- Catatan Eka Sabara, S.Pd.I
SATU lagi tradisi yang cukup unik hanya ada di Loloan, yaitu tradisi Ngewida’. Ngewida’ cukup unik karena hanya dilaksanakan pada 10 malam terakhir Ramadhan. Sesuai dengan artinya, Ngewida’ yakni membaca syair-syair pujian sebagai bentuk perpisahan akan bulan Ramadhan, bulan yang mempunyai malam seribu bulan.
Sekitar abad ke-18 Masehi hingga abad ke-19 Masehi, para tuan guru-tuan guru (sebutan ulama/orang alim di Loloan pada abad ke-18 Masehi), sangat bersedih menjelang tibanya 10 malam terakhir di bulan Ramadhan.
Kesedihan para tuan guru/ulama dahulu, ditumpahkan dalam bentuk pujian-pujian dengan menggubah syair-syair khas Bugis – Melayu Loloan, yang bertujuan untuk menghidupkan suasana 10 malam terakhir Ramadhan sampai akhir malam Ramadhan. Syair Ngewida’ yang cukup populer dibaca oleh para ahli wida‘ yaitu syair Rakbi.
Tradisi Ngewida’ ini dilakukan pada sekitar jam 12 malam hingga jam 2 pagi, dengan suara lengkingan yang cukup panjang dan tinggi, memecah kesunyian dan keheningan malam terdengar syair alunan kesedihan akan berakhirnya bulan Ramadhan.
Kata wida’ berasal dari bahasa Arab, yang berarti perpisahan. Oleh para ahli syair wida’ tradisi ini sering disebut Ngewida’, dan tradisi ini hanya ada di Loloan saja.
Wida’ sebenarnya merupakan warisan tradisi Bugis-Melayu Loloan, karena kata wida‘ juga berasal dari serapan bahasa Bugis yang berarti “selamat tinggal”.
Cerita langsung tentang kepercayaan masyarakat Loloan terkait bulan Ramadhan, yang diceritakan langsung oleh H. Ichsan kepada keponakannya yang bernama Suldan. Bahwa pada bulan Ramadhan para datuk-datuk kita mendapatkan remisi dari Allah SWT pulang ke rumah asalnya semasih di dunia fana ini.
Nah, selama satu bulan tidak ada pertanyaan dari Malaikat Alam Barzah, sehingga dengan syair wida’ itu membantu mengantar para datuk-datuk awak nih pulang lagi ke alam barzah, setelah dapat libur/remisi selama satu bulan di bulan Ramadhan. Libur satu bulan itu sama dengan libur setahun tidak mendapatkan pertanyaan dari Malaikat,” tutur H. Ichsan kepada Suldan saat itu. []
*) Penulis adalah Budayawan dari Loloan Barat