BULELENG – Pawai Maulid yang setiap tahun digelar untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW tetap berlangsung semarak dan menggetarkan. Dalam Pawai Maulid Tahun 1445 H atau 2023 M yang digelar Kamis (28/9/2023) ikut diarak 170 sokok.
Pawai Maulid dimulai dari Masjid Jamik Safinatussalam dilepas oleh Penghulu/Imam Desa Pegayaman, H. Abdul Ghofar Ismail. Diawali dengan grup burdah, para peserta pun berpawai mengelilingi jalan-jalan di perkampungan padat tersebut.
Para peserta dari beragam komponen di Desa Pegayaman. Selain grup burdah, para sesepuh Pegayaman juga ikut pawai. Juga anak-anak TK atau PAUD. Selain itu, ada sekolah, yayasan, grup hadrah, organisasi keagamaan, seni bela diri dan komponen masyarakat lainnya.
Pawai Maulid yang berlangsung siang hari di bawah terik matahari tersebut tidak mengurangi semangat peserta untuk berpawai. Bahkan anak-anak PAUD tak kalah bersemangat. Dengan beragam jenis pakaian, mereka ikut pawai hingga ke finis di depan kantor Desa Pegayaman.
Masyarakat Pegayaman pun tetap semangat menonton acara tersebut. Bahkan warga Pegayaman yang tinggal di berbagai kota seperti Jakarta, Lombok, Denpasar, Jembrana dan daerah-daerah lainnya berdatangan ke desanya. Apalagi peringatan maulid tahun 2023 merupakan yang pertama setelah 3 tahun vakum karena pandemi Covid-19.
Tampak hadir pada acara Pawai Maulid Kepala Kesbangpol Kabupaten Buleleng, Komang Kappa Tri Aryandoni, Ketua FKUB Buleleng, Dr. Gede Made Metera, Ketua MUI Buleleng, HB Aku Musthofa, Ketua PCNU Buleleng, H. Rahmat Albaihaqi, pejabat dari Polres Buleleng, Kodim Buleleng, tokoh-tokoh Puri, dan undangan lainnya.
Pemerhati Sejarah yang juga “Juru Bicara” warga Pegayaman, Drs. Ketut Muhammad Suharto, menjelaskan, dalam Pawai Maulid tahun ini ada 170 sokok. Terdiri atas beragam model sokok.
Suharto mengatakan, secara garis besar ada tiga jenis sokok. Yakni sokok base, sokok taluh dan sokok kreasi. Menurutnya, sokok base berisi antara lain bunga, telur, dan sirih. “Sirih ini wajib ada. Namanya juga sokok base. Base artinya sirih,” jelasnya.
Memang dalam sokok base yang dominan adalah bunga, yakni bunga gumitir.
Sementara sokok taluh (telur), kata Suharto, yang dominan telurnya. Di bawahnya ada gerodok persegi empat. Dalam gerodok ini biasanya ditempatkan buah-buah lokal seperti kelapa, pisang, nenas, atau bahkan durian.
Sedangkan sokok kreasi merupakan sokok berdasarkan kreativitas warga. Biasanya berbentuk kapal-kapalan, burung-burungan, dan sebagainya. “Sesuai dengan keinginan orang yang bersedekah sokok. Mereka yang berkreasi,” ujarnya.
Warisan Budaya
Suharto juga menjelaskan bahwa “ngarak sokok” tiap bulan Maulid di Pegayaman sudah ditetapkan sebagai wirisan budaya tak benda oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada 2023.
Dikatakan Suharto yang disebut “ngarak sokok” adalah menari di depan sokok-sokok yang dibuat oleh warga. Ngarak atau menari itu dilakukan oleh grup hadrah. Tariannya berapa jurus-jurus seni bela diri diiringi hadrah.
“Ngarak sokok” ini, kata dia, merupakan bagian dari tradisi untuk menghibur para pembuat sokok atau yang bersedekah sokok. “Tujuan “ngarak sokok” ini menghibur mereka yang bersedekah sokok. Menghibur mereka dengan sesuatu yang memberikan kebahagiaan,” jelas Suharto. (bs)