Pementasan Wayang Wong Semarakkan Pembukaan Lovina Festival 2023

BULELENG – Wayang Wong ikut menyemarakkan rangkaian kegiatan Lovina Festival 2023 di Pantai Binaria Desa Kalibukbuk. Ini sejalan dengan upaya pelestarian dan pengenalan budaya khas Buleleng, khususnya Desa Tejakula, yang telah mendapat sertifikat sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco.

Demikian disampaikan Ketut Artha Swatara selaku Koordinator Penari Wayang Wong usai pentas di Lovina Festival, Jumat (21/7/2023).

Lebih jauh disampaikan oleh Swatara bahwa Wayang Wong merupakan sebuah tarian yang menceritakan kisah pewayangan Ramayana 7 Kanda dengan penari memakai topeng, baik sebagai pasukan Hanoman, Raja, maupun Dewi dan Parwa cerita Mahabrata tanpa menggunakan topeng.

Dikatakan, ada 2 kelompok Wayang Wong di Desa Adat Tejakula, yaitu tarian Wayang Wong Sakral dan tarian Wayang Wong Duplikat. Wayang Wong Sakral yang berkedudukan di Pura Pemaksan dipentaskan 2 kali saat Pengebek Piodalan dan Pengelebar di Pura Khayangan Tiga, Pura Pemaksan dan Pura Dangka dan hanya boleh dipentaskan di Desa Adat Tejakula.

“Anggota penari yang disebut krama dan di luar krama, namun berkeinginan maturan untuk menari dipersilahkan. Total 200 krama secara turun tumurun ngayah sebagai penari. Konon jika tidak meneruskan menjadi krama akan menjadi tidak beruntung,” ungkapnya.

Lebih lanjut ujar Swatara, Wayang Wong yang pentas hari ini merupakan Wayang Wong Duplikat dari Sekeha Guna Merti yang beranggotakan 40 orang, sebanyak 25 penari dan 15 penabuh. “Wayang Wong Duplikat sejak tahun 1990-an telah sering tampil baik di luar negeri maupun dalam negeri di hotel-hotel sebagai seni pertunjukan. Wayang Wong Duplikat diciptakan sejak tahun 1970 an oleh Penglingsir seniman Guru Sujana dan Bapak Tusan atas permintaan tamu-tamu sebagai seni tontonan,” jelasnya.

Disinggung tentang sejarah Wayang Wong, terang Ketut Swatara, sangat berhubungan terbentuknya sejarah desa dan kesenian desa. “Dahulu sejumlah kelompok dari Bangli dan Blahbatuh Gianyar membawa kesenian Gambuh dengan Parwa ke Desa Tejakula dan menjadi alkulturasi budaya tercipta kesenian Wayang Wong,” tuturnya.

Untuk regenerasi penari Wayang Wong, pihaknya bekerjasama dengan Camat Tejakula mengajar anak-anak hanya dengan membawa sampah plastik sudah bisa belajar tarian Wayang Wong. “Saat ini sebanyak 40 anak sangat antusias belajar menari sambil membuat kerajinan Ecobrik dari sampah plastik . Pengajarnya saya sendiri, anaknya Jro Dalang dan dari Krama,” imbuhnya.

Ia berharap, Wayang Wong khas Tejakula tetap eksis seperti dulu dikenal oleh banyak orang, diberikan wadah berkreasi. Pihaknya akan terus belajar dari para maestro dan menurunkan ke anak cucu, sehingga Wayang Wong ini tetap ajeg dan lestari. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *