Sejarah “Ngotek” di Loloan

DI tahun 1980-an, tepatnya tahun 1983, saat itu penulis baru masuk kelas 4 SD. Pada saat Ramadhan tiba, maka sekolah libur selama satu bulan puasa. Pada siang hari, beberapa senior kampung seme mulai membuat ide untuk membangunkan orang sahur.

Hal ini karena mengingat masa-masa itu masih jarang masyarakat memiliki jam speaker (jam kring dalam bahasa Loloan) yang jika distel dengan memutar tombol ke angka jam yang diinginkan maka jam akan berbunyi keras kring kring kring. Sehingga saat itu banyaklah masyarakat yang ketiduran dan tidak sempat sahur tapi mereka tetap puasa.

Persis pukul 02.00 WIB dinihari kita mulai persiapan berjalan keliling Jalan Durian Loloan Barat untuk memainkan alat musik sahur (tahun tersebut Bali masih menggunakan WIB).

Setelah satu jam keliling dari satu jalan ke jalan lain maupun dari satu gang ke gang lainnya yang ada di Desa Loloan Barat, maka rombongan musik sahur kembali ke rumah untuk melakukan sahur. Biasanya itu masuk pukul 03.00 WIB.

Pada awal kelompok musik pengantar sahur tersebut masih menggunakan alat dari bambu sebanyak 5 buah yang telah dibuat siang hari sebelumnya. Seminggu pertama berbagai pengalaman dan tanggapan masyarakatpun bermunculan. Ada yang mendukung dan senang dengan kehadiran kelompok musik sahur yang mengotek (membangunkan) warga untuk menyiapkan sahur bagi keluarganya masing-masing. Ada juga yang merespon marah-marah karena kaget dengan suara musik yang memang belum begitu akrab di kala itu.

Tahun pertama maupun tahun kedua setiap bulan Ramadhan, kelompok pemuda asal Kampung Seme tetap rutin melakukan kegiatan membangunkan masyarakat Desa Loloan Barat, hingga di tahun ketiga mencoba menyeberangi jembatan gantung penghubung Desa Loloan Barat dengan Desa Loloan Timur untuk memperkenalkan kegiatan membangunkan warga untuk sahur.

Pada tahun-tahun selanjutnya masyarakat menamakan kegiatan membangunkan sahur dengan nama kegiatan mengotek.

Kata kotek berasal dari bahasa Loloan lama yang berarti bangun. Kata ini merupakan serapan dari kata kutik (mencolek seseorang agar bangun dari tidur) sehingga berkembang di tengah masyarakat Loloan secara umum menyebut kegiatan tersebut dengan nama mengotek, yang hanya ada setahun sekali di bulan Ramadhan. Dan alat dari bambu dinamakan kotekan.

Tahun pertama kegiatan mengotek kelompok awal yang melakukan berasal dari Kampung Seme dengan nama kelompok ABABIL. Kemudian bermunculan grup ngotek dari Kampung Sasak, dan Kampung Terusan, Desa Loloan Barat.

Hingga tahun-tahun berikutnya, kegiatan ngotek setiap bulan Ramadhan menjadi tradisi di Desa Loloan dan desa-desa Muslim sekitar Kecamatan Negara dan kecamatan lainnya.

Sedangkan tahun pertama diadakan Festival Irama Musik Sahur (FIMS) di Loloan Barat ini yaitu pada tahun 1998, sehingga tahun 2022 ini merupakan tahun ke-24, dimana tahun yang ke-22 dan ke-23 tidak diadakan festival karena masih dalam suasana pandemi Covid-19. (bs)

Foto: Dok Eka Sabara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *