Kekerasan Seksual terhadap Anak di Buleleng Sudah Memprihatinkan

  • Bincang Pendidikan dan Parenting Bersama Alumni MIN 2 Buleleng

BULELENG – Kasus kekerasan seksual kepada anak-anak di Kabupaten Buleleng sudah memprihatinkan. Pekerja Sosial Perlindungan Anak Kemensos RI, Bella Savira Fitriana, S.Psi., menjelaskan, menyampaikan, dari data anak yang berhadapan dengan hukum, kekerasan seksual menempati urusan tertinggi yakni 14 kasus. Menyusul lakalantas 4, narkotika 1, dan penganiayaan 1 kasus.

Hal itu diungkapkan Bella Savira Fitriana saat menjadi pembicara pada acara “Bincang Pendidikan dan Parenting Bersama Alumni MIN 2 Buleleng” serangkaian Gebyar Milad Ke-71 MIN 2 Buleleng, Rabu (7/2/2024). Ia menyampaikan materi “Madrasah Anti Perundungan (Bullying).

Kasi Pendis Kemenag Buleleng, H. Lewa Karma, M.Pd., juga hadir dan menyampaikan materi pada acara yang dipandu Bunda Sriyani tersebut.

Menurut Bella Savira, pada tahun 2022, anak mendapat perlakuan khusus (AMPK) yang sudah diatensi Pekerja Sosial Anak, meliputi korban kekerasan fisik dan mental 1 orang, penelantaran 16, kekerasan seksual 27, selain ABH 4, bullying (berhenti) 6 orang.

Jumlah yang mengalami kekerasan seksual menempati urutan tertinggi. Karena itu, ia mengajak hal itu menjadi perhatian ibu-ibu. Termasuk terhadap orang dekat. Sebab, kata dia, ada kasus anak yang mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya sendiri, hingga anak tersebut hamil.

Yang juga memprihatinkan, tabah Bella, ada anak yang terlibat kasus narkoba. Menurutnya, ada kasus anak yang disuruh mengirim sabu-sabu oleh orangtuanya seberat 2 kg. Karena orangtuanya tahu, kalau anak-anak yang melakukan tidak bisa dijerat hukum. Kata dia, seharusnya kalau membawa sabu-sabu 2 kg itu hukuman mati.

“Anak itu sudah kita amankan. Sudah kita sekolahkan. Kondisi anak ini sudah mulai membaik. Anak ini sangat shock. Dia tidak tahu sabu-sabu itu apa. Anak itu baru 12 tahun. Masih SD,” cerita Bella.

Selain kasus kekerasan seksual dan narkoba, ada anak yang kena bullying. Menurutnya, bullying merupakan prilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti korban secara mental, fisik, maupun seksual. Meskipun ancaman yang dilakukan sekali saja, tapi jika membuat korbannya merasa ketakutan secara permanen, juga merupakan bullying.

Lantas bagaimana cara menangani anti bullying kepada anak? Menurut Bella Savira, harus diketahui bahwa perkembangan anak meliputi fisik, kognitif, spiritual, sosial, rmosional, dan moral. Orangtua harus mengetahu ilmu perkembangan, untuk deteksi dini terhadap gangguan. Juga penting mencari tahu bagaimana cara mengatasi anak dalam tahap demi tahap perkembangan usianya.

Lalu bagaimana peran sekolah atau madrasah dalam pencegahan dan penanganan bullying? Menurut Bella, untuk pencegahan, sekolah atau madrasan bisa membuat sosialisasi anti bullying yang ditunjukan ke siswa atau orangtua wali. Membuat buku saku bullying. Membentuk peer support antar siswa. Serta menerapkan pembelajaran modifikasi perilaku dengan token ekonomi serta pemberian reward punishment yang sudah disepakati oleh siswa.

Sementara untuk menangani kasus bullying, sekolah atau madrasah bisa melakukan langkah-langkah seperti wali siswa melakukan konseling mendalam kepada pelaku bullying. Membuat punishment kepada pelaku bullying sesuai yang sudah disepakati. Serta berkoordinasi dengan orangtua pelaku bullying.

Sementara Kasi Pendis Kemenag Buleleng, H. Lewa Karma, menjelaskan, Kemenag meluncurkan apa yang disebut Madrasah Ramah Anak (MRA). Ini dilatarbelakangi karena adanya keprihatinan orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah terhadap kondisi anak-anak di sekolah yang rawan kekerasan, keracunan, kecelakaan, kotor, kondisi gedung yang mudah rubuh jika ada bencana, dll. Juga karena masih tingginya angka kekerasan di sekolah.

Menurut Lewa, kondisi yang diharapkan dalam Sekolah Ramah Anak atau Madrasah Ramah Anak yakni bersih, asri, ramah, indah, inklusif, sehat, aman dan nyaman. Sedangkan komponen yang harus ada dalam MRA, yaitu kebijakan MRA tertulis, SK Tim MRA, program yang mendukung MRA. Pendidik dan tenaga kependidikan yang terlatih hak-hak anak. Pelaksanaan proses belajar yang ramah anak (penerapan disiplin positif). Sarana dan prasarana yang ramah anak (tidak membahayakan anak, mencegah anak agar tidak celaka). Ada partisipasi anak, dan partisipasi orangtua, lembaga masyarakat, dunia usaha, stakeholder lainnya, dan alumni.

Kepala MIN 2 Buleleng, Muhammad Qosim, S.Pd.SD., dalam sambutannya mengajak semua stakeholder, baik orangtua siswa, komite, dan alumni untuk bersinergi meningkatkan pelayanan pendidikan di MIN 2 Buleleng. Itu dalam rangka menyuskseskan Madrasah Ramah Anak (MRA), Madrasah Digital dan Madrasah Sehat. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *