Denpasar. Rapat dipimpin Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Provinsi Bali I Ketut Gede Arnawa dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Ni Made Mirnawati, Kadis LH dan Kebersihan Badung Drs. I Wayan Puja, M.Si, Kadis LH dan Kebersihan Kota Denpasar Ida Bagus Putra Wirabawa, Sekretaris Dinas LH Kabupaten Tabanan, utusan Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Plt Kabid Kerjasama Biro Pemerintahan Setda Provinsi Bali, utusan Biro Perekonomian dan Pengadaan/Jasa Setda Provinsi Bali, dan staf Bappeda Provinsi Bali.

I Wayan Puja, Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung menyampaikan, permasalahan sampah di Bali memerlukan solusi inovatif yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Tidak bisa hanya diselesaikan di hilir. Penyelesaian di hulu, dengan mengedukasi dan melatih serta mengubah pola piker masyarakat mengenai pengelolaan sampah, sangat penting. 

Di samping itu, penanganan sampah sesungguhnya merupakan kewenangan kabupaten/kota, sehingga penting untuk memberi kesempatan kepada kabupaten/kota menjalankan kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber yang alokasi pendanannya bisa berasal dari pungutan turis asing Pemprov Bali.

Jika pengelolaan sampah regional Sarbagita nantinya dipusatkan di TPA Temesi, Gianyar, Wayan Puja mengatakan, tentunya perlu diperhatikan bahwa kawasan Sarbagita masih diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014. Kesiapan masyarakat sekitar TPA juga perlu dipastikan. Masyarakat di Desa Suwung dinilai Wayan Puja telah terbiasa dengan keberadaan TPA yang menimbulkan bau. “Perlu pula diperhatikan biaya operasional pengangkutan sampah dari daerah Kawasan Sarbagita ke Temesi, terutama dari Tabanan yang jauh,” katanya. 

Lebih lanjut Wayan Puja ingin memastikan, apakah jika teknologi pengelolaan sampah yang ditawarkan investor ini dikembangkan, tidak akan mengikat kabupaten/kota untuk mengelola seluruh sampahnya di satu lokasi? Jika iya, maka hal ini akan bertentangan dengan kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber yang ada saat  ini.

Ni Made Mirnawati, Kadis LH Gianyar menyampaikan, perlu kajian komprehensif terkait berbagai aspek dalam pengembangan teknologi Waste-to-Energy (WtE) ini, termasuk kemampuan keuangan masing-masing kabupaten/kota dalam mendukung proyek ini karena merupakan kerjasama jangka panjang hingga 40 tahun. 

Beberapa pertimbangan seperti resistensi masyarakat yang tidak mengharapkan perluasan TPA Temesi, lokasi TPA Temesi yang berbatasan dengan sungai dan lahan sawah masyarakat, karakteristik sampah di Bali yang berbeda dari negara lain (dengan komposisi sampah organik yang mencapai sekitar 65-70% per hari), serta keberadaan destinasi wisata bahari di Pantai Lebih juga perlu menjadi perhatian khusus. 

“Termasuk hak dan kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota juga harus dipastikan secara jelas jika proyek ini akan dilaksanakan,”kata Mirnawati. 

Sebagai informasi, Pemerintah Kabupaten Gianyar kini mendapat bantuan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Temesi dengan kapasitas pengolahan sampah minimal 200 ton per hari dari Kementerian PUPR melalui pendanaan Bank Dunia dalam mengatasi permasalahan sampah yang dimulai pada bulan Maret 2024. Salah satu syarat TPST yaitu tidak diperbolehkan menggunakan incinerator.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar Ida Bagus Putra Wirabawa menyampaikan, lokasi TPA Suwung berada di wilayah yang strategis, yang sering disebut sebagai “segitiga emas” Bali. Denpasar sendiri memiliki tiga Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), namun kondisi saat ini kontrak dengan ketiga penyedia TPST telah diputus disebabkan oleh kurangnya kajian terkait karakteristik sampah serta infrastruktur TPST di awal perjanjian. Jika kerjasama investasi ini direalisasikan, tentunya akan sangat berpengaruh pada kebijakan pengelolaan sampah Kota Denpasar, kemana akan membuang sampah nantinya. 

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan menyampaikan, saat ini Pemerintah Kabupaten Tabanan sedang merintis gerakan memilah sampah  yang baru sampai pada tahap sosialisasi. Jika pengembangan teknologi pengelolaan sampah WTE ditempatkan di Desa Temesi, Gianyar, dan kabupaten/kota di wilayah Sarbagita diwajibkan mengelola sampah di sana, hal ini dikhawatirkan akan menjadi beban tambahan bagi APBD Tabanan karena jarak pengangkutan sampah menjadi jauh. Oleh karena itu, Tabanan berharap, adanya keleluasaan bagi setiap kabupaten dalam mengelola sampahnya sendiri. 

Pemerintah Kabupaten Tabanan juga tengah merencanakan untuk melakukan perluasan TPA Mandung seluas 2,5 hektar pada tahun 2025, yang diharapkan dapat membantu menanggulangi masalah sampah di wilayah tersebut. Selain itu, disarankan agar kajian lebih mendalam dilakukan terkait aspek regulasi, pembiayaan, serta mempertimbangkan kearifan lokal untuk memastikan solusi yang sesuai dengan kondisi permasalahan sampah Bali.

Plt Kabid Kerjasama Biro Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Bali menyampaikan, jika kerjasama ini ingin dilanjutkan, bentuk kerjasama untuk pengelolaan sampah dapat dilaksanakan melalui skema B to B (business to business) antara Perumda dengan investor, ataupun Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Terkait dengan MoU yang diajukan oleh pihak WeiMing Environmental Protection Group, disarankan supaya dipertimbangkan terlebih dahulu karena sesuai dengan tahapan kerjasama agar diarahkan untuk melakukan kajian awal di lapangan terlebih dahulu. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *