Oleh Dr. Surayanah *)
87 Persen Mahasiswa di Indonesia Salah Jurusan!
HASIL penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) menunjukkan bahwa sebanyak 87 persen mahasiswa di Indonesia mengakui jurusan yang diambil tidak sesuai dengan minatnya. Survei pada 2017 menemukan bahwa kesalahan dalam pemilihan jurusan dapat berdampak pada studi.
Salah satu dampaknya adalah kemungkinan bagi mahasiswa tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya tepat waktu, serta mereka mungkin tidak dapat mencapai hasil terbaik. Namun, kondisi tersebut dapat diminimalisasi dengan tersedianya tes bakat minat yang didasarkan pada teori kepribadian dan kecerdasan terkini.
CEO PT Melintas Cakrawala Indonesia, Ari Kunwidodo, menyatakan pentingnya tes bakat minat bagi siswa SMP dan SMA sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tes tersebut akan memperbesar peluang keberhasilan pendidikan dan mengurangi dampak pemilihan jurusan yang salah.
Tes bakat minat ini melibatkan rangkaian tes dan analisis untuk menggambarkan kemampuan kognitif, minat, dan kepribadian siswa terhadap bidang atau jurusan tertentu. Dengan mengetahui minat dan potensi siswa, mereka akan lebih percaya diri dan terhindar dari pemilihan jurusan yang tidak tepat. (INews.id)
Pendidikan merupakan salah satu elemen penting untuk meningkatkan kualitas diri melalui pengajaran dan pemerolehan pengalaman selama masa pembelajaran berlangsung. Di era seperti sekarang, sudah banyak masyarakat yang melek akan pentingnya menuntut ilmu melalui pendidikan. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang menempuh pendidikan di jenjang sarjana. Namun meski demikian, permasalahan tetap terjadi di tengah majunya tingkat pemahaman tentang pentingnya pendidikan sekarang ini.
Fakta di lapangan membuktikan bahwa masih banyak individu yang mengikuti program studi ataupun pembelajaran di kelas yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Fenomena ini sering disebut juga dengan “salah jurusan”. Permasalahan ini tentunya sudah menjadi rahasia publik dan telah menjadi urgensi dalam bidang pendidikan. Hal yang melatarbelakangi isu tersebut muncul disebabkan oleh beberapa faktor baik dari luar individu atau dari dalam individu itu sendiri.
Faktor yang pertama muncul karena dorongan eksternal yang mengharuskan seorang individu mengikuti program studi di perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan keinginan dari individu tersebut. Faktor eksternal yang dimaksud bisa bersumber dari dorongan atau bahkan paksaan dari orang luar, yang bisa jadi merupakan orang terdekat seperti orang tua, atau sering disebut sebagai klaim induk.
Beberapa orang tua memaksakan kehendak anak agar mengikuti program studi atau jurusan yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak tersebut dengan dalih ingin masa depan terjamin dan tidak salah pilih jalan. Para orang tua yang memiliki pemikiran seperti itu beranggapan bahwa pilihan anak mungkin saja tidak memiliki jenjang karir yang jelas atau menganggap bahwa profesi di bidang yang dipilih anak tidak stabil dan kurang menguntungkan sehingga akhirnya orang tua tersebut menyarankan untuk memilih program studi di bidang yang dianggapnya lebih menjanjikan.
Beberapa individu yang mengalami kasus ini berakhir mengikuti pilihan orang tua untuk masuk ke dalam program studi yang sebenarnya tidak sesuai dengan keinginannya. Hal ini tentunya berpengaruh pada perjalanan pendidikannya di kemudian hari. Mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan akan terasa berat dan tidak menyenangkan karena adanya blocking emosi di dalam otak.
Perasaan terpaksa mampu menurunkan motivasi dan daya juang dalam belajar sehingga proses penyerapan ilmu tidak berjalan secara optimal. Hal ini semakin rumit ketika pelajaran yang dipelajari selama proses pembelajaran dirasa semakin sulit, maka akan berpeluang anak tersebut terancam berhenti di tengah jalan.
Faktor eksternal kedua yang mungkin menjadi penyebab seseorang merasa memilih program studi yang sebenarnya tidak sesuai dengan bakat minat mereka adalah karena individu tersebut tidak memiliki pendirian dalam menentukan program studi yang dipilihnya sejak awal atau istilah umumnya memilih jurusan hanya mengikuti teman dan lingkungan. Sudah seharusnya ketika akan memasuki dunia perkuliahan, individu sudah memiliki pemikiran yang visioner dan matang, kemana arah pembelajarannya selama ini? Apa bakat yang dimilikinya?
Namun, ada beberapa mahasiswa yang menganggap remeh perihal memilih jurusan/program studi dan bahkan memiliki pemikiran “yang penting kuliah saja, perihal jurusan dipikir nanti,” akhirnya mereka mengambil program studi yang sama dengan teman-teman di sekelilingnya. Kemungkinan terburuk yang terjadi dari kasus ini adalah individu akan menyesal di kemudian hari jika dirinya merasa bahwa program studi yang ia ambil ternyata tidak sesuai dengan passion-nya.
Belum lagi masa-masa dimana individu merasakan efek dari krisis identitas atau marak disebut sebagai Quarter Life Crisis, hal ini bisa dipicu oleh meluasnya wawasan dan pengalaman yang sudah diperoleh, sehingga bisa mengubah mindset dan cara pandang mereka terhadap sesuatu. Maka dari itu, mereka akan merasa tidak lagi berminat menekuni bidang yang sudah dipilih di masa lalu dan ingin mendalami fokus peminatan baru.
Faktor eksternal yang selanjutnya adalah kurangnya kemampuan individu dalam segi inansial. Permasalahan ini cukup krusial di dalam dunia pendidikan. Kemampuan finansial individu sangat mempengaruhi keputusannya dalam mengambil program studi sebab biaya pendidikan tiap program studi tentu berbeda-beda, sehingga muncul permasalahan individu yang hendak mengambil program studi namun keputusannya terhalang oleh biaya hal ini tentu karena program studi yang dituju memiliki biaya pendidikan tiap semesternya yang tergolong garib.
Permasalahan juga timbul ketika suatu program studi menyediakan beasiswa yang menjanjikan namun jurusan tersebut sebetulnya tidak diminati oleh individu yang bersangkutan. Akibatnya, beberapa individu menjadi merasa ‘terpaksa’ memilih program studi tersebut agar tetap bisa kuliah dengan melalui beasiswa yang telah disediakan, akar permasalahan ini tentu adalah kondisi finansial masing-masing.
Bagaimana dampaknya? Tidak sedikit dari mereka yang mengalami masalah ini dan akhirnya mampu survive pada jurusan yang tidak mereka minati, namun beberapa yang lain justru kewalahan dan berakhir berhenti di tengah jalan.
Urgensi pendidikan mengenai salah jurusan ini sebetulnya tidak hanya timbul karena dorongan eksternal saja, melainkan ada beberapa faktor pemicu internal yang bersumber dari dalam diri individu, salah satunya ialah kurangnya riset sebelum memilih program studi yang akan ditempuh. Sebelum memasuki dunia perkuliahan sudah seharusnya individu banyak melakukan riset, pengamatan, mencari informasi, dan memikirkan dengan matang jurusan apa yang akan ia pilih.
Kurangnya informasi mengenai jurusan yang akan ia pilih menjadi salah satu penyebab munculnya rasa tidak cocok dengan program studi yang ditempuh di kemudian hari. Merasa bahwa ternyata jurusan yang dijalaninya terlalu bertentangan dengan karakteristik dirinya dan tidak sesuai ekspektasi di awal juga menjadi salah satu akibat dari kurangnya riset individu mengenai jurusan yang telah dipilih.
Permasalahan ini juga berlanjut ketika seorang individu yang telah memasuki salah satu program studi namun akhirnya mengalami kesulitan dalam memahami materi selama perkuliahan. Hal ini bisa disebabkan juga karena faktor internal yang pertama tadi, yaitu kurangnya riset mengenai program studi yang akan diambil.
Berawal dari kurangnya riset dan informasi yang didapat, individu mungkin menaruh ekspektasi yang berbanding terbalik dengan realita di lapangan. Ketika memasuki dunia perkuliahan, ternyata materi pembelajaran dirasa begitu sulit dan ditunjang kemampuan individu dari segi pengetahuan juga cukup kurang untuk menerima materi pembelajaran dari program studi yang telah dipilih. Alih-alih beradaptasi, individu justru merasa terbebani karena mungkin materi tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Tidak menutup kemungkinan seorang individu ternyata tidak cukup mengenali dirinya sendiri. Pernyataan tersebut muncul ketika ternyata masih ada beberapa orang yang bingung dengan apa bakat dan minat yang ada dalam dirinya. Apakah yang ia sukai? Apa yang ia ingin capai?
Pertanyaan itu masih belum terjawab hingga individu tersebut hendak memasuki perguruan tinggi dan berpengaruh terhadap program studi yang akan diambilnya. Akar permasalahan tersebut akan memunculkan masalah baru dari individu yakni memunculkan peluang dirinya memilih program studi tanpa memiliki pendirian, hasilnya apa? Kembali lagi, individu tersebut bisa mengalami kesulitan selama masa pembelajaran di perkuliahan, merasa tidak cocok dengan program studi yang dipilih, dan akan kelelahan serta berhenti di tengah jalan.
Semua faktor penyebab fenomena salah jurusan ini tentu berkaitan satu dengan yang lainnya. Akar permasalahan mungkin sama, namun kasus yang dialami tiap individu berbeda beda. Kendati demikian, topik ini tentunya menjadi sebuah urgensi di dalam dunia pendidikan yang harus segera diselesaikan.
Solusi yang dapat dilakukan jika sudah terlanjur masuk dalam program studi yang ternyata tidak sesuai dengan bakat dan minat adalah salah satunya dengan mengikuti kegiatan UKM, organisasi, atau kegiatan lain yang sesuai dengan passionnya. Hal ini tentunya dilakukan di luar dari pembelajaran perkuliahan karena melalui kegiatan-kegiatan tersebut, individu dapat menemukan wadah yang tepat untuk menyalurkan bakat dan minatnya.
Contohnya saja, ketika ada individu memilih untuk mengambil program studi Ekonomi karena saran dari kedua orang tuanya namun hal yang sebenarnya terjadi di dalam diri individu tersebut merasa begitu kesulitan dan tidak sesuai dengan bakat minatnya karena ia merasa bahwa dirinya lebih menguasai bidang kepenulisan, maka individu tersebut mengambil langkah dengan mengikuti UKM kepenulisan dan jurnalistik yang mampu menunjang kemampuan dan minatnya yang memang sudah ada dalam bidang tersebut. Melalui hal ini, kemampuan soft skill akan tetap meningkat disertai dengan upgrade kemampuan diri individu tersebut.
Solusi yang mungkin bisa dilakukan selanjutnya melalui mengikuti workshop ataupun kursus yang mampu mengembangkan kemampuan di luar dari program studi yang diambil. Tidak masalah jika kursus yang diikuti berbanding jauh dengan program studi yang sedang dijalani karena tujuan dari mengikuti kursus tersebut untuk mengasah keahlian yang memang sudah ada dalam diri individu namun belum menemukan tempat untuk mengasah bakat dan minat secara tepat.
Namun, jika dirasa terlalu berat untuk mengambil kursus di luar jam perkuliahan, solusi yang bisa diambil adalah mengikuti program magang yang telah disediakan oleh kampus. Melalui pengalaman selama magang, individu tidak hanya mendapatkan ilmu mengenai bagaimana cara meningkatkan soft skill dan hard skill saja, melainkan berpeluang untuk mendapatkan pemasukan ekstra dari kegiatan yang diambil.
Jika semua solusi dirasa kurang, solusi yang lebih lanjut ada pada pilihan mengambil double degree. Pilihan ini cukup menarik karena mampu menambah wawasan dan pengetahuan namun dirasa akan cukup merepotkan sebab individu yang menjalani harus bisa me-manage waktu dengan baik dan terstruktur. Namun, apakah tidak bisa individu yang merasa salah jurusan tetap melanjutkan program studi yang ditempuh walaupun tidak sesuai dengan bakat dan minat?
Jawabannya tentu bisa. Anggap saja hal yang dipelajari selama perkuliahan tidak akan sia-sia sebab tidak ada ilmu yang tiada harganya. Hal ini mampu melatih diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman dan berusaha bertanggung jawab serta komitmen terhadap pendidikan dan apa yang sudah menjadi pilihan di awal perjalanan. Sebab tanggung jawab tersebut tidak hanya untuk orang tua namun atas dirinya sendiri. []
*) Penulis adalah Dosen Universitas Negeri Malang