TRADISI KAIN TENUN KHAS LOLOAN YANG BERTAHAN DARI ZAMAN KE ZAMAN

KAIN tenun saat ini sangat diminati oleh masyarakat, walau dari segi harga cukup lumayan. Di tengah semaraknya berbagai macam jenis kain tenun, kain tenun produk Loloan tetap masih banyak dicari oleh masyarakat Jembrana, karena kekhasan dan keunikannya dari kain tenun Loloan tersebut.

Ciri khas kain tenun Loloan, antara lain pada saat musim panas, kain tenun Loloan terasa dingin bagi pemakainya, dan sebaliknya jika saat musim dingin maka kain tenun Loloan akan terasa hangat bagi pemakainya. Menurut Rahmat Hidayat, salah seorang pelestari tenun Loloan, pada bulan-bulan tertentu yaitu menjelang Ramadhan, ataupun hari Raya Idul Fitri permintaan akan kain tenun Loloan semakin meningkat drastis.

Rahmad Hidayat merupakan generasi ketiga dari Datuk Suni yang mempopulerkan pemakaian alat tenun bukan mesin pada tahun 1950-an silam. Husin Suni, ayah kandung dari Rahmat Hidayat, menurunkan langsung tradisi menenun kain Loloan kepadanya. Sejak tahun 1970- an, Husin Suni tekun memproduksi secara massal kain tenun Loloan kepada masyarakat Loloan dan sekitarnya. Berkat perjuangan keras tersebut, maka kain Loloan semakin mendapatkan tempat di hati para penggunanya, sehingga para pengguna secara turun temurun juga mensyaratkan memakai kain tenun Loloan untuk generasi selanjutnya.

Di tengah himpitan berbagai mesin tenun yang serba otomatis, kain tenun Loloan tetap masih bertahan karena kualitas unik tersebut, dan juga motif dan warna kain dapat dipesan sesuai keinginan pemesan itu sendiri. Lebih jauh tentang proses pengendekan kain tenun Loloan yang membutuhkan waktu dari benang menjadi kain yang memakan waktu selama 3 hari, dengan meliputi berbagai tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Ngulur benang memerlukan waktu setengah hari. Benang-benang yang masih dalam bentuk gulungan, diuraikan dengan alat agar benang dapat berjajar sesuai dengan ukuran panjang ataupun pendeknya kain yang akan dibentuk.

2. Nampling proses pengesetan benang kurang lebih 2 jam. Pengesetan dilakukan dengan sangat hati-hati dan memerlukan penglihatan yang tajam untuk mengesetkan benang atau menata benang menjadi bahan untuk dapat diikat atau sering disebut dibebed.

3. Bebed, proses pengikatan sebelum pembuatan motif memerlukan waktu satu hari. Proses ini cukup banyak memerlukan waktu, karena benang-benang yang diikat haruslah standar sesua dengan motif yang akan ditampillkan pada kain tenun.

4. Nyelup, proses pemberian warna pada benang selama satu hari. Menggunakan bahan pewarna yang cukup kuat sehingga warna benang yang dicelupkan akan tidak mudah luntur.

5. Roeng, proses pembuatan motif kain dengan alat roeng kemudian dilanjutkan dengan blagbagan yang keduanya dilakukan selama satu jam.

6. Blagbagan, proses penyusunan benang setelah motif kain terbentuk.

7. Meleting, proses penggulangan benan pada alat letting memakan waktu kurang lebih 10 menit

8. Nenun kain dengan alat ATBM, proses ini memakan waktu satu hari. Biasa dikerjakan dengan pekerja wanita karena memerlukan tingkat ketelitian dan kesabaran yang tinggi, agar kain dapat ditenun dengan baik dan kuat.

Kain yang dihasilkan dari alat tenun bukan mesin, dijemur dengan menggantunkan bilah bambu di atas dan di bawah dalam kain tersebut, yang berfungsi untuk merapikan kain-kain tersebut. Perjalanan panjang selembar benang untuk menjadi kain memang cukup menarik untuk dikaji lebih mendalam, semoga tradisi menenun kain khas Loloan terus dapat bertahan di tengah kemajuan zaman yang terus menerus menemukan alat alat memudahkan dalam produksi produksi kain tenun. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *