Ada Kolaborasi Baleganjur-Hadrah di Gebyar Festival Agustus Desa Pengastulan Bali

BULELENG – Kolaborasi seni baleganjur dan seni hadrah mewarnai Gebyar Festival Agustus Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Selain itu, berbagai lomba dan pertandingan dilaksanakan dalam kegiatan yang digelar oleh PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) Desa Pengastulan tersebut.

Lomba dan pertandingan tersebut antara lain lomba merias, olah raga tradisional seperti tarik tambang, sepak bola khusus emak-emak berdaster hingga gerak jalan bernuansa hiburan.

Tidak itu saja, tari Rejang massal pun digelar, termasuk kolaborasi baleganjur dan hadrah yang memadukan dua bentuk kesenian Islam dan Hindu yang hidup rukun berdampingan di desa tersebut.

Warga tampak begitu terhibur. Mereka berbaur menjadi satu bergembira dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Ketua Tim Penggerak PKK Desa Pengastulan  Kadek Eta Hermayanti, A.Md Keb, mengatakan, kegiatan serangkaian HUT ke-77 Kemerdekaan RI kembali digelar. Selain untuk hiburan juga untuk membangkitkan kembali gairah masyarakat yang selama dua tahun ini vakum dari perayaan HUT RI.

”Paling tidak masyarakat akan terhibur dan kembali merajut kebersamaan setelah selama dua tahun nyaris vakum akibat Covid-19,” katanya.

Atas terselenggaranya acara tersebut, ia mengaku bergembira dengan sambutan masyarakat yang diluar dugaan. Semua elemen masyarakat bahu membahu menjadi bagian kegiatan sehingga acara yang berlangsung selama 3 hari sejak Kamis (4/8/2022) hingga Minggu (7/8/2022) berlangsung lancar dan sukses.

“Yang menarik, selain acara Pengastulan Fashion Week dan tari Rejang massal ada kolaborasi baleganjur dan hadrah ikut mewarnai kegiatan tersebut. Khusus kolaborasi baleganjur dan hadrah dua unsur etnik berpadu yakni kesenian etnik Hindu dan Islam, yang dibawakan dengan apik oleh warga kami,” ujarnya.

Semetara itu Perbekel/Kepala Desa Pengastulan, Putu Widyasmita, mengatakan, terselenggaranya kegiatan Gebyar Festival Agustus merupakan upaya merajut kebersamaan diantara sesama warga, terutama ibu-ibu PKK.

Selaku Perbekel, Widyasmita mencoba menggali potensi di desanya untuk dikolaborasikan sehingga menjadi energi untuk membangun desanya.

“Semua potensi berusaha kami satukan sehingga menjadi semangat yang sama untuk membangun desa tanpa melihat perbedaan dan latar belakang,” katanya. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *