- Esai Sejarah dr. Soegianto Sastrodiwiryo (alm.)
DI awal tahun 50-an sehabis penyerahan kedaulatan, maka beras sulit dicari. Akibatnya, banyak rakyat makan beras jagung untuk menanggulangi kebutuhan perutnya. Namun, kejadian di Singaraja, ibukota provinsi saat itu, ada yang unik. Hampir setiap hari ada pembagian bubur yang dilakukan oleh seorang Arab kaya, Abdullah Maasyir, asal Penggilingan, Surabaya.
Maasyir mengerahkan puluhan pembantu untuk menyiapkan hampir 40 kuali besar berisi bubur. Bubur ini tidak dicampur dengan jagung. Pemerintah mengijinkan Kepala Arab ini untuk menggunakan ruangan KPM, bekas milik Belanda, sebagai ajang pembagian bubur setiap pagi setiap hari. Tentu saja ide ini disambut rakyat Buleleng yang baru mentas dari penjajahan dan kemiskinan. Lumayan untuk menangsel perut dicsaat susah.
Puluhan, kalau bukan ratusan, orang datang berbondong-bodong pagi-pagi sekali sekitar jam 05.00. Orang-orang kampung Mumbul paling dahulu tahu soal ini. Juga orang Banjar Jawa dan Banjar Tegal. Hanya orang-orang China yang tak tampak, kecuali Putu Lecong, China blasteran Bali asal Banjar Jawa.
Orang Mumbul dipimpin oleh Mustopo dan diikuti anak buahnya Paimin, Kardiman, Usin, Juwena alias Bekul, Nyoman Sukadana alias Kancil, Subandi suaminya Resik, Dolok , Boadi. Prapto, Jalmo anaknya Raden Tjokro. Wanitanya tak ikut serta.
Dari Banjar Jawa, ada Jiwa Gonteng ayahnya Made Putu kakaknya Sukarna. Lalu Gembor alias Ratep, I Tombrog, Putu Sedana Putera, Jro Mangku Dalang, serta kakaknya calon Pemangku. I Selem dan Tegeg juga ikut. Lalu suaminya Raimah. Panece, Rimbawa, Asmara dari Banjar Peguyangan bersama Singarata yang tingginya 2 meter 20 centi.
Dari Banjar Tegal hadir Toya dan anaknya kapten Muka kawannya Putu Lesung. Dari Kaliuntu ada Dewa Gederan Wayan Sutama, Nyoman Sudhana dan I Kancil pemilik hotel Garuda. Dari Banyumala ada I Kobar sang pemberani dan Renjit orang setengah sinting. Upiksa asal desa dekat Kubutambahan. Bahkan datang pula Masbahu dari Tejakula. Dari Banjar Petak datang Kumang Kumangmang si juara lompat tinggi dan Gede Madu pacarnya Swarning penari istana.
Berita ini cepat tersebar ke Denpasar, tetapi pihak militer di Denpasar meyakinkan bahwa ini bukan tindakan ilegal atau sabotase untuk menjatuhkan pemerintah. Gubernur Puja menjadi agak tenang.
Pembagian bubur berjalan tertib dan lancar karena masing-masing pendaftar diberi kartu. Gubernur malah memuji Tuan Abdullah Maasyir yang baik hati itu. Yang menjadi bahan tertawaan adalah orang kaya dari Gianyar, warga Penatih yang jauh-jauh datang ke Singaraja untuk menimba berkah bubur Maasyir karena konon malamnya mimpi didatangi kakek buyutnya agar datang mencari bubur Maasyir. []
*) Penulis adalah Cendekiawan dan Sejarawan
*) Tulisan ini dikutip dari buku penulis “Lompatan-Lompatan Kebenaran”. Yang berminat bisa menghubungi HP : 0818-0533-9885