WASPADAI FENOMENA GERAKAN TANAH DAN DAMPAK LA NINA

JAKARTA – Wilayah Indonesia bagian tengah dan timur memiliki potensi gerakan tanah cukup tinggi pada bulan Oktober. Hal itu tidak berbeda jauh apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni September 2020, sebagaimana menurut laporan kebencanaan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Minggu (11/10/2020).

Adapun beberapa wilayah tengah dan timur Indonesia yang berpotensi terjadi pergerakan tersebut meliputi Sulawesi Tengah bagian tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan bagian utara, Kepulauan Maluku dan Papua.

Di sisi lain, PVMBG juga mencatat bahwa potensi pergerakan tanah tersebut mulai meluas ke sejumlah wilayah di Indonesia seperti sepanjang Pulau Sumatera di bagian barat dari Aceh hingga Lampung, Pulau Jawa di bagian barat dan selatan, Kalimantan Barat di bagian timur, Kalimantan Tengah bagian tengah, Kalimantan Timur bagian tengah dan Kalimantan Utara.

Dalam hal ini, PVMBG telah mencatat adanya peristiwa gerakan tanah pada Oktober di beberapa wilayah seperti Kabupaten Tabanan di Bali pada Sabtu (10/10/2020), Kabupaten Aceh Jaya di Aceh pada Sabtu (10/10/2020) pukul 10.30 WIB, Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat pada Sabtu (10/10/2020) pukul 01.00 WIB, Kabupaten Mamasa di Sulawesi Barat pada Kamis (8/10/2020) pukul 18.30 WITA dan Kabupaten Sinjai di Sulawesi Selatan pada Jumat (9/10/2020) pukul 04.00 WITA.

Menurut analisa sementara, terjadinya gerakan tanah tersebut dipicu oleh sejumlah faktor seperti lereng yang curam, terdapat retakan di atas bukit tanah pelapukan yang tebal dan labil, adanya saluran drainase yang kurang baik dan terjadinya hujan lebat sebelum dan saat terjadi gerakan tanah.

Indonesia Hadapi Fenomena La Nina

Berdasarkan prakiraan cuaca harian dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hujan yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang berpotensi terjadi di beberapa wilayah Indonesia hingga Senin (12/10/2020). Adapun wilayah tersebut meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Riau, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo dan Maluku.

Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa beberapa provinsi di Indonesia memang sudah memasuki musim penghujan. Adapun musim hujan menjelang penghujung tahun 2020 ini memiliki curah hujan yang lebih tinggi dan melebihi di atas normal mencapai 20-40 persen.

Menurut Dwikorita, hal itu disebabkan karena adanya pengaruh fenomena La Nina. Akan tetapi diperkirakan tidak akan sama di setiap wilayah. Lebih lanjut, Dwikorita juga mengingatkan bahwa curah hujan tinggi akibat dari dampak La Nina tersebut dapat terjadi pada tingkat bulan. Artinya, beberapa hari dalam satu bulan dapat terjadi hujan lebat bahkan ekstrem.

“Ini yang harus diwaspadai secara dini,” ujar Dwikorita di Jakarta, Minggu (11/10/2020).

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, mengatakan bahwa fenomena La Nina yang dihadapi Indonesia saat ini dapat berdampak pada potensi bahaya hidrometeorologi yang lebih buruk.

Selain pergerakan tanah, dampak La Nina juga dapat memicu terjadinya angin kencang, gelombang tinggi/pasang hingga banjir bandang. Oleh sebab itu, BNPB merekomendasikan agar seluruh pemangku kebijakan tiap-tiap daerah mulai dari tingkat provinsi hingga pemerintah desa dapat melakukan upaya kesiapsiagaan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.

“Pastikan seluruh organisasi perangkat daerah provinsi sudah mempersiapkan sumber daya dalam mendukung kesiapsiagaan,” kata Lilik di Jakarta, Minggu (11/10/2020).

Terkait peningkatan kapasitas masyarakat dengan dukungan pemerintah daerah, Lilik meminta agar penyampaian informasi dapat dilakukan dengan baik sehingga pesan dapat diterima dan tidak menakuti masyarakat. “Sosialisasikan informasi kepada masyarakat dengan bijak, jangan menakuti-nakuti,” kata Lilik.

Lebih lanjut, Lilik juga mengimbau setiap keluarga untuk mengidentifikasi risiko bencana yang ada di sekitar. Kesiapsiagaan sejak dini dibutuhkan untuk memastikan tidak adanya korban jiwa apabila terjadi peristiwa ekstrem. “Diskusikan dengan anggota keluarga maupun komunitas di masyarakat terkait dengan potensi ancaman bahaya yang ada di sekitar sehingga risiko bencana dapat dihindari,” pungkas Lilik. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *