Kisah Diding Kadir Jalan Kaki Sejauh 89 Km, Bayar Janji Atas Kemenangan Koster-Giri dan Sutjidra-Supriatna

  • Kakinya Melepuh, Sempat Mendapat Serangan Gaib

KAKINYA di beberapa titik melepuh. Terutama di sela jempol dan jari telunjuk kakinya, dan tumitnya. Tapi lelaki itu tampak segar-bugar. Padahal beberapa jam sebelumnya ia menjalani aksi ‘gila’, yakni jalan kaki sejauh 89 km. Tepatnya lelaki itu jalan kaki dari perbatasan Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana sampai ke kantor DPC PDI Perjuangan Buleleng di Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng.

Diding Kadir, begitulah nama lelaki yang tinggal di bilangan Mumbul, Singaraja itu. Senin (2/12/2024) siang, di bale bengong depan rumah Gede Supriatna di Jl. Pantai Asri, Banyuasri, Kecamatan Buleleng, Diding Kadir bercerita banyak tentang aksi jalan kakinya tersebut. Ia tampak bangga melakukan aksinya tersebut.

Aksi jalan kaki Diding tersebut untuk membayar janjinya bahwa jika pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Wayan Koster-Nyoman Giri Prasta, dan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra-Gede Supriatna memenangkan Pilkada Serentak 2024, ia akan melakukan jalan kaki. Dan, pada pencoblosan tanggal 27 November 2024, pasangan Koster-Giri dan pasangan Sutjidra-Supriatna menang. Diding harus membayar janjinya tersebut.

Diding Kadir, Wakil Ketua DPC Bamusi Kabupaten Buleleng ini, berangkat dari perbatasan Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng, persis di gapura perbatasan kedua kabupaten yang ada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Sabtu (30/11/2024). Ia mulai melangkahkan kakinya pukul 10.00 Wita.

Ia pun menyusuri jalan di tengah TNBB. Diding hanya memakai sandal jepit, celana training dan kaos warna merah yang bergambar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra dan Gede Supriatna, dengan tulisan JOSS 24 Paten. Sebuah tas selempang melekat di tubuhnya. Dan tak lupa ia membawa bendera Bamusi (Baitul Muslimin Indonesia), organisasi sayap PDI Perjuangan.

Desa demi desa pun dilalui Diding Kadir. Sumberklampok, Pejarakan, Sumberkima, Pemuteran, lantas melewati Pulaki. Semangat Diding Kadir tetap menyala. Ia jengah. Ia harus menunaikan janjinya. 

Ketika mendengar netizen di media sosial dan WA-WA grup yang berkomentar meremehkan. Bahwa PDI Perjuangan akan tumbang. Bahwa paslon Koster dan Giri Prasta tak akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Bali. Bahwa paslon Sutjidra dan Supriatna tak akan menjadi Bupati dan Bupati Buleleng.

“Selaku pengurus organisasi sayap PDI Perjuangan saya jengah. Saya pun berjanji kepada diri sendiri, jika pasangan Koster-Giri dan pasangan Sutjidra-Supriatna menang, saya akan melakukan aksi jalan kaki dari perbatasan Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng sampai ke DPC PDI Perjuangan Buleleng,” tuturnya.

Diding Kadir menceritakan, pada hari pertama aksi jalan kakinya, cuaca terasa sangat panas. Ia menghabiskan banyak minum air mineral. “Kalau dikumpulkan hampir satu dos air mineral ukuran tanggung (600 ml) saya habiskan,” katanya.

Ia mengaku tak sesen pun keluar uang untuk air mineral tersebut. Ada saja orang yang memberinya air mineral. Kadang-kadang ibu-ibu dengan mengendarai sepeda motor ngasih air mineral, sambil meneriakkan “Semangat Pak”. Atau bapak-bapak di warung pinggir jalan mengulurkan bantuan air minum tersebut.

Sementara untuk makan, kata Diding, ia mendapatkan sokongan dari pengurus-pengurus ranting PDI Perjuangan di desa-desa di sepanjang jalan yang dilalui. “Pengurus ranting PDIP menjamin makanan saya,” tuturnya.         

Diding Kadir tambah semangat ketika sang idolanya, calon Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna, menemuinya dan memberi semangat saat sampai di Dusun Berongbong, Desa Celukan Bawang. Ia menyalaminya dan Gede Supriatna alias Supit memberinya semangat.

Perjalanan Diding terus berlanjut. Ia hanya sempat tertidur selama 2 jam saat di Desa Banyupoh. Selebihnya ia terus bergerak. Di beberapa tempat ia memang berhenti untuk makan, diskusi, wawancara atau sekadar ngobrol. Setelah itu ia berangkat lagi. 

Diding mengaku saat di Banyupoh kakinya kram. Karena itu, ia istirahat dan dicarikan tukang pijat. Setelah terasa nyaman, ia kembali berangkat. Kembali jalan kaki.

Yang terasa sangat berat, cerita Diding, saat ia tiba di Uma Anyar. Ia merasa ada serangan gaib terhadap dirinya. “Mungkin untuk menggagalkan aksi jalan kaki yang saya lakukan,” katanya. Tanda-tandanya, ia keluar keringat dingin. Badannya terasa lemas. Mata tak jelas lagi melihat orang. 

Ia ‘ditangani’ di Seririt oleh orang pintar. Diding dikasih air yang sudah dibacakan doa-doa oleh orang pintar tersebut. Ia pun kembali melanjutkan aksi jalan kakinya.

Dan akhirnya, menjelang finis, ya mulai dari Lovina, kakinya kayak kaku. Berat. Bukan kram. “Kalau kram kan sakit. Ini bukan kram, tapi terasa kaku. Kayak susah dijalankan. Sampai di gerbang kantor PDI Perjuangan Buleleng, Diding Kadir hampir roboh. Di areal kantor DPC PDI Perjuangan Buleleng, di Desa Pemaron itu, ia terhuyung-huyung. Nyaris terjatuh. 

Tapi, ia sampai. Ia berhasil membayar janjinya. Diding butuh waktu 36 jam. Ia tiba di kantor DPC PDI Perjuangan Buleleng pukul 03.05 Wita, tanggal 2 Desember 2024. (yum) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *