Benu Amang, Sesepuh Warga Bugis Mandar yang Disegani di Sumberkima

Cerita Kampung dan Tokoh Muslim di Buleleng Barat-Bali (3)

Pada Sabtu (20/5/2023), Koordinator Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI) Buleleng, Amoeng Abdurrahman, dan anggota FPSI Ketut Muhammad Suharto, Dodi Irianto dan Yahya Umar mengunjungi tokoh masyarakat Muslim Sumberkima, H. Ibnu Amal, di Banjar Dinas Mandarsari, Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Bali. Pertemuan mendiskusikan sejarah dan perkembangan masyarakat Muslim di Sumberkima. Hasilnya ditulis dalam beberapa laporan. Berikut laporan ketiga  dari diskusi tersebut.

NAMA daging Benu Amang. Setelah naik haji ke Makkah namanya menjadi H. Ibnu Amal. Atau sekarang lebih sering disapa H. Amal saja.

Benu Amang merupakan generasi ketiga dari tokoh-tokoh awal perabas hutan belantara Sumberkima. Ia lahir tahun 1949. Benu Amang cucu dari Daeng Siajang, salah satu dari enam tokoh Bugis Mandar yang pertama merabas hutan belantara yang sekarang dinamakan Sumberkima.

Ayahnya bernama Abdullah, putra dari Daeng Siajang. Kumpinya di Sulawesi bernama Kannai Massalakka.

H. Ibnu Amal atau Benu Amang merupakan salah satu sosok yang disegani di Sumberkima, khususnya di Banjar Dinas Mandarsari. Ia mewarisi keahlian nenek moyangnya, menguasai seni bela diri kuntau. Benu Amang juga jago menyelam di laut. Pekerjaan sehari-harinya memang berkaitan erat dengan menyelam.

Benu Amang merupakan seorang nelayan, nelayan rumput laut dan nelayan ikan kerapu. Konon ia bisa menyelam dan bertahan di dalam air laut selama menit. Ia hanya tersenyum ketika ditanya soal itu. “Kalau menyelam ya bisa-lah saya,” katanya.

Sosok Benu Amang menjadi panutan dan tempat meminta nasihat bagi warga Muslim di Sumberkima. Dalam hal menjaga pesisir, misalnya. Pernah ada investor yang ingin membangun hotel di pesisir Sumberkima. Lokasinya dekat tugu Sumberkima sekarang.

Investor itu mengklaim tanah seorang warga bahwa itu tanah investor. Investor itu mengaku sudah mengontraknya. Rumah warga di tanah tersebut mau dibuldozer. Warga yang punya tanah sudah memegang parang, melawan dan mempertahankan tanahnya.

Dalam suatu pertemuan di kantor desa, cerita Benu Amang, ia menjelaskan kepada investor dari Denpasar itu tentang siapa sebenarnya yang memiliki tanah tersebut.

“Saya bilang sama ibu investor waktu itu. Ibu tahu nggak sejarah tanah ini. Dia jawab tidak tahu. Saya jelaskan bahwa tanah itu bukan tanah belilan. Ini tanah rabasan,” cerita Benu Amang.

Menurutnya, pada tahun 1935, pemilik tanah masih sempat membuang kayu-kayu rabasannya. jadi, ibu investor itu belum lahir, pemilik tanah sudah tinggal di tanah tersebut.

“Saya katakana, dari mana asalnya kok tiba-tiba ada sertifikat tanah ini. Saya sesepuh di sini. Saya tahu tanah-tanah di sini, siapa pemilik sebenarnya,” kata Benu Amang, mengulang kata-kata yang pernah disampaikan dalam pertemuan di desa tersebut.

Menurutnya, ibu investor itu mengaku tidak tahu kalau tanah itu hasil rabasan. Ia mengira tanah itu bukan tanah rabasan. Ibu investor itu akhirnya minta maaf.

Di kantor desa tersebut, ibu investor itu membuat pernyataan tidak akan mengambil tanah itu. Investor itu akhirnya pulang. Sekarang sertifikat tanah itu sudah keluar atas nama pemilik sahnya.

Itulah H. Ibnu Amal. Sikap tegasnya, pikiran dan pendapatnya banyak membantu warga Sumberkima. (bs)

Bersambung………..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *