Komunitas Muslim di Kampung Pabean Sangsit, Buleleng (2)

Masjid Jamik Al Munawarah dan Kuburan Tua

Jumat (16/6/2023), pengurus Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI), yakni Amoeng Abdurrahman, Ketut Muhammad Suharto, Nyoman Dodi Irianto dan Yahya Umar mengunjungi Kampung Muslim Pabean Sangsit. FPSI Buleleng diterima sesepuh dan tokoh Kampung Muslim Pabean Sangsit, yakni Sa’dan, Abdul Kadir dan Arifin. Dari cerita sesepuh dan tokoh tersebut terkuak sejarah keberadaan masyarakat Muslim Kampung Pabean, Desa Sangsit, Buleleng, Bali ini. Berikut laporan kedua dari kunjungan silaturahmi tersebut.

JEJAK sejarah keberadaan komunitas Muslim di Kampung Pabean Sangsit, Buleleng, Bali bisa ditelusuri dari keberadaan masjid dan kuburan tua. Nama masjid di Kampung Muslim Pabean Sangsit adalah Masjid Jamik Al Munawarah.

Lantas kapan masjid ini didirikan? Siapa pendirinya? Menurut tokoh masyarakat MuslimKampung Pabean Sangsit, Abdul Kadir, kakek buyutnya yang mendirikan Masjid Jamik Al Munawarah tersebut.

Masjid Jamik Al Munawarah Sangsit

Menurutnya, masjid ini semula berupa musholla dan merupakan tempat ibadah keluarganya. Suatu waktu, kakek buyutnya dikasih lahan oleh Puri Buleleng. Karena itu, kemudian kakek buyut Abdul Kadir membangun masjid.

“Masjid ini lalu dijadikan tempat ibadah untuk masyarakat umum (Muslim),” katanya.

Nama “Al Munawarah”, kata dia, untuk mengingat jasa pamannya yang paling kecil yang bernama Munawar.”Jadi leluhur kami yang mendirikan masjid ini,” jelas Abdul Kadir.

Ada fakta menarik tentang Masjid Jamik Al Munawarah Sangsit ini. Menurut Abdul Kadir, suatu saat Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) pernah berkunjung ke masjid ini. Cak Nun datang bersama sejarawan dari Inggris.

Saat Cak Nun ke Sangsit, Masjid Jamik Al Munawarah masih menggunakan tiang kayu. Demikian juga mimbarnya. Di tiang kayu dan mimbar tersebut ada ukirannya. Menurut Abdul Kadir, Cak Nun saat itu melihat ukiran-ukiran tersebut. Dan Cak Nun menjelaskan, ukiran-ukiran di Masjid Jamik Al Munawarah itu sama persis dengan ukiran di Pura Beji Sangsit.

“Kayaknya satu tukang. Itu model ukiran Buleleng tahun 1400-an atau 1600-an. Pokoknya sama dengan ukiran yang ada di Pura Beji,” kata Abdul Kadir.

Sayangnya, Abdul Kadir dan masyarakat tidak punya dokumentasi ukiran yang ada di tiang dan mimbar Masjid Jamik Al Munawarah tersebut. “Tiang kayu dan mimbar yang berisi ukiran itu sudah hancur dimakan rayap,” ujarnya.

Sementara kuburan tua yang ada di Kampung Muslim Pabean Sangsit menggunakan nisan khas kuburan suku Bugis. Ada yang terbuat dari kayu dan ada yang terbuat dari batu.

Bentuk nisan tersebut seperti botol, dengan ukuran tinggi sekitar 0,5 meter. Ada bagian yang menggelembung di tengah agak ke atas. Dan meruncing di bagian atasnya.

Kuburan tua tersebut merupakan makam leluhur dari warga Muslim Kampung Pabean Sangsit. Mereka menurunkan anak cucu yang sekarang jumlahnya sekitar 200 KK. (bs)

Bersambung ………….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *