DENPASAR – Di tengah kepulan asap dagangan dan deru kendaraan yang tak henti melintas, Bawaslu Bali turun ke jalan, bukan sekadar menengok suasana, melainkan benar-benar mendengarkan suara rakyat kecil yang kerap terpinggirkan dalam pembicaraan riuh soal politik.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, mendatangi sejumlah pedagang kaki lima dan pengemudi ojek di kawasan Renon, Denpasar. Selasa (13/5/2025). Kunjungan itu menjadi ruang berbagi pengalaman sekaligus evaluasi pelaksanaan Pilkada Bali dari mereka yang merasakan langsung dampak proses demokrasi.
Salah satu yang ditemui adalah Ketut Soma, seorang pedagang lumpia yang sehari-hari berjualan di pinggir trotoar. Ayah empat anak ini menggelar dagangannya sejak pagi hingga malam demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Kalau musim kampanye, banyak yang datang senyum-senyum. Tapi habis itu? Kami dilupakan. Rasanya seperti cuma dibutuhkan saat pemilihan saja,” ucap Soma sambil terus memotong lumpianya.
Tak jauh dari sana, Ariyani berbincang dengan Gede, seorang pengemudi ojek asal Karangasem yang merantau ke Denpasar. Baginya, pemimpin daerah ideal adalah yang mau melihat dan mendengar rakyat kecil.
“Kami nggak minta muluk-muluk. Jalan yang aman, tempat mangkal yang tidak digusur, aturan yang masuk akal buat ojek itu aja udah cukup. Tapi kadang suara kami kayak nggak pernah sampai ke atas,” kata Gede sembari melirik aplikasi di ponselnya, menanti pesanan selanjutnya.
Menurut Ariyani, suara-suara seperti ini tak boleh diabaikan. Demokrasi, katanya, seharusnya menjangkau semua lapisan, termasuk mereka yang sehari-hari berjuang di jalanan.
“Yang kita alami sekarang, semuanya adalah hasil dari proses politik. Pemimpin yang duduk di kursi kekuasaan itu lahir dari proses politik yang kita semua ikut jalani. Maka dari itu, masyarakat idealnya tidak sekedar menggunakan hak pilih, namun berpartisipasi aktif mengawasi jalannya Pemilu/Pilkada,” jelas Ariyani.
Ia menegaskan bahwa pengawasan partisipatif merupakan bentuk paling nyata dari peran rakyat dalam menjaga demokrasi agar tetap sehat. “Kalau hanya diserahkan ke penyelenggara, tentu tidak cukup. Partisipasi masyarakat adalah benteng moral untuk memastikan Pemilu berjalan jujur dan adil,” tambahnya.
Pengawasan partisipatif, kata Ariyani, bisa dimulai dari hal-hal sederhana: melaporkan pelanggaran, ikut dalam pendidikan pemilih, hingga mengingatkan sesama agar tidak tergoda politik uang. “Kalau semua peduli, proses politik akan lebih bersih, dan hasilnya pun bisa melahirkan pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat,” katanya.
Sebelum berpamitan, Ariyani menyampaikan pesan kepada Soma dan Gede. “Kami berharap Bapak bisa terlibat. Dari trotoar tempat Bapak mengais rejeki, pengawasan tetap bisa dijalankan, suara Bapak bisa punya arti besar. Karena pemimpin yang baik hanya bisa lahir dari proses yang diawasi dengan baik pula.” pesannya.
Wajah Soma tampak tersenyum kecil. “Kalau memang bisa begitu, saya siap ikut ngawasi. Biar anak-anak saya juga nanti bisa lihat demokrasi yang sehat,” ucapnya. (bs)