- Oleh : Yuyun Diah Kemuning Sari, Ana Safitri, Kadek Mahima Candra Cahyani, Nia Septinawati, Novaelia Br Ginting, Made Verin Arya Kusuma
BAYANGKAN sebuah tempat di ujung barat Pulau Bali, dimana lautnya tak sekadar biru, melainkan berkilau seperti batu permata di bawah sapuan mentari senja. Itulah Pantai Tanjung Budaya di Desa Pemuteran: hamparan pasir-pasir yang lembut di telapak kaki yang mengundang perenang amatir, serta taman terumbu karang yang berdenyut dengan kehidupan laut.
Sumber bahari yang ada di sini tentu bukan mitos belaka yang hanya dibidik kamera DSLR oleh pengunjung. Rumput laut yang jernih dan kerang mutiara yang menanti tangan terampil untuk diolah tentu mengharapkan pengunjung untuk membawanya pulang.
Sayangnya, permata itu tanpa etalase, berupa infrastruktur yang memadai, fasilitas yang ramah pengunjung, dan tata kelola yang terintegrasi. Semua hal tentang permata tersebut hanya diketahui oleh orang yang “kebetulan” mengetahuinya.
Sementara sampah plastik menjelajahi bibir pantai, akses jalan yang berlubang membuat nelayan dan pengunjung menyerah sebelum sampai di laut, serta koral yang memucat menanti penyelamatan. Permata ini tetap terbungkus debu dan tidak tampil maksimal pada panggung pariwisata Bali.
Dalam membentuk pariwisata berkelanjutan, masyarakat dapat membentuk “etalase” yang belum maksimal secara bersama. Melalui perbaikan infrastruktur, menginisiasi kawasan bersih sampah, hingga menggandeng komunitas dan pengembang ekowisata. Hal ini tentu akan mulai meningkatkan pola ekonomi dan berdampak bagi masyarakat.
Potensi Pantai Tanjung Budaya
Menilik potensi keindahan Pantai Tanjung Budaya di Desa Pemuteran. Sepanjang mata memandang disuguhkan oleh hamparan pasir berwarna gelap dan air laut yang bersih dan jernih. Daya tarik utama pantai ini berada di bawah laut.
Pantai Tanjung Budaya memiliki pemandangan bawah laut yang begitu menakjubkan, dengan beraneka ragam ikan hias, terumbu karang, penyu, dan terdapat taman bawah laut (sea garden). Dengan potensi keindahan yang dimiliki Pantai Tanjung Budaya, menjadikannya tempat wisata yang nyaman untuk menyelam yaitu snorkeling dan diving, serta aktivitas lainnya bagi wisatawan.
Selain itu, tersedia area khusus konservasi terumbu karang yang berpotensi sebagai area edukasi apabila wisatawan berkeinginan mengetahui lebih banyak tentang pelestarian ekosistem bawah laut. Jadi, Pantai Tanjung Budaya memiliki potensi besar sebagai tempat rekreasi sekaligus edukasi. Tetapi, diperlukan tinjauan lebih lanjut dari berbagai pihak terkait agar potensi yang dimiliki dapat menarik lebih banyak wisatawan.
Bahkan untuk memasuki area Pantai Tanjung Budaya tidak dipungut biaya sepeser pun. Para pengunjung dapat dengan mudah menikmati keindahan matahari terbit dan terbenam sembari mengabadikan momen di spot foto ayunan kayu bertuliskan “Tanjung Budaya Pemuteran”.

Kondisi Pantai Tanjung Budaya Pemuteran Saat Ini
Pantai Tanjung Budaya menyimpan keindahan alam yang luar biasa memanjakan mata. Hamparan pasir yang lembut serta birunya air laut seakan-akan seperti sebuah permata yang tertutup debu (berharga, tapi tak terlihat). Di balik pesonanya, pantai ini memiliki tantangan serius dalam hal infrastruktur dan fasilitas yang masih kurang memadai serta tata kelola yang kurang terintegrasi.
Masalah paling mendasar adalah perihal infrastruktur seperti akses jalan yang rusak, dan jaraknya yang jauh dari pusat pemerintahan, namun minim transportasi. Fasilitas umum juga nyaris tidak tersedia, seperti toilet, tempat parkir, hingga tempat sampah, semuanya minim.
Di samping itu, minimnya kuliner atau kurangnya variasi makanan membuat pengunjung harus mempersiapkan bekal makanan dari rumah, yang mana hal ini tentu kurang memaksimalkan pengalaman wisata mereka. Karena di pantai, kuliner bukan sekadar makanan, tapi sebuah petualangan rasa yang sejalan dengan deru ombak.
Tak hanya itu, tata kelola seharusnya menjadi pondasi utama. Tanpa pengelolaan yang baik dan terencana, Pantai Tanjung Budaya ini bisa rusak sebelum sempat dikenal masyarakat luas. Minimnya peran pemerintah dan tidak adanya koordinasi dengan masyarakat membuat pantai ini seperti dibiarkan tumbuh sendiri.
Pembangunan berjalan tanpa aturan, pelestarian lingkungan diabaikan, dan masyarakat lokal belum benar-benar dilibatkan. Jadi siapa yang bertanggung jawab? Dan apa rencana jangka panjangnya? Sayangnya masih kabur, belum ada regulasi atau arah pembangunan yang jelas.
Sementara itu, promosi maupun branding pantai ini masih nyaris nihil. Sehingga banyak orang belum mengetahui keindahan yang ada di Pantai Tanjung Budaya. Padahal, di era digital seperti sekarang, promosi bukan lagi hal yang sulit dilakukan. Jika tidak segera diperkenalkan ke publik secara konsisten, potensi besar ini akan terus tersembunyi dan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang “kebetulan tahu”.
Rekomendasi Kebijakan
1. Pemerintahan
Desa Pemuteran di Buleleng, Bali memiliki potensi besar sebagai desa wisata, khususnya wisata pantai. Untuk menjadikannya destinasi berkelanjutan, diperlukan kolaborasi berbagai pihak melalui pendekatan Pentahelix.
Pemerintah memiliki peran penting sebagai pengarah pembangunan, pembuat kebijakan, serta penghubung antar unsur seperti pelaku usaha, masyarakat, akademisi, dan media. Sejalan dengan pernyataan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bahwa “pengembangan desa wisata tidak bisa dilakukan sendiri, harus ada kerjasama yang saling mendukung.” Dengan kolaborasi yang dipimpin oleh pemerintah, Pemuteran dapat berkembang tanpa kehilangan karakter dan kelestariannya.
2. Akademisi
Akademisi, seperti dari Prodi Pendidikan Sosiologi Undiksha, berperan sebagai sumber pengetahuan dan perancang strategi pengembangan yang relevan dan berkelanjutan. Mereka menyusun rekomendasi kebijakan, mendorong pemberdayaan masyarakat dan UMKM, serta mengadakan kegiatan partisipatif seperti sarasehan.
Selain itu, akademisi juga aktif dalam penelitian dan publikasi sebagai bentuk edukasi masyarakat. Peran akademisi dalam kerangka Pentahelix sangat krusial dalam memastikan pembangunan Pemuteran memberi dampak positif bagi semua pihak.
3. Dunia Usaha
Pantai Pemuteran, destinasi wisata populer, menghadapi tantangan serius akibat kurangnya pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini menghambat masyarakat lokal untuk meraih manfaat ekonomi optimal dari pariwisata yang berkembang. Dengan pengembangan UMKM yang lebih pesat, masyarakat lokal dapat terlibat lebih banyak dalam industri pariwisata dan menikmati keuntungan langsung.
UMKM dapat menawarkan produk seperti makanan dan minuman khas, kerajinan tangan, produk olahan laut, dan souvenir unik yang mencerminkan keunikan daerah. Dengan demikian, produk-produk ini dapat memperkaya pengalaman wisatawan dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan sirkulasi ekonomi berkelanjutan serta memperkuat pelestarian budaya lokal. Dengan demikian, Pantai Pemuteran dapat menjadi destinasi yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga memberdayakan ekonomi masyarakat lokal melalui pengembangan UMKM yang dinamis.
4. Komunitas
Di Desa Pemuteran, pengelolaan wisata bisa dilakukan oleh komunitas lokal dengan menerapkan ekowisata. Masyarakat berperan sebagai pemandu wisata dan pelaku usaha yang mempertimbangkan lingkungan dengan membatasi jumlah wisatawan agar ekosistem tetap terjaga.
Sebagian keuntungan dari wisata digunakan untuk pengembangan fasilitas dan konservasi alam.
Komitmen terhadap kualitas layanan dijalankan melalui pelatihan dalam hospitality, bahasa, dan manajemen pariwisata. Untuk konservasi terumbu karang, komunitas menggunakan teknologi Biorock dan mendirikan zona konservasi laut yang terlindungi dari aktivitas merusak. Pendidikan masyarakat menjadi prioritas, dengan program penyuluhan bagi nelayan dan penyelam tentang pentingnya menjaga ekosistem laut.
Pemuda diberdayakan melalui pelatihan keterampilan pariwisata dan kewirausahaan, serta kegiatan budaya yang melestarikan tradisi lokal. Komunitas juga membentuk kelompok nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menerapkan sistem perikanan berkelanjutan. Pelatihan teknik budidaya ikan dan strategi pemasaran membantu nilai jual hasil tangkapan.
Pembentukan koperasi nelayan mendukung pengelolaan keuangan dan akses permodalan, sementara kerja sama dengan lembaga konservasi memastikan praktik perikanan tetap ramah lingkungan. Dengan langkah-langkah ini, Pemuteran dapat menjaga keberlanjutan ekosistem dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
5. Media
Media memainkan peranan penting dalam pengembangan Pantai Tanjung Budaya sebagai destinasi wisata unggulan dengan memperkenalkan dan mempromosikan keindahan pantai melalui berbagai platform seperti media sosial dan publikasi online. Mereka dapat melaksanakan kampanye promosi menarik, menerbitkan testimoni pengunjung, serta memanfaatkan pemasaran digital untuk meningkatkan visibilitas pantai.
Kemitraan dengan influencer perjalanan dan pengorganisasian acara seni serta budaya lokal juga dapat menarik minat wisatawan. Dengan strategi ini, media tidak hanya efektif dalam mempromosikan Pantai Tanjung Budaya, tetapi juga berkontribusi pada pariwisata berkelanjutan serta pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga memperkuat citra pantai sebagai destinasi yang menarik dan berkelanjutan.
Pantai Tanjung Budaya di Desa Pemuteran memiliki keindahan alam luar biasa yang layak dijadikan destinasi wisata unggulan. Namun, potensi besar ini belum dimaksimalkan karena kurangnya infrastruktur, fasilitas, pengolahan terpadu, serta promosi yang memadai. Permata ini tersembunyi karena belum adanya etalase yang layak untuk menampilkan kepada publik.
Diperlukan kolaborasi lintas sektor melalui pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media. Pemerintahan perlu mengambil peran aktif dalam penyusunan regulasi dan pembangunan infrastruktur, akademisi memberikan rekomendasi ilmiah dan strategi pengembangan, pelaku usaha mengembangkan UMKM untuk mendukung lokal, komunitas menjaga berkelanjutan lingkungan melalui ekowisata, serta media mempromosikan daya tarik pantai secara luas.
Dengan sinergi yang kuat antarpihak, Pantai Tanjung Budaya tidak hanya dapat dikenal luas, tetapi juga berkembang secara berkelanjutan tanpa kehilangan identitas lokalnya. Pemuteran tidak hanya memiliki permata, tetapi juga memiliki etalase yang megah yang mampu untuk menarik perhatian dunia. []
*) Para penulis adalah mahasiswa Prodi Sosiologi, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja