- Dewan Pakar ICMI Orwil Bali Telah Siapkan 2 Teknologi Andalan
DENPASAR – Membicarakan krisis air pada saat ini, terkesan kurang relevan, mengingat hampir setiap hari hujan mengguyur kota Denpasar dan sebagian besar wilayah lain di Bali. Namun perlu diingat, sekitar 3-4 bulan lagi kita akan memasuki musim kemarau.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2019, dari sebanyak 318 sungai yang ada di Bali, sebanyak 45 persen mengering di musim kemarau. Dan sejak tahun 2020 ada dua kabupaten/kota di Bali yang mengalami defisit air, yakni kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Lima tahun kemudian (2024), jumlah sungai yang tanpa air di musim kemarau di Bali jumlahnya melonjak menjadi 57 persen. Dan sebagai dampaknya, jumlah kabupaten/kota di Bali yang defisit air bertambah menjadi 3 kabupaten/kota, bertambah satu, yakni Tabanan.
Jika setiap 5 tahun, ada 1 (satu) tambahan kabupaten/kota yang defisit air, maka sepuluh tahun lagi akan ada 5 kabupaten/kota di Bali yang defisit air. Artinya lebih dari 50 persen wilayah Bali yang defisit air.
Keadaan ini menjadi “lampu kuning” bagi masyarakat dan pemerintah daerah Bali agar bersiap dan bersiaga untuk menghadapi masa-masa sulit di Bali. Dan masyarakat maupun pemerintah daerah harus berusaha, keras untuk membuat Bali “mandiri air”.
Hal ini harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat Bali. Karena jika sampai seluruh Bali defisit air, mau kemana kita akan mencari air untuk bertahan hidup? Yang terdekat, kita bisa lari ke Jawa. Namun kondisi Jawa justru lebih parah dari Bali. Saat ini saja, jumlah wilayah Bali yang mengalami defisit air telah mencapai 33 persen. Sedangkan di Jawa, sudah 71 persen wilayahnya yang defisit. NTB mungkin kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan di Jawa.
Terkait dengan ancaman krisis air ini, seberapa jauh Pemprov Bali, dan Pemkab/Pemkot di Bali telah menyiapkan diri? Bagaimana sikap para tokoh masyarakat di Bali? Tampaknya belum ada kebijakan atau kesiapan yang jelas. Lalu, bagaimana dengan kesiapan ormas-ormas Islam di Bali dalam mengantisipasi ancaman krisis air tersebut? Hingga kini tampaknya belum ada komentar, rencana,atau aksi nyata dari ormas-ormas Islam.
Ditemui dalam acara pertemuan dengan petani di Desa Pegayaman, beberapa hari lalu, salah seorang anggota Dewan Pakar ICMI Orwil Bali, Ir. Suprio Guntoro, menyatakan bahwa ICMI tidak tidur. “Kami terus memantau dan mengamati fenomena ini. Dan terus bersiap untuk mengantisipasinya,” ujar Guntoro.
Menurut, Guntoro, saat ini Dewan Pakar ICMI Bali telah menemukan dua teknologi yang diharapkan mampu mengantisipasi ancaman krisis air tersebut. “Kami tidak diam. Kami terus bergerak, untuk mempersiapkan teknologi tersebut sebagai jalan keluar. Mulai dari pencarian komponen-komponen teknologi yang kecil-kecil melalui kegiatan riset di laboratorium. Lalu merakit komponen-komponen teknologi tersebut menjadi paket teknologi yang lengkap dan siap diaplikasikan di lapangan,” tandas Suprio Guntoro, tanpa mau menyebutkan nama dan bentuk teknologi tersebut.
Ketika didesak untuk memperkenalkan teknologi tersebut, anggota Dewan Pakar ICMI Orwil Bali ini masih enggan menyebutnya. “Pada saatnya anda akan tahu sendiri. Ada beberapa alternatif teknologi. Tapi masih perlu kami diskusikan dulu dengan para anggota Dewan Pakar ICMI Orwil Bali yang lain,” jawab Guntoro. (yum)
Orang kita ini jika kita perhatikan nampaknya kurang peduli dengan dirinya sendiri. Terbukti sikap mitigasi resiko yg akan mengancam dirinyapun tak permah dipikirkan, apalagi diantisipasi Bisanya hanya mengeluh jika bencana sudah terjadi. Pikiran saudara kita Suprio Guntoro ttg
hal ini sdh cukup lama saya dengar. Tapi faktanya sampai hari ini belum ada satupun Kelompok Masyarakat/Lembaga atau Ormas yg. merespon kekhawatiran ini. Sebagian besar umat Islam berpikiran jika bencana terkadi sudah taqdir, shg tinggal menyerah tak kuasa. Membangun kehidupan itu dianggap bukan tugas agama/manusia. Mereka anggap keber-agamaannya sudah selesai. Ibadah ritual itulah mereka anggap tujuan agama. Makanya membangun tempat ibadah sangat antusias,tetapi membangun kehidupan dianggap bukan tugas mereka yg diperintahkan Tuhan. Saya kagum dg.semangat dan energi saudara kita ini,walau dg keterbatasan phisik beliau tak pernah bosan dan lelah memikirkan kehidupan ini, sungguhpun kering dari publikasi media yg umumnya dipakai pencitraan. Sebenarnya ini adalah momentum strategis didalam mengajak/dakwah kepada berbagai komponen masyarakat ttg apa yg hendak diraih dari keyakinan kita. Intinya tidak banyak umat yg mau berpikir. Baca surah Al-Maun, jangan sampai kita termasuk yg celaka ,karena tak ada prestasi yg berguna yg kita kerjakan