- Esai Sejarah dr. Soegianto Sastrodiwiryo *)
PAK Atmo tinggal di tepi jalan satu di tengah-tengah sebelah rumah Pak Amik. Ia seorang tukang jamu yang laris. Gerrr segerrr segerr segerr…. waras waras warasss adalah tiupan suaranya memakai corong yang dengan mudah dikenal orang-orang Buleleng di Pasar Anyar.
Pak Atmo berputera dua orang. Margo tertua yang mewarisi bakat ayahnya, dan Sumarman, adiknya yang kemudian bergelar insinyur karena rajin dan cerdas, cuma cacat telinganya kurang bisa mendengar tapi dibantu alat pendengar.
Pak Atmo memelihara dua juru pembantu buat kerja yaitu Sampurno dan Marpuah yang seusia dengan Sampurno tapi cukup cantik tapi diam-diam dicintai Margo.
Sebelum bulan puasa tahun 60-an Pak Atmo tiba-tiba membawa seekor ular besar dari Jawa. Bersisik dan berwarna hitam. Ada yang mengatakan itu ular phyton dan ada yang mengatakan itu lipi Lemputu, ular tanah. Tapi ada yang mengatakan itu ular Tetanoba yang berasal dari Kalimantan karena badannya besar sekali, jenis ular yang kini telah punah sisa masa lalu.
Pak Atmo acapkali membawa ular itu ke pasar dan berhasil menyedot para calon pembeli jamunya. Margo bertugas mengawasi ular itu. Sampurno dibantu Marpuah memberi makan ular itu. Tiap dua hari ular itu melahap dua sampai empat ekar ayam.
Badan ular itu makin hari makin besar, tapi seminggu setelah puasa terjadi keanehan. Ular itu tiba-tiba menghilang di malam hari. Cuma anehnya Sampurno dan Marpuah juga ikut hilang.
Margo curiga bahwa kedua pembantunya itu dilahap oleh phyton besar itu. Segera saja ia memberitahukan kepada ayahnya. Terjadi kepanikan di Kampung Mumbul, sampai polisi turun tangan mencari ke mana ular itu pergi.
I Ketil seorang petani tanggung penggarap sawah sempat melihat ular itu bermalas-malasan di pematang sawah selatan Kampung Mumbul.
I Ketil melapor pada polisi membuat Komandan Joyo sibuk bersama anak buahnya menelusuri pematang sawah di atas Kampung Mumbul. Sayang setelah beberapa hari memeriksa hasilnya nihil.
Dukun Sara diminta pendapatnya. Setelah diterawang ia mengatakan ular itu bersembunyi dalam akar pohon beringin di timur pemandian wanita dekat pura. Tapi setelah diperiksa tidak didapatkan apa-apa.
Menurut dukun Sara, ular itu adalah seekor druwe yang bisa menghilang. Masyarakat Mumbul dan orang-orang Banjar Jawa makin khawatir dan semakin takut.
Akhirnya diadakan sajian besar dibawah pimpinan klian adat Banjar Jawa. Dan benar saja ular itu memperlihatkan kepalanya yang hitam berkilat dari celah lobang akar beringin.
Ular itu menjadi hampir dua kali besarnya semula dan bahkan menjadi lebih hitam, hitam metallic.
Klian desa melarang membunuh ular itu. Namun Muidin, iparnya Oemar, nekat berani menangkap leher ular itu. Orang-orang kampung bersorak-sorak walaupun merasa ngeri.
Keluarga Sampurno dan Marpuah berharap sekali akan nasib anaknya yang mungkin telah meninggal di perut phyton itu. Dengan sebuah parang tajam Muidin membelah perut ular itu lalu tercium bau busuk yang menyengat.
Orang-orang yang menonton berteriak sambil menutup hidung tapi teriakan histeris datang dari kakaknya Marpuah. Ular itu menggeliat-geliat dan “ngakak“ dengan suara yang mengerikan.
Para polisi ikut menyaksikan drama mengerikan ini saat perut ular dibedah. Benar saja dalam perut ular itu didapatkan dua kepala manusia yang sudah mati, satu darinya wanita dengan rambut panjang sekali. Satu lagi kakinya kecil lurus persis kaki Sampurno yang biasa dipanggil sikil kambing oleh anak-anak Mumbul.
Ibunya Sampurno tiba-tiba pingsan tidak tahan melihat mayat puteranya. Keluarga Sampurno dan Marpuah menjerit-jerit. Maka teka-teki hilangnya kedua pembantu Tukang Obat itupun terpecahkan.
Keluarga Pak Atmo kemudian memberi sekadar ganti rugi pada keluarga Sampurno dan Marpuah walaupun sangat tak seimbang dengan nyawa yang hilang. Pak Atmo menandatangani surat tak lagi akan membawa ular sebagai tontonan penarik dagangannya dan karena ada iktikad baik Pak Atmo, dia tidak dipidanakan.
Margo berhari-hari merasa sedih karena idaman hatinya jadi santapan ular phyton. []
*) Penulis adalah Cendekiawan dan Sejarawan