Bali-kerthi Development Fund

Oleh Umar Ibnu Alkhatab *)

PADA tanggal 19 Agustus 2023 yang lalu, Gubernur Bali bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan sebuah lembaga yang diberi nama Bali-Kerthi Development Fund (BDF), sebuah lembaga yang diproyeksikan untuk dapat membantu pembiayaan alternatif untuk pembangunan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota melalui sumber-sumber pembiayaan yang lain.

Lembaga ini akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan dasar dan pelayanan publik tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Lembaga baru ini akan berada di bawah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu PT Jamkrida Bali Mandara. Sebagai anak perusahaan PT Jamkrida Bali Mandara, BDF berfungsi sebagai lembaga penghimpun dana untuk pembangunan dan investasi di Bali.

Kita menyambut baik keberadaan BDF ini karena ia merupakan lembaga baru dan untuk pertama kalinya dibentuk di Bali, dan mungkin saja di Indonesia, dengan tugas yang spesifik itu. Dari sisi kebaruan, tentu saja BDF merupakan terobosan baru dalam lintasan sejarah pembiayaan yang bersifat non-konvensional.

BDF akan menampung sumber-sumber pembiayaan non-konvensional yang kemudian dimanfaatkan untuk pembiayaan program yang tidak diakomodir dalam anggaran konvensional, seperti APBD dan APBN. Pak Koster sendiri dalam sambutannya menyatakan bahwa BDF akan menjadi lembaga mendorong transformasi ekonomi di Bali di masa depan.

Lembaga yang bersifat visioner ini tentu tidak diharapkan menjadi lembaga reksadana yang menghimpun dana dari masyarakat, pemodal, dan lain-lain untuk selanjutnya diinvestasikan dalam berbagai instrumen seperti saham, obligasi, dan instrumen keuangan lainnya.

Cara kerja reksadana ini tentu tidak sejalan dengan cara kerja BDF yang diproyeksikan untuk menjadi lembaga yang membiayai program-program yang tidak tersentuh oleh pembiayaan konvensional.

Semua dana yang dihimpun diharapkan bisa digunakan, misalnya, untuk merevitalisasi sektor pertanian di Bali guna mendukung Peraturan Gubernur Bali No. 99 Tahun 2018 Tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali, atau membiayai pengelolaan sampah demi mengefektifkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, dan lain sebagainya.

Efektivitas lembaga ini akan teruji jika benar-benar digerakkan untuk membiayai sektor yang tak terjamah oleh pembiayaan konvensional tetapi memiliki dampak besar bagi kemajuan Bali. Inisiatif pembentukan lembaga ini merupakan sebuah tindakan yang patut dihargai sebagai bentuk kesadaran Pak Koster sebagai pemimpin yang menginginkan kemajuan yang lebih menyentuh kebutuhan masyarakat.

Melalui BDF, Pak Koster ingin melakukan transformasi sosial yang luas dengan menggerakkan sumber daya dan sektor-sektor yang memiliki produktivitas rendah ke sektor-sektor yang lebih tinggi produktivitasnya. Dengan demikian, kehadiran BDF harus dimaksimalkan sebagai lembaga penghimpun dana yang produktif yang bisa melakukan transformasi sosial sebagaimana yang diinginkan pak Koster tersebut.

Hemat kita, BDF sangat dibutuhkan demi menutupi ruang-ruang yang tak tersentuh oleh pembiayaan konvensional, dan karena itu kita berharap agar BDF dipersiapkan dengan serius dengan menempatkan orang-orang yang profesional yang bekerja dengan ide-ide yang kreatif agar BDF bisa menjawabi kebutuhan masyarakat luas sehingga transformasi sosial yang diinginkan Pak Koster bisa terwujud.

Tabanan, 25 Agustus 2023

*) Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *