Menyerap Pikiran Kaum Intelektual

Oleh Umar Ibnu Alkhatab *)

SAAT menyampaikan sambutan pada malam apresiasi penghargaan bintang Parama Dharma yang diberikan oleh Presiden RI Joko Widodo kepada tokoh Bali dari Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Agung Sukawati (almarhum), Pak Koster menyatakan bahwa ia kerap menyerap berbagai pikiran yang baik dari pakarnya.

Bagi Pak Koster, menyerap pikiran dari pakar akan membuatnya memiliki sejumlah instrumen intelektual untuk membuat kebijakan yang memiliki dampak positif bagi masyarakat Bali saat ini maupun akan datang.

Secara lebih spesifik Pak Koster menyatakan bahwa para pakar di bidangnya tentu memiliki kapasitas intelektual untuk menjelaskan sebuah fenomena sosial dan memberikan saran yang berbasis teori yang dipahaminya, dan oleh karena itu kepakaran mereka sangat dibutuhkan untuk menunjang keputusan dan kebijakan yang akan diambilnya.

Ini berarti bahwa Pak Koster ingin agar para pakar menghadirkan ide, perspektif, dan juga paradigma dalam proses produksi kebijakan publik yang berkualitas ketika ia memimpin pemerintahan di Bali.

Dalam konteks ini, tentu saja kita minta agar para pakar yang menjadi bagian dari kepemimpinan Pak Koster tetap mampu menjaga kewarasan dan karakter dasar intelektual dengan berpikir bebas dan bertindak bijak sehingga semua kebijakan yang bersumber dari dialektika pemikiran dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

Masuknya para pakar dalam lingkungan kerja Pak Koster tentu menjadi peluang bagi para pakar itu untuk menunjukkan kualitas profesional mereka sebagai seorang intelektual dan menebalkan integritas mereka sebagai fondasi etik paling utama yang melandasi kerja intelektual mereka.

Tentu saja profesionalitas dan integritas merupakan kata kunci di dalam diri kaum intelektual agar tidak termasuk ke dalam kelompok yang disebut Peter Drucker, penulis berkebangsaan Austria, sebagai knowledge worker, yakni kaum berpengetahuan yang sibuk membantu pemegang otoritas demi memperoleh keuntungan materi semata.

Oleh karena itu, ketika kita mendengar isi sambutan Pak Koster bahwa ia menyerap pikiran para pakar, maka kita yakin bahwa Pak Koster memanfaatkan profesionalisme para pakar yang berada di sekelilingnya untuk menghasilkan produk politik yang berkualitas.

Keyakinan itu didasarkan pada integritas para pakar itu yang telah menjadikan kepakarannya sebagai panggilan hidup demi berbuat sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat banyak dengan menyumbangkan sesuatu yang bersumber dari kelebihan mereka.

Produk politik yang dihasilkan melalui dialektika pemikiran antara Pak Koster dan para pakar yang berada di dalam lingkungan kerjanya cukuplah banyak. Selama lima tahun masa kerjanya 2018-2023 ini telah dihasilkan kurang lebih 47 regulasi berupa peraturan daerah dan peraturan gubernur serta dilengkapi surat edaran.

Dan hasil kolaborasi intelektual yang paling penting adalah apa yang kita kategorikan sebagai warisan intelektual bagi masyarakat Bali ke depan, yakni Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali Menuju Bali Era Baru yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Provinsi Bali, Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125, dan Program Bali-Kerthi Development Fund (BDF) yang diluncurkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa.

Kesemua produk ini tidaklah mudah dihasilkan jika tidak melibatkan kaum intelektual di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa kaum intelektual dikategorikan sebagai golongan elite atau kelompok minoritas yang efektif dan bertanggung jawab atau dengan kata lain sanggup mengartikulasikan kepentingan publik dan mengkomunikasikannya kepada pemegang otoritas.

Pak Koster sendiri tentu menyadari peran penting kaum intelektual yang berada di sekelilingnya, dan karena itu ia tidak menyia-nyiakan keberadaan mereka untuk bersama-sama menghasilkan produk-produk politik yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat Bali.

Sebagai seorang gubernur yang memiliki pengalaman di dunia pendidikan dan politik tentu ingin menunjukkan kekhasannya sendiri di dalam mendekati persoalan-persoalan masyarakat dan yang terpenting adalah menunjukkan kualitas yang berbeda di dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Terlepas dari apakah semua produk politik yang dihasilkan melalui dialektika pemikiran itu tidak dapat memuaskan semua pihak, jalan yang diambil oleh Pak Koster dengan menyerap pikiran para pakar ini tentu sangat penting di dalam memberi bobot pada setiap kebijakan yang diambilnya.

Kita berharap bahwa tradisi yang bagus ini terus dijaga dan dilanjutkan karena menopang terciptanya pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance), setidak-tidaknya dimulai dari bagaimana mendebatkan setiap kebijakan yang akan dilahirkan.

Kita juga berharap agar ke depan Pak Koster selalu melibatkan kaum intelektual di dalam merumuskan setiap kebijakan dan keputusan nya. Bagaimana pun, sebagaimana yang dianjurkan oleh para guru di lembaga-lembaga pendidikan, jika kita tak mengetahui sesuatu, mintalah pendapat dari kaum cerdik cendikia, dan itu telah dilakukan oleh Pak Koster.

Akhirnya, dialektika pemikiran yang melibatkan kaum intelektual di dalam sebuah pemerintahan tidak saja diperlukan, tetapi juga dibutuhkan untuk menghasilkan output yang mampu memecahkan permasalahan dan memberikan solusi di bebagai bidang baik sosial, politik, ekonomi maupun budaya demi kemajuan dan kemaslahatan masyarakat. Wassalam.

Tabanan, 31 Agustus 2023

*) Penulis adalah Pengamat Kabijakan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *