DENPASAR – Bawaslu Provinsi Bali akan memperketat pengawasan politik uang di masa tenang Pilkada serentak 2020. Sebab, potensi praktik politik uang cukup besar di tengah masyarakat menghadapi pandemi Covid-19.
Karena itu, Sabtu (5/12/2020), Bawaslu Provinsi Bali mengadakan rapat terkait dengan pelaksanaan kegiatan Patroli Pengawasan Anti Politik Uang dan Larangan Dalam Masa Tenang pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 yang akan dilaksanakan pada tanggal 6, 7, dan 8 Desember Tahun 2020 sebagai tindak lanjut terkait Surat Edaran Nomor : 0822/K.BAWASLU/PM.00.00/12/2020 dan Surat Edaran Nomor : 0824/ K.BAWASLU/PM.00.00/XII/2020 yang dikeluarkan oleh Bawaslu Republik Indonesia.
Komisioner Bawaslu Bali, Ketut Rudia, menjelaskan, maksud dan tujuan dilakukannya Patroli Anti Politik Uang dan Larangan dalam masa tenang ini adalah untuk memastikan dalam masa tenang tidak terjadinya beberapa hal. Pertama, tidak ada kegiatan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan, dalam hal ini larangan dalam melakukan kegiatan kampanye pada masa tenang, yaitu pada tanggal 6, 7 dan 8 Desember 2020.
Kedua, tidak terjadi praktik menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung, untuk mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Ketiga, tidak ada pelibatan aparatur sipil negara dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dan/atau perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan terhadap larangan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan. Keempat, mengimbau untuk tetap patuh terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanganan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada hari pemungutan suara.
Kelima, meminta kepada para pendukung atau tim sukses untuk tetap patuh terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanganan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada hari pemungutan suara.
Ketut Rudia menekankan, Bawaslu akan melakukan pengawasan ketat, terutama terhadap potensi-potensi pelanggaran terkait money politics, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
“Kita harus memaksimalkan upaya terkait pencegahan potensi-potensi pelanggaran yang mungkin akan terjadi pada masa tenang, terutama terkait dengan money politics yang merupakan kejahatan pemilu. Money politics ini secara tegas dilarang oleh undang-undang, yaitu pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” jelas pria kelahiran 1972 ini.
“Sanksinya pun jelas yaitu pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan serta denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah. Kendati dengan sanksi yang cukup berat, namun potensi terjadinya bisa dikatakan cukup besar, mengingat juga masyarakat kita yang sekarang sedang dilanda pandemi Covid-19,” tandasnya. (bs)