DENPASAR – DPRD Provinsi Bali menetapkan Raperda tentang Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2020 menjadi perda pada rapat paripurna, Senin (31/8/2020). Selain itu, juga ditetapkan ditetapkan dua raperda lainnya, yakni Raperda tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, dan Raperda Provinsi Bali tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Bali Tahun 2020-2040.
Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, dan dihadiri Gubernur Bali, Wayan Koster. Juga hadir Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Bali, serta jajaran Pemprov Bali.
Koordinator Pembahasan Raperda Perubahan APBD Bali Tahun Anggaran 2020, Gede Kusuma Putra, saat membacakan laporannya memberi empat catatan yang disampaikan kepada Gubernur Bali. “Belajar dari situasi kekinian dengan mencermati fenomena/fakta yang ada di mana urusan kesehatan dan ekonomi ibarat dua sisi dari sekeping mata uang, karenanya dalam kesempatan yang baik ini, kami memberikan beberapa catatan,” ujarnya.
Pertama, edukasi kepada semua lapisan masyarakat agar tetap digalakan, dimantapkan dan disebarluaskan melalui desa adat dan desa dinas terkait pola tatanan berkehidupan new normal, sehingga berangsur-angsur mata rantai penyebaran Covid-19 bisa diputus. “Dalam situasi tertentu, kalau perlu law enforcement perlu ditegakan guna ada efek jera terhadap mereka yang masih bengkung dalam berperilaku di masyarakat. Astungkara Pergub Nomor 46 Tahun 2020 telah diterbitkan,” katanya.
Kedua, karena ekonomi Bali harus menggeliat, maka semua belanja pemerintah daerah didorong untuk terealisasi secepatnya karena ini menjadi harapan pertama. Upaya berswadesi untuk lingkup Bali atau berdikari istilah yang dipopulerkan oleh founding father kita Bapak Soekarno, perlu terus juga digalakkan di semua lini atau lapisan masyarakat sehingga semua masyarakat yang berproduksi/menghasilkan barang baik hasil pertanian, perkebunan, kerajinan dan lain-lain terserap di pasar lokal yang berujung pada peningkatan daya beli masyarakat.
“Untuk ini pasar gotong-royong yang diselenggarakan setiap hari Jumat adalah contoh riil tindakan yang berupaya berdikari dan perlu dimasukkan di semua lini atau kelompok masyarakat,” katanya.
Ketiga, pariwisata bagi Bali adalah berkah, tetapi kalau ada kejadian atau kondisi yang mengganggu, pariwisata bagi Bali adalah bencana (lebih-lebih lagi kondisi yang mengganggu berkepanjangan) karena lebih dari 65% perekonomian Bali ditopang oleh sektor tersier dalam hal ini pariwisata.
“Sekarang saatnya untuk menjadikan starting point guna dengan sungguh-sungguh berupaya menciptakan atau membuat ada keseimbangan baru terkait struktur ekonomi Bali, tanpa harus alergi denganPariwisata, karena masyarakat semua negara meyakini bahwa tourism industries adalah cara panjang, mudah, murah dan cepat,” ujar Kusuma Putra.
Menurutnya, sektor primer (pertanian dalam arti luas) perlu dengan sungguh-sungguh didesain dan didorong untuk bisa memberikan kontribusi yang lebih terhadap perekonomian Bali. Begitu juga sektor sekunder (perdagangan, UMKM, dan kerajinan) karena sudah terbukti berkali-kali sesungguhnya mereka di dua sektor inilah yang menjadi benteng sekaligus pahlawan ekonomi Bali. Keempat, perlunya Pemprov Bali untuk mendorong dan memfasilitasi tumbuhkembangnya jiwa-jiwa entrepreneur/kewirausahaan di masyarakat sehingga nantinya mereka mampu menggerakkan perekonomian Bali dari sisi produsen bukan dari sisi konsumen saja. (bs)