“The Marginalist” Kupas ODGJ dan Mental Health, Wandira Adi: Kita akan Siapkan Perda Bagi ODGJ

BULELENG – DPRD Buleleng akan mempersiapkan peraturan daerah (perda) bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Hal itu disampaikan anggota DPRD Buleleng yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar, Nyoman Wandira Adi, dalam acara Pameran Foto-Diskusi Advokasi Kaum Marginal tentang kesehatan mental yang digelar The Marginalist, sebuah komunitas yang diprakarsai LBH Kompak dan Yayasan Bunggkulan di Sekber SIMH dan Yayasan Bungkulan, Jumat (14/4/2023).

Ketua Ketua Panitia Zulkipli menyatakan, antusiasme masyarakat yang hadir dalam diskusi menunjukkan adanya perhatian yang luar biasa atas kesehatan mental. “Peserta diskusi membeludak, sebab antusiasme masyarakat Buleleng atas kesehatan mental dan perhatiannya pada ODGJ sangat baik dan care,” ujarnya.

Sementara dalam sambutannya, Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, Sp.KK (K) dari Suryani Institut For Mental Health menyatakan bahwa selain diskusi, juga akan dibuka museum monumental tentang kesehatan di Buleleng.

“Di tengah pujian Bali sebagai pulau surga, ternyata Bali merupakan daerah dengan angka gangguan jiwa tertinggi di Indonesia. Dan ini memprihatinkan. Kami harapkan apa yang dilakukan teman-teman di Buleleng ini akan bisa menjadi gerakan awal agar gangguan jiwa di Bali bukan lagi tertinggi, dan Bali menjadi pulau surga, aman dan nyaman bagi semua orang,” ujarnya.

Menurut Dr. Cok, kendala penanganan gangguan jiwa di Bali salah satunya adalah banyak keluarga yang tidak mau terbuka dengan kondisi mental mereka. “Jika ada yang menderita gangguan jiwa, masyarakat justru mengucilkan, mengesampingkan, menunggu sampai mereka mati. Ini tentu sangat memprihatinkan. Disamping itu, banyak ahli kejiwaan, namun angka penderita gangguan jiwa belum mengalami penurunan,” Kritik Dr Cok.

Sedangkan I Nyoman Angga Tusan, SH, dari LSM Kompak menyampaikan harapannya agar diskusi ini mampu berguna dan bermanfaat bagi peserta atau bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang keluarganya mengalami gangguan jiwa. “Dengan diskusi ini kita akan mengetahui bagaimana mekamisme atau cara menangani ketika keluarganya dalam gangguan jiwa tersebut,” ujar Angga.

Tokoh masyarakat yan juga mantan Anggota DPR RI, Ketut Bagiada, SH, yang didaulat untuk menyampaiakan sambutannya berharap, kehadiran peserta tidak hanya berhenti dalam tataran wacana tetapi bagaimana kedepannya mampu berbuat dan menangani ODGJ. Di Bali angkanya paling tinggi.

“Cara menyikapi agar tingkat stres mampu ditangani bagi para penderita gangguan jiwa, apakah meningkatkan sarana prasarana atau pola penangannya,” ujar Ketut Bagiada, yang kini menggeluti budidaya hutan gaharu yang difermentasikan menjadi berbagai produk olahan seperti teh, dupa, dan wine gaharu.

Adapun Anggota DPRD Buleleng, Nyoman Wandira Adi, ST, menyatakakan antusiasmenya, apalagi dari Kompak, Yayasan Bungkulan, dan SIMH menyelenggarakan kegiatan diskusi sebagai rangkaian HUT ke-419 Kota Singaraja.

“Saya kebetulan hadir bersama Pak Soma Adnyana selaku undangan. Kami berdua hadir selaku anggota DPRD Buleleng. Semoga kedepannya pasca diskusi ini ada sesuatu yang bisa kami tindaklanjuti, selaku wakil rakyat juga wakil dari lembaga atau yayasan penyelenggara kegiatan ini. Kami harapkan kedepan kami diberi peran atau diperankan melaksanakan tugas sebagai wakil masyarakat,” tegas Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Buleleng ini.

Ditambahkan, di Buleleng ini belum ada perdanya tapi aturan bupati atau perbupnya sudah ada. “Selaku Bamperda, kalau ingin menjadi teknis lagi dalam penanganan ODGj dan kesehatan mental, mungkin ibu bapak yang punya konsern, ada baiknya dengan Bapak Ketua DPRD akan kami tindaklanjuti dalam peraturan daerah,” ungkapnya.

Menurutnya, dari segi anggaran wadah seperti Kompak, Yayasan Bungkulan dan SIMH, bisa memanfaatkan DPRD untuk menggelontorkan anggaran bagi lembaga dan yayasan kemanusiaan untuk ODGJ ini.

Dalam sesi tanya jawab, penasehat Kompak, I Nyoman Sunarta, SH, menyampaikan hak-hak konstitusi penderita gangguan mental dan ODGJ. “ODGJ ini memiliki hak yang sama sebagai warga negara, seperti fasilitas yang diterima oleh ODGJ sama yang diterima seperti kita yang normal,” tegas lawyer dan mantan aktivis GMNI ini.

“Jelas diatur dalam konsitusi dalam Pasal 28, dalam UU No. 39 tentang HAM seperti dalam Pasal 42 Tahun 1999, bahwa setiap warganegara usia lanjut, cacat fisik, cacat mental, berhak mendapatkan perawatan, pendidikan, latihan dan kursus dengan biaya negara,” ujarnya.

Dalam UU Kesehatan pun, imbuhnya, ada juga mengatur, yakni Pasal 48 dan dijelaskan Pasal 49. “Kalau boleh jujur, meskipun kita jarang dalam penangan ODGJ ini, mungkin momentum dan acara ini mengingatkan kita membangkitkan semangat kita, terutama penegak hukum terutama para lawyer hadir mendampingi rekan-rekan yang bergerak di bidang penanganan kesehatan mental dan ODGJ,” tegasnya.

Sedangkan Prof. Dr. LK Suryani, selaku Direktur SIMH, menerangkan bagaimana penanganan ODGJ dengan tindakan medis dan nonmedis agar mengurangi ketergantungan ODGJ terhadap obat. “Kalau ODGJ terus-menerus dipapar obat makanya muka penderita datar, akibat efek obat sehingga kita akan melakukan terapi dan yoga seperti di Gedung DPRD pernah diberikan ruang untuk terapi yoga dan meditas untuk kesehatan mental,” tuturnya.

Dalam data SIMH, tercatat 9.000 orang di Bali mengalami gangguan jiwa berat (gangguan skizofrenia, gila atau buduh) dengan jumlah terpasung sekitar 350 penderita. Ditambhakan bahwa gangguan jiwa bisa diobati dengan penanganan yang tepat. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *