Ini Pandangan Fraksi-fraksi DPRD Bali Terhadap Perubahan Perda Pungutan Bagi Wisatawan Asing

DENPASAR – DPRD Provinsi Bali, Selasa (8/4/2025), menggelar rapat paripurna dengan agenda pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali dan Raperda Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2025-2055.

Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Provinsi Bali, Dewa Made Mahayadnya, tersebut dihadiri Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta.

Fraksi PDI Perjuangan lewat pembicaranya, I Nyoman Suwirta, sepakat terhadap perubahan Raperda Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali, sepanjang aspek formulasi perubahan tersebut mampu memperkuat kepastian hukum, menjaga harmonisasi, dan kesesuaian, serta menjamin keberlanjutan tujuan 

pembentukan Raperda. 

“Kemudian, kami Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali memberikan catatan dalam porsi 

pengawasan secara holistik, bahwa setiap perubahan yang dilakukan tidak boleh membuka celah bagi penyimpangan teknis pelaksanaan pungutan, komersialisasi yang berlebihan, maupun penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan hasil pungutan, yang pada akhirnya dapat merugikan serta menjatuhkan citra dan marwah kearifan lokal Bali perspektif pandangan komunitas internasional,” ujar Suwirta.

Fraksi PDI Perjuangan juga sependapat terkait format penambahan substansi kerjasama pungutan dengan mitra manfaat atau collecting agent, dalam rangka optimalisasi dan efektivitas teknis pelaksanaan pungutan yang mana hal tersebut menjadi salah tujuan utama dari kebijakan pungutan ini. 

Menurut Suwirta, untuk lebih memberikan kepastian hukum dan juga menghindari keragu-raguan dalam pelaksanaanya nanti, perlu diatur lebih lanjut mengenai kriteria dan syarat perseorangan yang dapat menjadi mitra manfaat atau collecting agent serta teknis pelaksanaan kerjasama, sehingga perihal pengawasan pun ke depan dapat dilakukan secara lebih komprehensif. 

“Hal ini perlu menjadi pencermatan mengingat sekalipun format penyelenggaraan pungutan dirumuskan untuk menjalin sinergi melalui partisipasi multipihak dan merupakan bukti keterbukaan Pemerintah Provinsi Bali, perlu dipersiapkan teknis yang matang sehingga perjanjian kerja sama menjadi sah, terukur dan sepenuhnya berorientasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelas Suwirta.

Menyikapi dinamika daerah dan situasi di masyarakat yang sangat dinamis, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali memandang perlu dilakukan pencermatan holistik sebagai inventarisasi antisipasi celah dan kekosongan dalam pelaksanaan kebijakan ini. 

Oleh karena itu, untuk memastikan implementasi yang lebih efektif dan menghindari adanya ambiguitas dalam pelaksanaannya, sekiranya perlu adanya pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur, yang diharapkan seluruh proses dan mekanisme pungutan dapat berjalan dengan jelas, terukur, dan lebih terarah, serta memberikan jaminan kepastian hukum, yang pada akhirnya dapat mendukung tercapainya tujuan utama kebijakan ini, yaitu pelindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali secara berkelanjutan.

Fraksi Gerindra-PSI lewat pembicaranya, I Kade Darma Susila, menyatakan, substansi Raperda tentang PWA, pada Pasal 13A menyebutkan pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan pungutan bagi wisatawan asing dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain selaku (a). mitra manfaat atau (b). collecting agent. Fraksi Gerindra-PSI memandang perlu untuk mendapat penjelsan dari Gubernur, siapa yang dimaksud dengan “pihak lain”, apa parameter obyektifnya sehingga pihak lain layak diajak kerjasama. 

“Dan bagaimana fungsi pengawasan dapat dipastikan berjalan dengan baik dalam pelaksanaan kerjasama tersebut?” tanya Darma Susila.

Soal pengaturan besarnya imbal jasa, kata dia, pada Raperda secara kuantitatif diatur dan 

ditetapkan paling tinggi 3 % (tiga persen). Fraksi Gerindra-PSI berpandangan, kenapa pilihannya pada angka 3, kenapa tidak menggunakan angka yang lain? 

Fraksi Gerindra-PSI mengusulkan bahwa persentase mesti diatur secara proposional sesuai dengan jumlah pungutan yang masuk, karena jika ditetapkan paling tinggi 3% sangat potensial akan menggunakan persentase tertinggi tanpa menghitung jumlah pungutan yang diterima.

“Demikian juga dengan bentuk kerjasama yang akan dilakukan, Fraksi Gerindra-PSI berpandangan sebaiknya dituangkan dan dibuat secara notariil,” tegas Darma Susila.

Fraksi Partai Golkar lewat pembicaranya, Ni Putu Yuli Artini, S.E., menyatakan, penambahan substansi/materi muatan Raperda Pungutan bagi Wisatawan Asing (PWA), mengenai kerjasama, di mana pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan pungutan bagi wisatawan asing dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama. 

“Kami mendorong Gubernur memprioritaskan kerja sama dengan pengusaha lokal Bali dengan harapan agar pengusaha lokal bisa lebih maju, kuat, dan berkembang. Selama ini beberapa pungutan yang dilakukan di bandara, seperti retribusi parkir dan tollgate selalu dikerjasamakan dan jatuh ke pihak pengusaha nasional. Sementara pengusaha lokal hanya menjadi penonton di 

rumahnya sendiri,” ujar Yuli Artini.

Fraksi Partai Golkar mengharapkan persentase hasil Pungutan bagi Wisatawan Asing (PWA) dan juga Pajak Hotel dan Restoran (PHR) hendaknya diprioritaskan untuk kepentingan pariwisata dalam arti luas dan berkesinambungan. Seperti untuk peningkatan kualitas 

pelayanan serta penataan obyek dan kawasan wisata, penanggulangan sampah, kebersihan pantai, perbaikan infrastruktur jalan wisata, pelestarian kebudayaan dan lingkungan hidup di Bali.

“Terkait dengan pemungutan dan penggunaan hasil PWA, perlu diatur secara khusus dan tegas agar Pungutan bagi Wisatawan Asing yang diatur dalam Perda ini tidak tumpang tindih dengan 

Pungutan bagi Wisatawan Asing di obyek destinasi wisata di kabupaten/kota seluruh Bali,” tegasnya. 

Fraksi Demkrat-Nasdem lewat pembicaranya, I Gusti Ayu Mas Sumatri, menyatakan, penerapan Perda Nomor 6 Tahun 2023, tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing, mulai diberlakukan sejak 14 Februari 2024. Namun, setelah setahun berlalu, ternyata masih ditemukan kendala yang begitu signifikan. 

Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan asing ke Bali pada tahun 2024 sebanyak 6,3 juta lebih wisatawan, namun baru 2,1 juta wisatawan yang membayar pungutan atau sekitar 33,5℅. 

“Dan setelah dilakukan kajian dan evaluasi, Fraksi Partai Demokrat-Nasdem bersepakat dan setuju untuk dilakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali agar kelak melakukan pungutan terhadap wisatawan asing tidak terdapat kendala sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal dan sesuai harapan,” katanya.

Fraksi Demokrat-Nasdem mengusulkan dilakukan perubahan terhadap Pasal 1 Angka 15 pada frasa “seseorang atau kelompok” diganti dengan “perusahaan atau lembaga”. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *