DENPASAR – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024 semakin menarik perhatian masyarakat Bali dengan berbagai visi dan misi yang diajukan oleh para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Salah satu pasangan yang turut mencuri perhatian adalah Made Muliawan Arya dan Putu Agus Suradnyana, atau yang lebih dikenal dengan Mulia-PAS.
Dalam debat Pilgub Bali, pasangan ini mengungkapkan pandangannya tentang pentingnya konsep “one commando” atau satu jalur dalam pemerintahan, yang diharapkan dapat mengoptimalkan sinergi antara pemerintah daerah dan pusat demi kesejahteraan masyarakat Bali.
Konsep “one commando” yang diutarakan oleh Made Muliawan Arya dalam debat Pilgub Bali mengacu pada pentingnya sinergi yang erat antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Dalam wawancara dan pernyataannya, De Gadjah—sapaan akrab Made Muliawan Arya—menegaskan bahwa pemerintahan Bali harus berjalan dengan satu jalur yang terkoordinasi antara pusat dan daerah.
Hal ini penting agar kebijakan dan program pembangunan dapat berjalan dengan efektif dan merata di seluruh wilayah Bali.
Salah satu poin utama yang disampaikan oleh Mulia-PAS adalah pentingnya agar pemerintah pusat tidak mengintervensi otonomi daerah.
Artinya, pemerintahan daerah diberi keleluasaan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan, namun tetap berada dalam koordinasi dengan pemerintah pusat.
Hal ini akan memungkinkan Bali untuk mendapatkan kue pembangunan yang lebih besar dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Made Muliawan Arya juga mengungkapkan bahwa salah satu tugas utama sebagai gubernur adalah untuk melobi pemerintah pusat agar lebih banyak dana pembangunan dialokasikan untuk Bali.
Dalam konteks ini, konektivitas dan networking sangat penting untuk memperkuat hubungan Bali dengan pemerintah pusat, serta untuk mempercepat proses pembangunan yang merata di seluruh daerah.
Mulia-PAS memandang bahwa Bali membutuhkan konektivitas yang lebih baik antara daerah dan pusat.
Hal ini akan memastikan bahwa program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dapat diterima dengan baik di tingkat daerah dan disesuaikan dengan karakteristik serta kebutuhan spesifik setiap kabupaten/kota di Bali.
Dengan konektivitas yang terjalin erat, Mulia-PAS percaya bahwa Bali dapat meraih lebih banyak peluang untuk pembangunan yang berkelanjutan.
“Kalau hanya mengandalkan otonomi, bayangkan PAD Bali, Buleleng, Bangli, Klungkung. Apakah mampu? (Membiayai pembangunan tanpa pemerintah pusat),” terangnya. “Saya tidak mau masyarakat Bali miskin, bodoh, dan sakit,” tandasnya.
Mulia-PAS juga menyadari bahwa tidak semua kabupaten di Bali memiliki kekuatan yang sama dalam membiayai pembangunan mereka sendiri.
Sebagai contoh, Badung, yang merupakan salah satu kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar, mungkin dapat lebih mudah menjalankan program pembangunan tanpa banyak bergantung pada anggaran dari pemerintah pusat.
Namun, kabupaten lainnya seperti Buleleng, Karangasem, Klungkung, dan Bangli menghadapi tantangan yang lebih besar.
Made Muliawan Arya menyampaikan bahwa PAD kabupaten-kabupaten tersebut tidak selalu mencukupi untuk membiayai pembangunan secara mandiri.
Oleh karena itu, pemerintahan yang kompak antara pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk menciptakan solusi bersama dalam mengatasi ketimpangan ini.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah pusat melalui program pembangunan yang terkoordinasi dengan baik, Mulia-PAS yakin bahwa setiap kabupaten di Bali, tanpa terkecuali, dapat memperoleh dukungan yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (r)