BULELENG – Calon Gubernur Bali nomor urut 2, Wayan Koster, merasa khawatir populasi orang akan terus menurun. Nama nyoman dan ketut saat ini sudah jarang, dan terancam punah. Oleh karena itu, Koster akan memberikan insentif bagi nama nyoman dan ketut.
Hal itu disampaikan Koster saat tampil dalam acara Uji Publik Cagub dan Cawagub Bali yang digelar BEM Republik Mahasiswa Undiksha di Auditorium Undiksha Singaraja, Rabu (6/11/2024). Juga tampil mendampingi Koster, Calon Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta. Juga hadir Calon Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna, SH.
Acara Uji Publik Cagub dan Cawagub Bali tersebut dimoderatori Rektor Undiksha, Prof. Dr. Wayan Lasmawan, dengan menghadirkan 8 panelis, yang terdiri dari 7 guru besar dan Presiden Republik Mahasiswa Undiksha, Kadek Rudiana.
Menurut Koster, penduduk Bali saat ini berjumlah 4,4 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk 0,67 persen. Karena itu, ia meminta hal ini harus diwaspadai karena populasi penduduk Bali cenderung terus menurun. “Hati-hati kalau terus ini kita biarkan, tidak kita antisipasi, kita biarkan lama-kelamaan penduduk Bali makin menurun,” ujarnya.
Koster menyebutkan, nama Ketut di Bali saat ini hanya 6 persen. Sementara nama Nyoman hanya sebesar 18 persen. Koster pun bertanya kepada para mahasiswa yang hadir dalam acara uji publik tersebut siapa yang bernama Ketut.
“Saya nanya ini, adik-adik siapa yang nama depannya Ketut, ayo angkat tangan tinggi-tinggi. Yang muda-muda ya, dosen ampunang. Wah dikit, dari 1.500 mahasiswa tidak sampai 100 Ketut-nya,” paparnya.
Khawatir kondisi tersebut, Ketua DPD PDI Perjuangan Bali berjanji akan memberikan insentif kepada orang Bali yang bernama Nyoman dan Ketut. Menurutnya, itu untuk menjaga kearifan lokal Bali.
“Maka dari itu nanti akan diberlakukan insentif untuk Nyoman dan Ketut. Kalau nggak bahaya ke depan, nyen nyak mebanjar ke depan,” tandas Koster.
Menjawab pertanyaan mahasiswa soal program pelestarian Ketut (4 anak) apakah tidak akan membebani hidup para orangtua dan sementara lapangan kerja terbatas, Koster menjelaskan, program 4 tersebut untuk menjaga eksistensi budaya Bali. “Ini harus dijalankan agar orang Bali tidak menurun. Kalau menurun, saya kira itu ancaman terbesar bagi eksistensi budaya Bali,” ujarnya.
Koster menjelaskan, di zaman dulu, orangtua (ibu) bisa mempunyai anak 5 sampai 10 orang. Padahal hidupnya hanya dari berjualan canang, atau ada yang jualan di pasar. Namun, mereka bisa menghidupi anak-anaknya, bahkan ada yang anak-anaknya menjadi dokter.
“Sekarang fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan semuanya tersedia. Jadi tidak perlu khawatir lagi soal 4 anak ini. Kalau bisa. Kan ada yang tidak bisa karena faktor tertentu. Bagi yang bisa kita dorong, dan akan diberikan insentif,” tegas Koster.Untuk lapangan kerja, kata dia, kita tidak boleh melihat Bali statis seperti sekarang. Menurutnya, ekonomi Bali ke depan akan tumbuh dan membuka lapangan pekerjaan baru. Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung, Turyapada Tower di Buleleng, Pelabuhan Amed, Pelabuhan Sangsit akan membuka lapangan kerja baru yang akan menampung generasi muda Bali di masa depan. (bs)