BULELENG – Nandurin Gumi Project adalah kegiatan kolektif lintas komunitas yang berfokus konservasi. Tidak menjadikan konservasi sebagai ruang yang penuh kegawatan. Namun, menjadikan konservasi menjadi ruang untuk bersenang-senang. Bersenang-senang untuk merawat alam.
Ini merupakan upaya pembacaan ulang konservasi tanah, air dan pohon. Kegiatan ini dilakukan, Minggu (12/2/2023) pagi. Lokasi yang dituju adalah hutan desa Puncak Landep di Desa Panji Anom.
Perjalanan rescue atau penyelamatan bibit ini dibarengi oleh pihak desa serta LPHD Desa Panji Anom. Dalam kegiatan itu, setiap anggota yang serta menyelamatkan satu bibit. Terdapat 22 bibit yang berhasil diselamatkan. Seperti pohon Angeh.
Pohon Angeh merupakan salah satu pohon yang keberadaannya semakin sedikit. Pohon ini banyak ditebang untuk membuat arang. Sehingga kini keberadaannya minim. “Banyak ditebang untuk buat arang. Kalau dulu di sini banyak. Sekarang sedikit, bisa dikatakan langka karena sudah tidak banyak. Sekarang LPHD sudah mengawasi orang-orang yang masuk hutan. Kami juga pantau aktivitas mereka, apakah merusak, merawat ataukah menjaga,” kata Ketua LPHD Panji Anom, Ketut Marma.
Luas hutan desa Panji Anom 188 hektar. Namun ijin pengelolaannya adalah 150 hektar. Ada 3 zona hutan. Yang pertama, zona Taman Bumi Banten, zona konservasi dan zona hutan lindung. “Untuk hutan lindung sama sekali tidak boleh disentuh. Kami tidak apa-apakan lagi. Karena hutannya memang sudah seperti itu,” papar dia.
LPHD Panji Anom juga menginginkan kawasan hutan konservasi di Puncak Landep dikembalikan seperti semula. Dibutuhkan 1.000 bibit alpukat untuk ditanam di hutan, sebab jenis tanaman itu cocok di ketinggian 1.700 mdpl. “Terkait kegiatan ini kami apresiasi. Kami juga ingin mengenalkan kepada generasi muda fungsi hutan, wajah hutan yang disebut-sebut sebagai area resapan air. Dengan mereka mengenal, mereka tergugah untuk menjaga. Mana yang boleh disentuh, mana yang tidak boleh disentuh,” tegasnya.
Bibit yang berhasil diselamatkan dari Puncak Landep selanjutnya akan dirawat di rumah masing-masing atau di tempat penitipan. Setiap anggota wajib memelihara bibit tersebut layaknya merawat keluarga sendiri.
Setelah satu tahun bibit itu akan dikembalikan lagi ke dalam hutan desa. Rencananya bibit itu akan ditanam kembali pada bulan Desember bertepatan dengan musim penghujan.
“Setelah cukup umur baru dilepaskan lagi. Bibit yang kami ambil adalah bibit yang kondisi tumbuhnya tidak memungkinkan. Misalnya tumbuh di pinggir jurang, padahal mereka harusnya tumbuh di tempat yang aman agar bisa tumbuh subur dan jadi resapan air,” ujar inisiator Program Nandurin Gumi, Ida Bagus Mahadi. (bs)