Oleh Umar Ibnu AlKhatab
DALAM sebuah pertemuan, sebelum mengikuti acara Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-55 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan Badung di bulan April 2019, Pak Koster bertanya kepada saya. Apakah posisi saya sebagai Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali bisa diperpanjang menjadi tiga periode?
Saya menjawab bahwa secara aturan memang tidak bisa karena hanya bisa diperkenankan dua periode. Untuk bisa menjabat dua periode pun juga berdasarkan penilaian yang cukup ketat. Tetapi demi membuat pertemuan itu agak gayeng, saya katakan bahwa jika Pak Koster punya jaringan politik yang kuat maka jabatan saya untuk periode ketiga itu bisa terjadi.
Pak Koster tersenyum mendengar itu, lalu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Sutrisno, yang juga ada dalam pertemuan itu, menimpali bahwa jika Pak Koster ingin Pak Umar lebih lama di Bali bisa saja dikomunikasikan ke pusat.
Pak Koster tertawa, lalu mengatakan bahwa ia suka dengan kinerja saya sebagai Kepala Ombudsman Bali. Saya tersipu mendengar hal itu, saya tidak menyangka jika apa yang saya kerjakan selama ini di Bali mendapatkan perhatian dari banyak pihak, termasuk Pak Koster sebagai Gubernur Bali.
Sebagai Kepala Ombudsman Bali, saya berupaya untuk memaksimalkan kontribusi dan peran serta saya bagi kemaslahatan masyarakat Bali melalui tugas yang dimandatkan oleh undang-undang, yakni memajukan pelayanan publik dengan cara mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah secara rutin. Dan mandat itu saya lakukan dengan menggunakan “ombudsman’s ways” yang bersifat persuasif.
Untuk mendukung cara itu saya memakai pendekatan yang bersifat kontekstual, yakni pendekatan yang menghubungkan penyelenggara pelayanan publik dengan persoalan publik, baik yang diadukan ke Ombudsman Bali maupun yang saya dapatkan di lapangan. Dengan pendekatan ini, saya ingin membantu pemerintah untuk melihat dan merasakan persoalan publik secara langsung sehingga mereka segera mengambil keputusan atau membuat kebijakan yang berpihak kepada publik.
Mungkin pendekatan semacam ini sangat disukai sehingga hubungan Ombudsman Bali dengan para penyelenggara pelayanan publik, termasuk dengan Pak Koster sebagai Gubernur Bali, sangat konstruktif. Saya menduga, pendekatan yang saya gunakan ini kompatibel dengan pandangan hidup masyarakat Bali yang menghayati filosofi Tri Hita Karana yang mengakrabi manusia dan alam dalam satu tarikan nafas. Oleh karenanya, kehadiran saya sebagai Ombudsman Bali dianggap bisa membantu mereka menghadapi persoalan yang muncul dari masyarakat.
Pak Koster sendiri dalam banyak acara di mana saya hadir di dalamnya selalu menyebut saya dalam sambutannya. Misalnya beliau mengapresiasi baju endek yang saya kenakan, menyatakan bahwa saya rajin menghadiri setiap acara, bahkan pernah beliau mengirim pesan agar saya harus hadir dalam sebuah acara di Klungkung, dan di dalam acara di Klungkung itu beliau menyatakan bahwa ia merasa lega atas kehadiran saya karena apa yang ia kerjakan mendapatkan perhatian dan pengawasan dari Ombudsman Bali.
Kadang beliau tak sungkan meminta para peserta acara untuk bertepuk tangan untuk kehadiran saya. Tentu saja, saya sangat terkesan dengan perlakuan Pak Koster terhadap saya di depan publik. Meskipun demikian, sebagai Ombudsman Bali, yang tidak boleh larut dengan perlakuan yang cukup istimewa itu, saya tetap mengawasi beliau, tetap kritis menyikapi apa yang dikerjakan oleh beliau sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Kadang saya mengirimkan pesan agar beliau segera mengambil langkah atas masalah yang terjadi. Kadang beliau menelpon saya untuk menjelaskan kebijakannya. Saya yakin beliau membaca pikiran dan komentar saya di media tentang kebijakannya dan apa yang perlu beliau perhatikan sebagai seorang gubernur.
Respon beliau terhadap apa yang saya sampaikan diperlihatkan dengan perbaikan yang terukur. Beliau tidak memperlihatkan gestur tertekan dengan apa yang saya sampaikan di media, justru beliau makin menyadari perlunya masukan dari Ombudsman Bali. Pernah beliau mengirimkan pesan bahwa apa yang saya sampaikan itu sesuai dengan apa yang ia pikirkan.
Ketika saya menyambangi beliau di rumah jabatan untuk menyatakan pamit dari tugas sebagai Kepala Ombudsman Bali karena berakhirnya masa tugas saya di Bali, saya menyampaikan terima kasih atas kerjasamanya selama saya bertugas, terutama atas kontribusi Pemerintah Provinsi Bali terhadap eksistensi Ombudsman Bali. Telah banyak hal positif yang telah dicapai bersama, dan saya berharap akan ada kerjasama lanjutan yang lebih konstruktif dengan pimpinan Ombudsman Bali yang baru.
Pak Koster juga menyampaikan terimakasih atas sumbangsih Ombudsman Bali terhadap perbaikan pelayanan publik di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bali. Saat saya meninggalkan rumah jabatannya, di depan pintu, Pak Koster mengutarakan agar saya bisa bergabung dalam kelompok ahli yang telah ia bentuk sebelumnya.
Saya menyatakan sanggup, rupanya Pak Koster menilai positif kiprah saya. Bagaimana pun, peluang yang disiapkan Pak Koster merupakan kesempatan bagi saya untuk membantu beliau. Saya meninggalkan rumah jabatan dengan hati yang plong, dan ketika menunggu konfirmasi dari Pak Koster soal keikutsertaan saya dalam kelompok ahlinya, saya menerima penghargaan “Kerthi Bali Sewaka Nugraha atas perbuatan mulia dalam melaksanakan kebijakan, program, kegiatan, dan pelayanan kepada masyarakat bersama Pemerintah Provinsi Bali demi mewujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dari Pemerintah Provinsi Bali yang diserahkan oleh Pak Koster pada tanggal 28 September 2022 di Gedung Ksirarnawa Denpasar.
Akhirnya, pada pertengahan bulan Oktober 2022, saya dihubungi oleh Kepala Badan Riset Daerah Provinsi Bali. Beliau mengabari bahwa saya masuk dalam kelompok ahli pembangunan Pemerintah Provinsi Bali. Beliau pun kemudian mengirimkan Surat Keputusan Gubernur Bali tentang hal itu.
Saya langsung teringat kembali dengan momen ketika hendak meninggalkan rumah jabatan Gubernur Bali pada bulan Juni 2022 yang lalu. dalam momen itu Pak Koster menyampaikan pesan agar saya bisa bergabung dalam kelompok ahlinya, dan beliau benar-benar menunaikan pesannya itu. Teman-teman jurnalis yang mengetahui hal itu kemudian mengucapkan selamat atas masuknya saya dalam kelompok ahli pembangunan.
Tentu saja saya bersyukur atas amanah yang saya peroleh dari Pak Koster. Kepercayaan Pak Koster akan menambah pengetahuan dan pengalaman saya, dan yang terpenting bahwa kepercayaan ini akan membuat saya memiliki ruang untuk kembali berkiprah lagi di Bali kendati dalam posisi yang lain, wallahu a’alamu bish-shawab.
Tabanan, 17 November 2025
*) Penulis adalah Mantan Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali

