- Kolom Khusus Ketut Muhammad Suharto
CERITA tentang Pegayaman dalam dinamika perkembangannya, tidak pernah putus dari aktivitas penting dan menarik untuk disimak. Salah satu kenangan masa lampau di saat usia Kemerdekaan masih muda, adalah peristiwa kunjungan Gubernur Sunda Kecil ke Pegayaman.
Nama Gubernur Sunda Kecil itu Teuku Daudsjah. Ia memerintah Provinsi Sunda Kecil yang meliputi Bali dan Nusa Tenggara. Teuku Daudsjah menjadi Gubernur Sunda Kecil pada pada tahun 1957 hingga 1958. Tepatnya, ia mulai menjabat 4 Mei 1957 dan berakhir 20 Desember 1958.
Setelah itu, Provinsi Sunda Kecil dipecah menjadi tiga daerah. Pada tanggal 14 Agustus 1958 lahir Provinsi Bali. Menyusul pada tanggal 17 Desember 1958 Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan pada tanggal 20 Desember 1958 Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ada kisah menarik saat Teuku Daudsjah menjadi Gubernur Sunda Kecil. Kisah ini menjadi catatan sejarah dan cerita rakyat di Pegayaman. Catatan itu diabadikan menjadi catatan di Kantor Desa Pegayaman hingga saat ini.
Kisah tersebut yakni ketika Gubernur Teuku Daudsjah berkunjung ke Pegayaman. Itu terjadi pada tahun 1958.
Yang menjadi cerita menarik, seperti dituturkan para penglingsir Pegayaman, bahwa pada tahun jadul itu, Pegayaman sudah menjadi perhatian para pemimpin penting. Hal ini mengundang suatu pertanyaan, apa yang membuat para pemimpin wilayah ini tertarik mengunjungi Pegayaman?
Padahal bisa dibayangkan kondisi Pegayaman pada saat itu. Belum ada jalan besar. Sementara jembatan yang menghubungkan diantara sungai di Pegayaman hanyalah terbuat dari bambu sebatang.
Apakah yang membuat daya tarik Pegayaman untuk dikunjungi? Analisa penulis, karena Pegayaman merupakan desa mayoritas penduduknya Islam yang taat dan fanatik, berada di tengah mayoritas penduduk pulau Bali yang Hindu.
Insyaallah Gubernur Teuku Daudsjah merupakan seorang Muslim yang merasa bersaudara dan rasa saling menyatu dalam persaudaraan iman dan Islam.
Yang menarik lagi, saat Gubernur Teuku Daudsjah menuju Desa Pegayaman, beliau ditandu oleh warga Pegayaman dari pertigaan Desa Pumahan menuju ke Desa Pegayaman. Inilah yang menjadi cerita rakyat di Pegayaman sampai sekarang.
Gubernur Teuku Daudsjah saat itu ditandu karena jalan menuju ke Pegayaman masih merupakan jalan setapak dari pertigaan Pumahan dan jembatannya terbuat dari bambu.
Kedatangan Gubernur Teuku Daudsjah ke Pegayaman diabadikan oleh seorang warga dengan memberi nama pada anaknya yakni Daudsjah. Anak tersebut lahir tepat pada saat Gubernur Teuku Daudsjah berkunjung ke Desa Pegayaman.
Peristiwa kedatangan Gubernur Teuku Daudsjah ke Pegayaman pada tahun 1958 tersebut membuktikan bahwa Pegayaman semenjak dari zaman dahulu menjadi perhatian semua kalangan. Itu karena peran penting Pegayaman pada masa Kerajaan Buleleng, yang menjadi bagian penting dari pasukan I Gusti Ngurah Panji Sakti dalam mempertahankan wilayah kerajaannya dari tahun 1648.
Pegayaman ikut membangun Buleleng dari zaman kerajaan sampai sekarang. Bila dilihat di era Gubernur Bali Wayan Koster menjadikan Pegayaman sebagai obyek pembangunan berbagai megaproyek, seperti proyek jalan pintas shortcut, tower Turyapada tertinggi didunia, serta patung sejarah Panji Landung.
Hal ini memberi isyarat, bahwa barokah para penglingsir Pegayaman yang disebut dengan istilah Sri Haji Kumpi Bukit oleh Wayan Suprah, dalam buku Babad Buleleng, yang diterbitkan Yayasan Hindu Bali Denpasar Badung, 1974, halaman 24.
Dikatakan “pinalih Kinan Sri Haji akuwu Maring alas pegatepan kang irananan Pegayaman wanah”. Artinya “konon Sri Haji dahulu bertempat di alas pegatepan sekarang disebut Pegayaman.”
Ungkapan babad ini dikutip dari skripsi Ketut Daimudin Hasyim, tahun 1977, berjudul “Problematika Dakwah Islamiyah di Kabupaten Buleleng”.
Kekuatan sejarah Pegayaman yang diceritakan secara foklor di setiap warga Buleleng, didukung oleh fakta-fakta sejarah baik dalam babad, Catatan Belanda, dan analis serta interpretasi para penulis sejarah perkembangan dan masuknya Islam di wilayah Bali pada umumnya dan Buleleng pada khususnya.
Entah apakah peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Pegayaman merupakan kebetulan atau memang suratan takdir Pegayaman, yang memang Allah menggariskannya untuk menjadi kajian umat dalam sinergi dakwah dalam rentetan kisah yang berkelanjutan.
Dari peristiwa Sumpah Panji Landung yang terjadi di rimba Pegayaman dan sekarang dibuatkan patungnya di Pegayaman. Kemudian terlibatnya Pegayaman dalam menyukseskan keselamatan penyerangan ke selatan dari peristiwa Batukaru sampai peristiwa Mengwi, dan penyelamatan Kerajaan Gelgel dari pemberontakan Maruti di tahun 1686.
Juga keterlibatan penglingsir Pegayaman dalam penyerbuan I Gusti Anglurah Panji Sakti ke Blambangan di tahun 1959, yakni penyebuan kedua ke Bambangan, serta penyebuan Pasuruan di tahun 1697, sebagai penyerbuan ketiga dari Kerajaan Buleleng.
Dan perlu diketahui juga ketika Banjar bergolak di tahun 1868 M. Kumpi Pan Muhammad Musa juga punya andil dalam gerakan peperangan tersebut.
Dan ketika pulau Lombok bergolak, konflik antara kekuatan Sasak dan Anak Agung Karangasem sebagai pemegang pemerintahan Mataram Sasak, Mekel Muhammad Saleh dari Pegayaman ditugaskan sebagai mediator pengaman bumi Sasak pada saat itu. Beliau berasal dari Pegayaman. Itu terjadi di tahun 1891 M.
Pada zaman Revolusi Kemerdekaan, penurun bendera Belanda di Pelabuhan Buleleng, yakni Anwar Bek, juga dari Pegayaman. Serta tiga pahlawan Maman Fauzi, Maman Bahrul, Maman Harunan, adalah pejuang yang berasal dari Pegayaman.
Belum lagi yang harus kita ingat bahwa zona wilayah Pegayaman adalah daerah tempat bersembunyinya dan tempat pengaturan strategi para pemuda pejuang dalam menghadapi para penjajah pada saat itu, tahun 1942 ke atas.
Mungkin semua kisah inilah yang menuntun umat Islam Pegayaman selalu lurus-lurus saja dalam menerima program pemerintah. Dan kita selalu berharap kedepan program pemerintah berdampak positif untuk generasi Pegayaman.
Warga Pegayaman tidak boleh tinggal diam dalam menyikapi kondisi ini. Warga Pegayaman harus mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan yang memadai dan yang dibutuhkan sesuai perkembangan zaman.
Ini menjadi tanggung jawab semua pihak di Pegayaman. Para orangtua harus diberi kesadaran bagaimana memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Pemerintah Desa juga harus menyikapi semua kondisi perkembangan di Pegayaman, siapapun pemimpinnya.
Para guru umum dan guru agama harus memberikan pengajaran dan motivasi terhadap anak-anak didiknya serta para orangtua mereka.
Semua harus bersinergi menghadapi kondisi ini. Insya Allah, semua hal yang menjadi harapan dan kehawatiran kita akan terjawab kedepan. Amiiin yaa Rabbal Alamin. []
*) Penulis adalah Pemerhati Sejarah dari Pegayaman