DENPASAR – Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Bali berpendapat, kasus Drummer Superman Is Dead (SID), I Gede Ary Astina alias Jerinx, seharusnya diselesaikan dengan dialog intelektual, ketimbangan pidana. Sangat tidak bijak menyelesaikan kasus Jerinx dengan memenjarakannya.
Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM PWPM Bali, Yoga Fitrana Cahyadi, Kamis (13/8/2020), dalam konferensi persnya di Kopi Satu, Denpasar, menyampaikan, selaku pimpinan wilayah Pemuda Muhammadiyah Bali, ia menyayangkan penahanan terhadap Jerinx.
Menurutnya, penahanan yang dikenakan terhadap Jerinx tidaklah bijak untuk dilakukan. Pasalnya, pernyataan Jerinx tersebut merupakan ekspresi kemarahan dan ketidakpuasan publik dalam penanganan Covid-19.
Kata dia, penahanan terhadap Jerinx tersebut merupakan bagian dari pengekangan terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Ia meminta agar wacana yang diutarakan Jerinx melalui medsos harus dijadikan pemicu untuk menghadirkan diskursus publik yang lebih sehat, ketimbang menggunakan UU ITE untuk menjerat seniman tersebut.
Untuk itulah, pihaknya meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melalukan dialog intelektual ketimbang memenjarakan Jerinx dalam menyelesaikan kasus tersebut. “Terkait dengan permasalahan dengan Ikatan Dokter Indonesia sebaiknya ditempuh dengan jalur dialog secara intelektual. Sangat tidak bijak untuk memenjarakan seseorang dikarenakan masalah demikian,” papar advokat muda ini.
Ia pun meminta negara agar tidak menerapkan pasal-pasal karet, seperti Undang-undang ITE untuk memasung hak dan kebebasan berpendapat yang justru menurut dia dilindungi oleh konstitusi yakni Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28.
“Kami menghimbau agar negara tidak menerapkan pasal-pasal karet dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kami Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah berpegang pada Pasal 28 UUD 1945,” tegasnya. (bs)