DESA Pegayaman menjadi salah satu benteng pertahanan ekosistem Buleleng, Bali. Jika ekosistem di wilayah ini rusak, khususnya di Dusun Amerta Sari, Pegayaman atas, maka ekosistem di Buleleng juga akan ikut rusak. Tak bisa dibayangkan dampaknya terhadap masyarakat Buleleng jika itu terjadi.
Ketua Lab Inovasi Ulil Albab Denpasar, yang juga pakar eco-techno farming, Ir. Suprio Guntoro, pernah menyatakan, Desa Pegayaman merupakan benteng ekosistem Buleleng yang harus tetap dipertahankan. Menurutnya, kalau ekosistem di Pegayaman rusak, akan rusak daerah di bawahnya. Dan tugas mulia ini, kata dia, harus diambil orang Pegayaman.
Ya memang harus ada yang bersedia memikul tugas mulia ini. Tugas mulia menjaga benteng ekosistem Buleleng demi keselamatan manusia dan bumi. Bumi Buleleng khususnya. Menjaga kelestarian ekosistem di wilayah itu bisa dikatakan merupakan suatu perjuangan, suatu jalan jihad.
Tugas mulai itu kini dijalankan para petani di Dusun Amerta Sari, Pegayaman. Salah satunya adalah Wayan Inwan. Pria ini merupakan Ketua Kelompok Tani Sari Mekar Dusun Amerta Sari, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.
Wayan Inwan sangat peduli dengan ekosistem di wilayahnya. Misalnya, demi menjaga benteng ekosistem Buleleng, ia dan kelompoknya tetap mempertahankan tanaman kopi. “Kopi ini kan sumber mata air. Kalau di sini tidak ada pohon kopi, sumber mata air akan habis. Buleleng akan kena dampaknya,” katanya dalam sebuah obrolan di Dusun Amerta Sari, beberapa waktu lalu.
Memang, seperti pernah disampaikan Ir. Suprio Guntoro, agar tetap menjadi benteng ekosistem di Buleleng, ekosistem di Pegayaman tidak boleh terganggu, terutama tanaman kopi.
Menurut Ir. Suprio Guntoro, bagian bawah tanaman kopi, yakni akarnya, tidak hanya bisa menyimpan air, tetapi juga akan memperbaiki siklus air, sehingga air bisa mengalir ke bawah. Itulah sedekah yang diberikan pohon kopi kepada manusia.
Sementara bagian atas pohon kopi juga memberikan sedekah kepada manusia. Menurut Ir. Suprio Guntoro, sebelum berbuah, pohon kopi sudah memproduksi oksigen. Pohon kopi yang berumur 3-4 tahun, memproduksi oksigen 2 kg setiap harinya. Sementara satu orang, setiap harinya perlu oksigen 0,5 kg.
Jadi, satu pohon kopi memberikan oksigen kepada 4 orang per hari. Bayangkan jika ada ribuan pohon kopi, berapa besar oksigen yang diproduksi setiap harinya yang disedekahkan kepada manusia.
Selaku Ketua Kelompok Tani Sari Mekar, Wayan Inwan selalu mengingatkan kepada anggota dan kelompoknya betapa pentingnya mempertahankan tanaman kopi. Ia selalu melakukan pendekatan-pendekatan kepada petani dan menjelaskan apa yang cocok ditanam dan yang harus dikembangkan di daerah ini.
Selain sebagai sumber mata air dan oksigen bagi manusia, kopi juga menjanjikan pendapatan yang layak bagi petani. Oleh karena itu, Kelompok Tani Sari Mekar terus melakukan perluasan tanaman kopi.
“Di Pegayaman saat ini ada 75 ha garapan pertanian kopi organik. Kami juga tengah berusaha memperluas menjadi 100 ha. Kelompok petani organik di sini ada 50 KK, dengan beragam luasan lahan pertanian kopi organik yang mereka garap. Ada yang 2 ha dan sebagainya. Semua kopi organik yang ditanam di sini jenis arabika,” jelas Wayan Inwan.
Menurutnya, dengan harga kopi yang saat ini terus meroket, lebih mudah mengajak warga untuk tetap mempertahankan kopi. Bahkan petani yang dulu meninggalkan tanaman kopi, sekarang banyak yang kembali menanam kopi.
Kata Inwan, permintaan kopi di dunia saat ini terus meningkat. “Dari Belanda tahun ini meminta 20 kontainer. Ini tentu harus kami penuhi,” katanya.
Di Amerika Serikat kebutuhan kopi juga meningkat. Dulu di negara Paman Sam itu, penikmat kopi ada 50 persen. Sekarang sudah mencapai 90 persen. Jadi, terus ada peningkatan jumlah penikmat kopi.
Wayan Inwan mengatakan, pihaknya selalu berusaha memenuhi permintaan kopi untuk ekspor, baik ke Amerika Serikat maupun Belanda. Kata dia, pihaknya berusaha setiap 1 hektar lahan tanaman kopi menghasilan 1 kwintal kopi kering setiap tahunnya. “Kalau perawatan tanaman kopinya maksimal, hasilnya juga akan maksimal,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, untuk terus mengembangkan dan memperluas tanaman kopi di Pegayaman, pihaknya selalu menyediakan bibit-bibit untuk ditanam oleh petani. Ini dilakukan setiap tahun. “Sebab, dari tahun ke tahun kami pasti kekurangan kopi seiring terus meningkatnya permintaan,” katanya.
Inwan mengakui banyak gangguan dan tantangan untuk tetap mempertahankan kopi. Dulu pernah digencarikan tanaman porang. Banyak petani di Dusun Amerta Sari yang tergiur. Ia harus meyakinkan petani bahwa tanaman porang tidak cocok dibudidayakan di wilayah ini. Selain itu, pasar porang juga belum jelas.
“Akhirnya yang menanam porang gagal total. Padahal sudah saya bilang saat itu, dengan ketinggian di sini tidak cocok ditanami porang. Porang tak mau hidup di sini,” tandasnya. (Bersambung)