Gus Miftah dan Penjual Es Teh

  • Oleh Dwi Pandewanto  

BELAKANGAN ini, media sosial dihebohkan oleh cuplikan video yang menampilkan Gus Miftah, seorang pendakwah ternama, melontarkan kata-kata yang kurang pantas. Dalam video tersebut, beliau mengatakan “gob**k” kepada seorang penjual es teh.  

Tentu saja, ucapan tersebut menimbulkan polemik, karena dianggap tidak layak keluar dari lisan seorang pendakwah. Apalagi seorang publik figur yang seharusnya menjadi panutan. Sosok yang diharapkan memberikan nasihat dan teladan justru melontarkan kata-kata yang dapat melukai hati orang lain. 

Namun, sikap si penjual es teh, yang bernama Pak Sunhaji, sungguh menginspirasi. Meski dihina di hadapan umum, beliau menanggapinya dengan senyuman, menahan rasa malu dan sesak di hati dengan penuh kesabaran.  

Dari kejadian ini, ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik. Pertama, pentingnya menjaga lisan, terutama bagi mereka yang menjadi sorotan publik. Sebagai figur yang dikenal luas, kata-kata dan sikap seseorang akan selalu diperhatikan, sehingga perlu kehati-hatian agar tidak melukai perasaan orang lain.  

Kedua, kita bisa belajar dari Pak Sunhaji tentang keikhlasan dan kesabaran. Meski dihina, beliau tetap tenang, tanpa menunjukkan amarah atau kebencian. Sikap rendah hati dan penuh keikhlasan ini justru membuka pintu hikmah yang tak terduga. 

Kejadian tersebut memantik simpati dari masyarakat luas. Banyak yang tergerak untuk memberikan bantuan kepada Pak Sunhaji, mulai dari tawaran umrah gratis hingga berbagai bentuk dukungan lainnya. Semua ini menjadi bukti bahwa kesabaran dan keikhlasan dapat menghadirkan berkah yang luar biasa.

Kejadian ini juga mengingatkan kita bahwa pangkat, kedudukan, dan popularitas bukanlah ukuran kemuliaan di mata Allah. Bisa jadi, orang yang tampak hina di mata manusia justru mulia di hadapan-Nya, sementara yang dipuja-puja manusia belum tentu mendapatkan kemuliaan serupa di sisi Allah.  

Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai refleksi. Berhentilah sibuk mencari kekurangan orang lain, karena mengoreksi diri sendiri jauh lebih bermanfaat. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” Semoga kejadian ini menjadi pengingat untuk senantiasa menjaga lisan, memupuk kesabaran, dan menanamkan keikhlasan dalam setiap langkah hidup kita. []

*) Penulis adalah Guru MA Syamsul Huda Tegallinggah

Satu tanggapan untuk “Gus Miftah dan Penjual Es Teh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *