Rudat Hadrah Asli Pegayaman

© Kolom Khusus Ketut Muhammad Suharto

DESA Pegayaman merupakan salah satu desa budaya di Pulau Bali. Itu bisa dilihat dari geliat warganya, yang bila ditinjau dari sisi kebudayaan, khususnya dari sisi seni, sangat sarat dengan praktik budaya dan seni.

Banyak kesenian yang mampu bertahan dalam kondisi perkembangan zaman yang masif dengan gempuran perubahannya. Gempuran perubahan zaman itu tidak membuat seni budaya Pegayaman bergeser.

Gempuran perubahan tidak mampu menggantikan eksistensi kekuatan budaya lokal yang telah diwariskan oleh para penglingsir Kumpi Bukit, yang menghuni Pegayaman dari abad XVII. Tepatnya ketika Kumpi Bukit mulai datang pada tahun 1648 M, dari Kerajaan Blambangan, Jawa Timur, yang direkrut oleh Raja I Gusti Anglurah Panji Sakti. Laskar yang berjumlah 100 orang dipimpin oleh pendekar sakti Nur Alam, Nur Amin, Nur Mubin.

Para laskar yang datang ini adalah orang-orang pilihan dengan multitalenta yang dimiliki, seperti keahlian berperang, keahlian dalam bidang pertanian, keahlian dalam pertukangan, keahlian dalam pengobatan, keahlian seni Islam, dan keahlian politik. Tentu semua keahlian tersebut yang membawa Pegayaman bisa berkembang dan mereka bisa bertahan di tempat yang baru dan pada sebuah tempat pegunungan gatep yang angker, hingga sekarang.

Perkembangan dan kreativitas yang dimilki dari dasar membuat para laskar ini mengembangkan kesenian rudat hadrah yang sangat kental dengan nuansa hiburan dan padat materinya dengan nasehat untuk orientasi dakwah.

Rudat hadrah hadir di Bumi Panji Sakti Buleleng memberi warna seni dan budaya dalam kehidupan seni budaya Bali, secara otomatis ia memperkaya kehidupan berkesenian dan berbudaya untuk menorehkan pesan-pesan moral bagi warganya.
‘Rudat hadrah’ adalah dua kata yang melekat dalam penamaan kesenian ini. ‘Rudat hadrah’ adalah nama untuk grup kesenian yang ada di Pegayaman dan juga di komunitas muslim lainnya.

Kesenian ini bercirikan suatu pasukan yang berbaris dua, dan bisa berjumlah sampai 40 orang. Dalam pasukan ini ada tiga pembagian tugas dan fungsi. 30 orang sebagai pasukan inti yang tugasnya bernyanyi dan menari, 1 orang sebagai pemimpin pasukan, 9 orang sebagai hadi bertugas memukul alat musik rebana.

Dalam rudat isi materi yang disampaikan adalah syair-syair nasehat yang diambil dari sebuah kitab Albarzanji, khusus untuk rudat hadrah. Kitab ini warisan sejak adanya hadrah di Pegayaman yang dipimpin oleh Kumpi Takhrir dauh telabah. Kemudian lantunan syair-syair yang berbahasa Melayu asli yang memerlukan tafsiran-tafsiran bagi para pendengar dan penikmatnya.

Gerakan-gerakan dari seni rudat hadrah ini pada dasarnya adalah dasar gerakan bela diri Pegayaman. Ini membuat secara tidak langsung para pemain rudat hadrah adalah juga para ahli bela diri silat tangan kosong dan juga bela diri bersenjata baik dengan pisau, trisula, toya, dan rotan atau sering disebut pencak belebet.

Semua gerakannya adalah gerakan dasar bela diri dan yang dipola dengan gerak seni diiringi dengan alat musik. Gerakan-gerakannya dilakukan dengan serempak hingga membuat para penonton bisa menikmati dengan rasa gembira, terlebih para pemainnya.

Petugas yang dikondisikan sebagai Danton (komandan peleton) yang berbekal lipri khusus berbentuk bulat agak panjang dengan ukuran kurang lebih 7 cm. Danton inilah yang memberi aturan berbaris dengan aba-aba menggunakan bahasa Arab. (Luruskan, balik kanan balik kiri, pecah barisan, membuat lingkaran dan lain sebagainya).

Sementara 9 orang yang disebut hadi, bertugas sebagai pemukul rebana. Khusus rudat hadrah, rebana yang digunakan adalah rebana yang berisi kencreng terbuat dari perunggu. Semua alat musik ini, selain perunggunya, adalah buatan lokal Pegayaman. Biasanya terbuat dari kayu nangka bubur asli kayu Pegayaman.

Kulit rebananya terbuat dari kulit kambing yang diolah juga di Pegayaman. Bedanya, rebana Pegayaman ini dengan rebana lainnya yang ada di luar desa, rebana ini ketika akan dimainkan harus sistem (bahasa Pegayamannya harus disedak) terlebih dahulu dengan alat khusus yang terbuat dari rotan kecil, sehingga sampai memunculkan suara yang dikehendaki oleh pemain yang memilki rebana tersebut.

Ketika persiapan pasukan rudat hadrah ini sudah lengkap, permainannya ketika tampil sangatlah memukau para penonton. Sebab, penampilan dari para anggota inti unik dan nyentrik.

Sekarang pakaian pemain rudat hadrah tidak terlalu berlebihan seperti dahulu yang memakai hiasan rumbai-rumbai di busananya seperti pasukan Turki Usmani. Khusus rudat Pegayaman sekarang pasukannya hanya memakai pakai baju putih celana hitam, peci hitam yang diisi pita merah putih. Dan terkadang dari enam grup rudat hadrah yang ada di Pegayaman masih ada juga yang memakai rumbai, terutama dantonnya.

Kesenian rudat hadrah ini nampak kemeriahannya dan ditunggu-tunggu oleh semua kalangan, setahun sekali ketika ada event Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebab pada saat itu semua grup hadrah akan tampil di dalam desa, dengan ikut memeriahkan peringatan dan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan yang dilakukan adalah berkeliling mengarak sokok (sebuah karya seni Pegayaman yang terbuat dari susunan telur dipadukan dengan kreasi seni hias yang dibuat warga sebagai sedekah dan diarak keliling Desa Pegayaman sebelum dibawa ke masjid untuk dibagikan kepada jamaah.) Selain tampil setiap tahun, rudat hadrah ini bisa diundang pada acara selamatan pengantin, selamatan khitanan, dan lainnya.

Menyikapi kondisi perkembangan zaman, dan untuk mempertahankan rudat hadrah, telah dilakukan regenerasi. Regenerasi hadrah dilakukan melalui sekolah-sekolah dengan kesadaran, dan dilombakan setiap tahun.

Hal ini sangat efektif untuk menumbuhkan bakat dan rasa cinta generasi Pegayaman pada budaya yang dimilikinya. Mulai dari usia dini, kelas I SD, anak-anak sudah gembira melakukannya. Dan Alhamdulillah hal tersebut berlangsung sampai sekarang.

Yang membuat kagum kami sebagai warga Desa Pegayaman, mereka para pemain rudat hadrah ini melengkapi kebutuhan-kebutuhan seni rudat hadrah yang ditekuninya dengan dana sendiri. Mereka membeli semua peralatan hadrahnya sendiri tanpa bantuan dana orang lain. Inilah luar biasanya.

Mereka juga meluangkan waktunya untuk berlatih dengan membagi waktu di sela-sela kesibukannya. Jadi ini rasa memiliki budaya yang sangat luar biasa dari warga Pegayaman. Para pegiat rudat hadrah ini adalah para pegiat seni yang juga ahli dalam bela diri.

Di Pegayaman bela diri itu ada dua macam, yaitu bela diri tangan kosong ini sering disebut silat. Dan bela diri bersenjata disebut pencak belebet. Juga ada yang bersenjata pisau, trisula, toya dan lainnya.

Dari lima dusun yang ada di Desa Pegayaman, sekaa rudat burdah yang tercatat dan aktif ada lima grup. Yakni Rudat Hadrah Bintang Terbit, Rudat Hadrah Harum Tembare, Rudat Hadrah Almadina, Rudat Hadrah Tegoe, dan Rudat Hadrah Isrofil. Kelima sekaa atau grup rudat hadrah ini sangat aktif sampai sekarang.

Semua rudat hadrah tersebut selalu dan sangat siap jika diundang ke manapun, sekalipun undangannya dari dan untuk keluar daerah. Inilah kekuatan seni budaya Pegayaman, semoga tetap lestari. []

*) Penulis adalah Pemerhati Sejarah dari Pegayaman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *