Oleh R. Azhari *)
DALAM tradisi masyarakat Loloan menyebut kata tipat lepas atau ketupat lepas erat kaitannya dengan kuliner yang hanya ada pada saat tertentu dan untuk kerabat terbatas. Junjungan talam (porsi hidangan) yang diantar kepada kerabat dekat ini hanya merupakan ungkapan simbolik, tetapi dibalik semua itu memberi makna pesan tentang segala sesuatu yang telah dilewati untuk memperoleh kebahagiaan.
Dengan melihat kekhasan bentuk porsi hidangan yang dihantarkan, pihak penerima sudah dapat menebak maksud dan tujuan pemberian itu sambil diselingi percakapan ringan. Dihiasi ketipat lepas, kuah rebung, nangka, udang, kacang panjang ditaburi urapan parutan kelapa, hidangan ini sebagai penutup keinginan yang telah tersampaikan.
Ada berapa alasan mengapa hidangan tipat lepas ini menjadi cara untuk mengungkapkan sesuatu dari kedua orang yang telah menyelesaikan hajatan perkawinan anaknya setelah empat puluh hari. Hal ini dilakukan sebagai tanda sudah cukup waktu melayani kebutuhan kedua pengantin selama menjalani bulan madu, tanpa melakukan kegiatan apapun.
Sebelum mengantarkan junjungan talam, pihak keluarga akan menghubungi beberapa kerabat dekat atau orang yang dituakan. Dan pada saat kedatangannya nanti untuk mendapat petuah dan doa agar kelak rumah tangganya rukun dan sejahtera.
Sikap bijak ini menuntun agar kedua pengantin lebih dewasa menjalani bahtera rumah tangga dengan melepaskan ketergantungan kepada kedua orang tuanya.
Dan lain pula makna tipat lepas yang dibuat orangtua ketika anaknya baru melahirkan anak pertama. Nampak suasana kebahagiaan dan kegembiraan melihat cucu.
Sejak melahirkan sampai paska persalinan orangtualah yang melayani segala kebutuhan hingga kesehatannya pulih kembali. Setelah empat puluh hari menjalani masa persalinan, ibu yang baru melahirkan mulai menyesuaikan diri merawat dan menjaga bayi agar tetap tumbuh sehat.
Makna tipat lepas yang diantarkan ke beberapa tetangga menandai kambuhan (bersih tubuh dari segala kotoran) dengan permohonan doa agar si ibu dan bayi tetap sehat dan dijauhkan dari petaka.
Dari sekian banyak bentuk ketupat, hanya ketupat lepas dianyam dengan satu atau dua lembar daun janur dan dengan sekali menarik ujungnya, maka lepas seluruh anyamannya.
Bila ditelusuri, tradisi tipat lepas mulai diperkenalkan oleh nenek moyang dahulu, ketika pemuda-pemuda suku bangsa Bugis mengawini gadis-gadis Bali sehingga diterima sebagai warna budaya. []
*) Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Budaya dari Loloan Timur