Oleh Amoeng A. Rachman *) Bagian 1 – Bersambung
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Buleleng genap berumur 71 tahun pada 2024 ini. Serangkaian acara digelar untuk merayakan milad ke-71 MIN 2 Buleleng, dengan tagline Gebyar Milad Ke-71 MIN 2 Buleleng. Sekolah ini resminya didirikan pada 10 Februari 1953, yang awalnya bernama Sekolah Rendah Islam (SRI). Bagaimana sekolah ini lahir dan seperti apa dinamikanya selama melintasi sejarah, berikut catatan Pemerhati Sejarah, Amoeng A. Rachman.
BERAKHIRNYA Perang Kemerdekaan RI sekitar akhir tahun 1940-an telah membebaskan negeri Indonesia dari penjajahan dan pada saat yang sama telah meninggalkan sejumlah persoalan dalam kehidupan masyarakat kita di tanah air. Sama halnya dengan di daerah lain, pada masa itu, masalah-masalah yang dihadapi umat Islam di Singaraja begitu kompleks meliputi berbagai aspek kehidupan.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian singkat tulisan ini adalah masalah institusi pendidikan Islam di tengah komunitas muslim kota Singaraja pada masa lalu. Lembaga pendidikan formal Islam dengan menggunakan sistem klasikal sebagai layaknya sekolah umum pada masa kolonial pada awal abad ke-20, tampaknya belum terlihat.
Rintisan ke arah itu baru muncul dengan didirikannya sebuah madrasah oleh A. Rachman Salim pada tahun 1925. Meskipun madrasah ini menggunakan sistem pengajaran modern, namun materi pelajaran yang diberikan tidak jauh berbeda dengan materi yang pada umumnya diajarkan pada lembaga pendidikan Islam tradisional.
Madrasah ini dapat berjalan selama beberapa lama. Akan tetapi karena berbagai sebab, madrasah tersebut tidak dapat dilanjutkan. Sejak ditutupnya madrasah ini, ada semacam kegelisahan di tengah komunitas Islam Singaraja. Kegelisahan seperti itu bukan tanpa alasan, sebab untuk beberapa lama tidak ada wadah yang dapat menampung hasrat sebagian orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang bercirikan agama Islam.

Kemudian sekitar tahun 1935, ada upaya kembali untuk mendirikan madrasah yang diprakarsai oleh jamaah Arab dan tokoh-tokoh umat Islam di Singaraja. Madrasah ini pada mulanya bernama Arabian School With English dengan masa belajar 7 tahun. Nama madrasah seperti itu memberikan kesan sebagai lembaga pendidikan Islam yang modern, padahal ia berada di tengah masyarakat yang pada masa itu masih tergolong tradisional dan konservatif.
Madrasah ini dipimpin oleh Ustadz Abdul Karim Attamimi yang dibantu oleh beberapa orang guru. Meskipun demikian dalam proses mengajar tidak jarang terjadi Ustadz Attamimi “memborong” sendiri seluruh mata pelajaran yang diberikan.
Latar belakang Attamimi sebenarnya adalah seorang da’i berasal dari Situbondo Jawa Timur yang sebelumnya pernah menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Negara (1934), kemudian pindah ke Singaraja dan aktif di kepengurusan Muhammadiyah Cabang Singaraja sampai ia pindah ke Lombok.
Dalam perkembangannya ketika tentara Jepang (Dai Nippon) masuk ke Bali pada tahun 1942, madrasah yang dipimpin oleh Attamimi ini berganti nama. Pergantian nama ini menyesuaikan dengan peraturan yang diwajibkan oleh penguasa Jepang sehingga nama madrasah ini menjadi Madrasah Al-Islam “Sindori Gakko”.
Selanjutnya, akibat pendudukan Jepang dan disusul dengan Perang Kemerdekaan, telah mengganggu proses belajar mengajar pada madrasah yang dipimpin Attamimi ini. Selain itu ada faktor lain, yaitu keterlibatan Attamimi dalam pergerakan melawan pendudukan Jepang dan kolonial Belanda yang berakibat tekanan pada dirinya dan madrasah yang ia pimpin.
Meskipun tekanannya begitu kuat, terutama pada masa pendudukan Jepang, namun madrasah tetap berjalan meski agak tersendat-sendat. Seiring dengan perubahan situasi memasuki alam kemerdekaan maka sekitar tahun 1948 madrasah ini diubah namanya menjadi Madrasah Al-Ittihad Al-Islami dengan masa belajar 7 tahun ditambah dengan les dan kursus kader guru dengan tambahan masa belajar 2 tahun. Akan tetapi karena sebab-sebab yang tidak begitu jelas madrasah yang sudah cukup dikenal dan melahirkan sejumlah lulusan itu akhirnya ditutup pada tahun 1952.
Dapat pula dicatat di sini bahwa sebelumnya pernah ada usaha dari Muhammadiyah Cabang Singaraja yang mendirikan sekolah pada tahun 1939. Sekolah yang awalnya terletak di Kampung Kajanan itu dinamakan HIS Met de Qur’an. Sekolah ini sebenarnya cukup diminati, namun akibat kebijakan politik pemerintah penduduk Jepang yang melarang adanya sekolah swasta maka pada tahun 1942 sekolah ini terpaksa ditutup. (bs)
*) Penulis adalah Ketua Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI) Buleleng