JEMBRANA – Ketua Komite II DPD RI, H. Bustami, bersama anggota DPD RI Dapil Bali, H. Bambang Santoso, memberikan advokasi terhadap permasalahan yang dihadapi nelayan di Desa Pengambengan, Jembrana, Bali.
Didampingi Staf Ahli Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR, Ketua Komite II DPD RI bertemu dan berdialog dengan para nelayan di Kantor Desa Pengambengan, Sabtu (21/1/2023). Hadir pada acara tersebut Bupati Jembrana, Nengah Tamba.
Pada saat itu, Staf Ahli Kementerian KKP memberikan 3 perwakilan nelayan untuk audiensi. Pak Ketut dari Group Bintang menyampaikan aspirasi dan mengeluhkan peraturan gros ton perahu nelayan.
Sementara H. Zakariya perwakilan para juragan atau nakhoda perahu juga menyampaikan aspirasi bahwa perahu melaut hanya di selat Bali saja. Sedangkan Fathurroji perwakilan dari pemilik perahu menyampaikan terkait tentang perahu 30 GT ke atas tidak mendapatkan solar subsidi dan harus membeli solar harga industri.
Sedangkan Forum Komunikasi Perikanan Negara Bali dalam suratnya kepada Komite II DPD RI memaparkan sejumlah persoalan yang dihadapi para nelayan di Pengambengan. Menurut Ketua Forum Komunikasi Perikanan Negara Bali, Eka Sabara, kapal-kapal penangkap ikan yang ada di Pengambengan, Jembrana, Bali semuanya berukuran di atas 30 GT. Kecuali kapal Putri Ayu I, yang kurang dari 30 GT, sudah memiliki ijin lengkap.
Dikatakan Eka, sesuai peraturan, seharusnya kapal-kapal tersebut tidak diperbolehkan menangkap ikan di area Selat Bali yang kurang dari 12 mil. Namun karena pertimbangan dan kebijakan agar tidak terjadi keributan yang berlarut-larut, di mana sebelumnya pada tahun 2021 terjadi demo dapat, agar dibantu dicarikan solusi dengan surat rekomendasi subsidi dari Bupati Jembrana untuk pembelian solar.
Selama ini, sampai di akhir tahun 2022, perahu-perahu yang beratnya di atas 30 GT masih diberikan untuk menangkap ikan di Selat Bali. Mereka juga mendapat subsidi bahan bakar karena atas rekomendasi dari Bupati Jembrana. Namun, rekomendasi tersebut berakhir sampai pada 28 Desember 2022.
“Dari informasi tersebut di atas, tentunya di tahun 2023, kapal-kapal tersebut yang ukurannya di atas 30 GT akan kesulitan untuk berlayar menangkap ikan, mengingat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18 Tahun 2021 dan rekomendasi dari Bupati Jembrana telah tidak berlaku lagi, sehingga para nelayan tidak dapat subsidi bahan bakar,” katanya.
Kata Eka Sabar, perahu selain Putri Ayu I tidak bisa memiliki ijin SIPI dikarenakan terbentur Permen KP No. 18 Tahun 2022. Di mana dalam Permen tersebut antara lain diatur Perairan Jalur I (0 – 4 mil) untuk kapal maksimal 5 GT, Perairan Jalur II (4 – 12 mil) untuk kapal 5 – 30 GT, Perairan Jalur III (12 mil lebih) untuk kapal di atas 30 GT.
Oleh karena itu, Forum Komunikasi Perikanan Negara Bali memohon kepada Pimpinan Komite II DPD RI untuk mengadvokasi persoalan yang dihadapi kelompok nelayan di Jembrana saat ini. Apalagi sektor perikanan di Jembrana merupakan sektor andalan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Jembrana.
Pada kesempatan itu, para nelayan memohon perpanjangan diskresi izin perahu tangkap dan rekomendasi BBM bersubsidi. Para nelayan juga akan tetap melaut walaupun tanpa izin. Mereka akan membeli BBM nonsubsidi. Para nelayan juga menolak keras perahunya agar sesuai Permen. Sebab, hal itu akan mempengaruhi daya tangkap ikan. (bs)