Irama Zaman Kanak-kanak

  • Esai Sejarah dr. Soegianto Sastrodiwiryo

SEHARI sebelum Nyepi anak-anak berkumpul dan bersiap untuk mengikuti perlombaan untuk mengejar bebek yang diselenggarakan oleh Perbekel Kampung Kajanan, Haji Kamarullah. Derahman, Boadi, Dolok, Kardiman, Usin, Kacung, Toples atau Ang Cin Yen serta dua jagoan renang, Mustopo dan Paimin telah siap di halaman abian Gusti Made Tusan dari Tejakula.

Mereka sepakat untuk berturut-turut menyanyikan lagu perjuangan. “Barisan kita bela Garuda di tengah-tengahnya di bawah bendera Sang Merah Putih di angkasa. Lihatlah hai kawan Bung Polisi kita bekerja dengan tangkas mengatur lalu lintas. Tengoklah tangannya diayun-ayunkannya. Itulah perintah yang tepat bagi rakyat. Katakanlah kepada Juliana, Indonesia sudah merdeka dipimpin oleh Soekarno Hatta, diakui rakyat Indonesia”.

Ini lalu diganti dengan lirik baru. “Katakanlah kepada Juliana, Indonesia sudah merdeka dipimpin oleh I Selem Tegeg diakui rakyat Banjar Jawa”. (Selem Tegeg, dua anak kembar dari Banjar Jawa).

“Di seluruh pantai Indonesia kau tetap pujaan bangsa. Siapa berani menurunkan engkau. Serentak rakyatmu membela. Sang Merah Putih dan perwira berkibarlah selama-lamanya.”

Dari Mumbul anak-anak ini berbelok ke utara melewati tangsi polisi. Melewati juga pohon sakura yang rimbun merah dengan bunga-bunga yang subur.

Mereka bersorak-sorak menyeberangi perempatan utama kota Singaraja sambil menyanyikan lagu “Sorak Sorak Bergembira”. Lalu melintas di depan Toko Bhakti, Rumah RR dan penjual ice cream. Terus melewati Toko Eng Hwa sampai belokan dekat masjid Arab.

Makin mendekat ke Kantor KPM terlihat orang-orang dari Kampung Kajanan dan Kampung Bugis telah berkumpul bersama jago-jago renang andalan mereka.

Mustopo sebagai kepala pasukan anak Mumbul mendaftarkan kawan-kawannya buat ikut berlomba mengejar sasaran. Anak-anak Mumbul mendapat sambutan meriah dari Kampung Kajanan dan Kampung Bugis yang maklum rupanya mereka yakin akan kehebatan perenang-perenang Mumbul yang paling sering menjuarai.

Pemilik Toko Antong, toko terbesar di Buleleng, menutup tokonya untuk menyaksikan perlombaan seru ini kareana juga anak angkatnya seorang blasteran Cina Bali bernama Putu Lecong juga siap menjadi peserta tapi bergabung dengan anak-anak Mumbul.

Demikianlah anak-anak ini telah siap terjun ke laut menunggu aba-aba sesaat setelah speedboat melepaskan bebek-bebek taruhan itu. Terdengar suara jeritan terompet membahana yang ditiup oleh Perbekel Kajanan yang bersemangat itu.

Terdengar suara berdebur hampir bersamaan dari para perenang ini dan Mustopo melakukan salto berbahaya saat masuk ke deburan ombak dari ujung jembatan yang menjorok ke laut. Penonton berteriak-teriak gemuruh menyemangati jagoannya.

Mula-mula tampak sekumpulan anak-anak yang berenang cepat saling mendahului, tetapi tak sampai setengah jam hanya ada lima orang perenang yang mengejar bebek-bebek itu.

Terdepan adalah Mustopo, disusul adiknya Paimin, lalu Kacung Toples, kemudian Kardiman dan Usin. Semuanya anak-anak Kampung Mumbul.

Akhir perlombaan mudah diduga ketiga pemenang semuanya dari Mumbul. Mereka mendapat hadiah masing-masing tiga dua dan satu karung beras, ditambah tiga ekor bebek yang ditangkapnya. []

Catatan Redaksi:

dr. Soegianto Sastrodiwiryo merupakan cendekiawan dan sejarawan. Menulis beberapa buku sejarah penting seperti I Gusti Anglurah Panji Sakti, Perang Jagaraga, Perang Banjar, Danghyang Nirartha, Jejak Islam di Bali, Perlawanan Bali Age serta buku novel Budak Pulau Surga, serta beberapa buku kumpulan esai.

dr. Soegianto Sastrodiwiryo meninggal dunia pada 18 Desember 2023 lalu di Bekasi, Jawa Barat. Esai-esai yang dimuat dalam balisharing.com dikutip dari bukunya “Mumbul Melintasi Zaman” dengan seizin Penerbit Indie Singaraja dan dari penulis semasa masih hidup. Yang berminat buku tersebut bisa menghubungi nomor +62 818-0533-9885

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *