Rebutan Bendera di Pabean Buleleng

                 

  • Esai Sejarah dr. Soegianto Sastrodiwiryo (alm.) 

PASUKAN Jepang yang sudah menyerah pada Sekutu masih bercokol di Bali dengan tugas menjaga keamanan dan Jepang mengikuti perintah Sekutu. Padahal komandan tentara Jepang telah setuju secara diam-diam untuk bekerjasama dengan BKR Bali untuk menyerahkan senjata kepada pihak Resimen Sunda Kecil pimpinan Ngurah Rai.  

Namun janji ini saat ditagih tak ditepati oleh Belanda NICA. Bahkan tiba-tiba tak terduga muncul kapal perang Abraham Grynns di pantai Buleleng dengan mengibarkan bendera Merah Putih Biru. Rakyat bertanya-tanya dan curiga apa maunya NICA ini karena Proklamasi telah disiarkan ke seluruh tanah air. 

Para komandan pejuang seperti Kapten Muka, Made Putu komandan BKR Buleleng, Anang Ramli dan lain-lain melakukan rapat kilat apa yang akan dilakukan oleh laskar pejuang. Diputuskan untuk berjaga-jaga dengan senjata seadanya di pantai Buleleng sambil tetap menjaga Sang Dwi Warna agar tidak diturunkan Belanda.  

Kemudian kapal Abraham Grynns mengeluarkan lampu sorot pada sore hari menerangi Pabean Buleleng. Sebagian ABK yaitu para NICA diturunkan ke pelabuhan dan menurunkan semua bendera Dwi Warna. Lalu menaikkan Tri Warna di tiang utama. Darah para pejuang mendidih. 

Itu terjadi pada saat Ngurah Rai masih ke Jawa dan menghadap ke Yogya pada pimpinan tentara tertinggi. Besoknya, 27 Oktober 1945, setelah ABK kembali ke kapalnya maka Komandan BKR mengeluarkan perintah pada Kapten Muka agar menurunkan bendera Belanda. Tugas menurunkan diberikan kepada Kapten Anang Ramli. Sedangkan Kapten Muka menyiapkan bendera pengganti Sang Dwi Warna. 

Beberapa jam sebelum penurunan bendera Belanda, seorang pejuang dari Liligundi, Merte Lontong yang berada di timur jembatan merangsek maju dengan cara tiarap untuk menghindari sorotan lampu Abraham Grynns. Saat berada di tengah jembatan dengan merayap Merte Lontong disinari lampu sorot yang makin terang bercahaya putih. Dan sebuah tembakan dari Abraham Grynns menghancurkan kepala pejuang itu. Gugurlah Merte Lontong pejuang berani dari Liigundi itu. 

Setelah jam 10 siang, peristiwa penurunan bendera Belanda dimulai. Anang Ramli dari sebelah timur tiang bendera merayap pelan menuju tiang agung sambil membawa tali. Sampai di tiang Anang memanjat dan mengambil tali bendera. Tapi sebelum menurunkan, tali telah putus. Bendera Belanda masih di atas tapi kemudian diambil kaitan untuk memegang tali putus dan bendera Belanda itu berhasil diganti dengan Sang Dwi Warna yang telah disiapkan oleh Kapten Muka. Bendera berganti dan Merah Putih berkibar dengan gagahnya. Susana laut saat itu tak ada kapal nelayan yang berlayar. 

Tapi sebuah senandung dinyanyikan jauh di darat dekat pabean oleh seorang pejuang, Amin Tawik Tauge. 

“Hanya sebuah bintang, kemilau di gelap malam. 

Harapan nelayan bimbang, mencari jalan pulang……..” 

Amin kemudian sholat di masjid kuno, bangunan yang dihadiahkan oleh Raja Pertama Buleleng Sri Anglurah Panji Sakti. Para pejuang kemudian berencana untuk menyerbu tangsi Banyumala yang masih dikuasai tentara Jepang karena upaya negosiasi gagal. Maka dimintakan bantuan seorang balian yang bisa melakukan sirep menidurkan pasukan jaga Jepang. Pasukan mulai bergerak dari utara dekat banjar Banyumala dan bergerak ke selatan sesuai arahan Jro Balian. Namun terjadilah sebuah hal yang amat lucu. 

Setelah setengah jam bergerak, bukannya pasukan jaga Jepang yang tertidur tapi para pejuanglah yang ngantuk luar biasa dan banyak mereka yang tertidur di tengah atau pinggir jalan. Pasukan Jepang yang memahami kondisi sebenarnya membangunkan mereka yang sedang tidur sambil disuruh pulang. 

Makanya bila lakukan sirep lihat arah angin, kalian menyirep kami dari arah utara. Sedangkan angin bergerak ke utara melawan arus.”. Tentara Jepang itupun tertawa terpingkal-pingkal, tapi mereka tidak menangkapi para pejuang ini. Syukurlah karena tentara Jepang cuman dimintai bantuan Sekutu bukan untuk melawan para pejuang. [] 

*) Penulis adalah Cendekiawan dan Sejarawan 

*) Tulisan ini dikutip dari buku penulis “Lompatan-Lompatan Kebenaran”. Yang berminat bisa menghubungi HP : 0818-0533-9885 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *