Oleh R. Azhari *)
UNTUK kedua kalinya otonomi Raja Jembrana memberi konsesi hak tanah kepada para pendatang di lahan sebelah timur dan sebelah barat sungai. Pemberian ini sebagai imbalan karena telah membuktikan pengorbanan dan kesetiaan dari beberapa peristiwa sejarah selama mendiami wilayah di Kerajaan Jembrana.
Dan konsesi tanah itu bertujuan membuka isolasi, di mana Jembrana masih dikelilingi hutan. Sedangkan penduduk yang akan mendiami lahan tersebut akan menjadi pagar pengamanan pertahanan wilayah dan juga berdampak pada kegiatan ekonomi.
Di sini ada peran seorang Syarif Abdullah Bin Yahya Al Qadri, bangsawan dari Pontianak yang memiliki kedekatan dan kesetiaan kepada raja. Keberadaannya merupakan tokoh penghubung dalam memudahkan urusan kemasyarakatan kaum pendatang.
Terinspirasi dari kota kelahiran tentang tata ruang sebuah kota yang mirip sama dikelilingi sungai dan hutan, maka dibuatlah landscape bentuk yang sederhana. Ada peruntukan ruang kegiatan sosial, rumah ibadah dan pasar dengan garis-garis lurus berupa jalan besar dan gang-gang membujur ke arah sungai.
Pemetaan ini dilakukan untuk memindahkan sebagian pemukim yang berada di sekitar Pelabuhan Pancoran agar menyebar mengisi blok di areal yang telah disiapkan.
Informasi membangun kota ini kemudian menyebar ke setiap penjuru pelabuhan yang telah disinggahi para pedagang. Perlahan kota mulai tumbuh mengikuti semangat dan kemampuan penduduk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal.
Saat Raja I Gusti Ngurah Seloka melakukan inspeksi ke daerah pemukiman, dia sangat terkesan dan mengagumi keindahan rumah panggung yang seluruhnya terbuat dari kayu, bentuk arsitektur yang tidak pernah dilihat sebelumnya, berdiri dan berderet satu per satu menempati peta blok.
Hal ini menunjukkan kemampuan pemilik dalam menyelesaikan bangunan rumah yang masih dikelilingi hutan, karena itu pula ketersediaan bahan bangunan begitu mudah diperoleh dengan memanfaat hutan.
Adanya kerjasama antara penduduk asli dan pendatang mendapat bagian saling menguntungkan sehingga terbuka lahan untuk pertanian dan sebaliknya pohon-pohon besar dibutuhkan untuk bahan bangunan.
Bahkan para saudagar menggunakan material bangunan yang didatangkan dari daerah jauh, yaitu melalui pelabuhan Palembang, Kalimantan, Sumbawa dan Sulawesi.
Para pedagang yang datang dari berlayar tidak hanya membawa barang-barang dari luar, tetapi ada juga yang membawa sanak keluarga. Pendatang suku bangsa Bugis lebih dominan dari pada yang lain, dengan membawa kebiasaannya masing-masing.
Tidak hanya melihat seberapa banyak jumlah pendatang, tetapi ini ada yang lebih menarik untuk diamati. Adalah budaya orang Bali bisa diterima menjadi bagian dalam keluarga dan kelompok masyarakat. Hal ini terbukti dengan telah terjadinya perkawinan antara pendatang dengan penduduk asli sehingga melahirkan akulturasi/perpaduan antarbudaya.
Pada sisi yang lain, kedatangan para ulama sangat dihormati oleh masyarakat. Mereka berdiam diri di surau-surau sebagai tempat untuk pengajaran ilmu agama dan juga membina masyarakat untuk memahami tentang hakikat kehidupan beragama.
Dan karena kuatnya pengaruh ulama dalam kehidupan bermasyarakat, maka setiap petuah atau nasehat mereka sangat mempengaruhi pola dan perilaku kehidupan sehari-hari.
Kota kecil ini kemudian orang menyebutnya ‘Loloan’. Semakin lama penduduk bertambah. Di beberapa sudut persimpangan nampak angkutan jasa penumpang seperti pedati, cikar atau gerobak, dokar dan hewan penarik kuda dan kerbau yang didatangkan dari pulau Sumbawa jadi sarana angkutan barang dan orang.
Maka kota ini menarik untuk dikunjungi sehingga timbul kecemburuan beberapa kerajaan di Bali ingin menguasai Jembrana melalui kota Loloan. Akibatnya beberapa kali peristiwa peperangan terjadi, yang akhirnya dapat dihalau karena dukungan kaum pendatang.
Ada beberapa pertimbangan bijaksana Raja Seloka mengambil keputusan untuk memindahkan Puri Jembrana ke lokasi yang lebih dekat sebagai pusat pemerintahan:
1. Kerajaan Jembrana merupakan kerajaan kecil dibawah kekuasaan Kerajaan Mengwi membutuhkan dukungan demografis dari masyarakat pendatang.
2. Pemberian wilayah konsesi kepada para pendatang sebagai imbalan karena pembuktian sejarah pada setiap Kerajaan Jembrana mendapat ancaman dan serangan dari kerajaan lain.
3. Rakyat merupakan alat pertahanan, dimana raja membutuhkan kesetiaannya dalam membela kerajaan.
4. Pelabuhan Pancoran adalah sarana keluar dan masuknya arus barang sebagai sumber ekonomi.
5. Pembentukan kota baru telah merubah wajah pemukiman, dimana penduduk asli (orang Bali) dan pendatang sudah menjalin hubungan kekerabatan dan perkawinan.
Demikian selanjutnya kota Loloan menjadi pusat perniagaan dengan keunikan budaya yang dihuni berbagai suku bangsa. []
*) Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Budaya dari Loloan Timur