Komunitas Muslim di Kampung Pabean Sangsit, Buleleng (1)

Ada Ikatan Darah dengan Keluarga Kerajaan Klungkung

Jumat (16/6/2023), pengurus Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI) Buleleng, yakni Amoeng Abdurrahman, Ketut Muhammad Suharto, Nyoman Dodi Irianto dan Yahya Umar mengunjungi Kampung Muslim Pabean Sangsit. FPSI Buleleng diterima sesepuh dan tokoh Kampung Muslim Pabean Sangsit, yakni Sa’dan, Abdul Kadir dan Arifin. Dari cerita sesepuh dan tokoh tersebut terkuak sejarah keberadaan masyarakat Muslim Kampung Pabean, Desa Sangsit, Buleleng, Bali ini. Berikut laporan kunjungan silaturahmi tersebut yang ditulis secara berseri.  

KOMUNITAS Muslim yang tinggal di Banjar Dinas Pabean, Desa Sangsit, Buleleng memiliki sejarah yang menarik. Masyarakat di Kampung Muslim Pabean Sangsit ternyata punya ikatan darah dengan Kerajaan (Puri) Klungkung. Dan juga punya peran penting dalam keluarga Kerajaan (Puri) Buleleng.

Menurut sesepuh Kampung Muslim Pabean Sangsit, Sa’dan, warga kampung ini banyak yang berasal dari Bugis Mandar. Namun, karena usianya yang cukup sepuh (80 tahun), Sa’dan tidak banyak ingat tentang sejarah bagaimana nenek moyangnya tiba di Sangsit.

Sementara tokoh Kampung Muslim Pabean Sangsit, Abdul Kadir, menceritakan, kakek buyutnyalah warga Muslim pertama yang datang ke Pabean Sangsit. Mereka datang berombongan dengan menggunakan 5-6 perahu phinisi. Mereka berlabuh di Pelabuhan Sangsit.

Pelabuhan Sangsit sendiri diperkirakan sudah ada sejak zaman Majapahit. “Zaman Majapahit, pelabuhan ini katanya sudah ada,” jelas Abdul Kadir.

Mengutip cerita-cerita dari sesepuh Kampung Muslim Pabean Buleleng, ia menuturkan, sejak 1400-an sudah ada warga Bugis di Pabean Sangsit. “Kalau dibilang 1700-an masih agak lamaan,” katanya.

Abdul Kadir yakin warga Bugis lebih dulu ke Sangsit dibandingkan ke Kepaon Denpasar. “Ke utara dulu (Sangsit Buleleng-red), baru ke Kepaon. Itu cerita orang-orang tua kami dulu,” ujarnya.

Lantas bagaimana hubungan warga Kampung Muslim Pabean Sangsit dengan Puri Klungkung? Abdul Kadir menceritakan, Dewa Agung (tidak disebutkan Dewa Agung yang mana-red) dari Kerajaan Klungkung banyak mempunyai saudara. Empat orang di antaranya dikejar-kejar Belanda karena memberontak. Karena dikejar-kejar Belanda, empat saudara Dewa Agung ini melarikan diri ke Sulawesi. Di tempat baru ini, mereka dengan perempuan-perempuan Bugis dan menjadi muallaf.

“Ada yang kawin di Bugis. Ada yang kawin di Kangean,” tutur Abdul Kadir. “Cucu-cucu mereka inilah yang kembali ke sini (Sangsit, Buleleng, Bali-red),” tambahnya.

Abdul Kadir mengatakan, ada keluarga dari Puri Klungkung yang mencari keluarganya ke Kampung Pabean Sangsit. Orang Puri Klungkung tersebut memiliki data silsilah keluarga. “Ternyata data beliau nyambung dengan data keluarga kami di sini,” jelas Abdul Kadir yang bekerja di PLN Gianyar ini.

Kata dia, pihak Puri Klungkung mengakui bahwa keluarga dirinya adalah keturunan Puri Klungkung. Menurut Abdul Kadir, bentuk pengakuan tersebut antara pamannya yang paling tua (meninggal tahun 2022 lalu) sering dipanggil ke Puri Klungkung kalau ada acara. Misalnya kalau ada acara pernikahan di Puri Klungkung.

“Kami diakui oleh keluarga Puri Klungkung sebagai bagian dari keluarga puri,” ujar Abdul Kadir.

Menurutnya, ada keluarganya di Penarukan Singaraja. Yaitu Dewa Putu Tunjung. Hingga saat ini hubungan keluarga Abdul Kadir dan keluarga Dewa Putu Tunjung masih terjalin dengan baik. (bs) 

Bersambung …………

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *