UNIVERSITAS Pendidikan Ganesha (Undiksha) mengukuhkan guru besar secara massal, selama dua hari, Rabu – Kamis, 18-19 Januari 2023. Tepatnya, ada 17 guru besar Undiksha dikukuhkan di Auditorium Undiksha.
Dari 17 guru besar tersebut, ada satu yang istimewa. Yakni Prof. Dr. I Wayan Widiana, S.Pd., M.Pd. Disebut istimewa, karena dialah profesor termuda yang dikukuhkan menjadi guru besar. Pada 5 Juli 2023 nanti, usianya baru 38 tahun. Ia lahir pada 5 Juli 1985.
Prof. Widiana memang layak menyandang guru besar di usia muda. Sederet prestasi akademik dan aktivitas non akademik menunjukkan betapa ia ‘berkapasitas dan berkualitas’ profesor.
Selama menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha, Prof. Widiana pernah dipercaya sebagai Staf Ahli Rektor. Juga memangku kursi Ketua Pusat Jurnal dan Publikasi, Ketua Simkatmawa, Ketua Tim PKM Undiksha, Sekretaris PPG Undiksha, Ketua Tim Percepatan Guru Besar dan Lektor Kepala, dan Wakil Dekan 2 Fakultas Ilmu Pendidikan.
Berbagai terobosan pernah dibuat sebagai bentuk komitmen dan produktivitasnya dalam bekerja. Prof. Widiana berhasil mengantarkan Undiksha memiliki 120 jurnal ber-ISSN dengan 97 jurnal terindeks Sinta dan 19 jurnal terindeks Sinta 2 (sampai akhir tahun 2022). Ia juga berhasil meningkatkan peringkat Simkatmawa Undiksha, yang pada tahun 2021 menjadi peringkat 13 nasional, dan peringkat 3 di BLU; mengantarkan 22 GB dan 21 LK pada tahun 2022.
Prof. Widiana juga ikut mengantarkan Fakultas Ilmu Pendidikan memperoleh 2 kali peringkat I dalam klasterisasi antar-fakultas di lingkungan Undiksha. Selain itu, I Wayan Widiana pernah bertugas sebagai reviewer PKKM, reviewer Simkatmawa, reviewer Mathcing Fund (Kedaireka), asesor Lamdik, reviewer akreditasi jurnal, asesor PPG, pengurus HDPGSDI, pengurus PPPGSDI, pengurus RJI, editor jurnal nasional dan internasional.
“Saya sangat senang dan bangga bisa ikut berkontribusi atas kepercayaan pemerintah dan masyarakat akademik dalam pengembangan kelilmuan lebih luas. Mudah-mudahan saya bisa berkontribuai optimal. Saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor (Prof. Nyoman Jampel-red) dan jajarannya serta semua pihak yang telah berkontribusi terhadap capaian saya ini,” kata Prof. Widiana, ketika diminta tanggapan atas pengukuhannya sebagai guru besar.
Meskipun menggapai capaian istimewa di dunia akademik, Prof. Widiana sebenarnya bukan berangkat dari keluarga yang istimewa. Ia hanyalah seorang anak desa. Desa terpencil lagi di pelosok Bali. Tepatnya ia lahir di Banjar Tunas Sari, Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Prof. Widiana lahir dari pasangan suami-istri, I Ketut Merta dan Ni Ketut Ngara. Ia anak pertama dari dua bersaudara. Adik kandungnya bernama Ni Komang Widiani. Selain itu, Prof. Widiana juga memiliki 3 saudara tiri, yaitu Ni Luh Mertariani (Bunter), I Made Suprawan, dan I Nyoman Suweca.
Mungkin tak ada yang menyangka, sosok dengan reputasi yang istimewa di dunia pendidikan ini, pada masa kecilnya pernah ditolak saat mendaftar di SD. Pada masa kecil dan remajanya, Prof. Widiana juga harus menanggung beban biaya pendidikannya sendiri.
Ya, I Wayan Widiana kecil sempat ditolak saat mendaftar di SD karena tidak memenuhi syarat, yaitu tidak bisa menyentuh daun telinga dengan tangannya. Ia kemudian dititipkan di sekolah yang terletak cukup jauh, sekitar 4-5 km dari jarak rumahnya.
Jarak jauh yang harus ditempuh dengan berjalan kaki dan status yang masih “titipan”, tidak menyurutkan niat I Wayan Widiana kecil untuk menuntaskan sekolahnya. Dengan perjuangan yang panjang, akhirnya 6 bulan kemudian ia bisa pindah ke SD 11 Tianyar (SD 5 Tianyar sekarang) yang dekat dengan rumahnya.
Perjuangan I Wayan Widiana tidak hanya sampai di sana. Selama masih mengenyam bangku sekolah dasar, dari kelas 3 SD sampai dengan kelas 6 SD, banyak kegiatan yang dia lakukan untuk sekadar mencari ”bekal” yang cukup. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sela-sela sekolahnya antara lain: berjualan es keliling yang saat itu disebut “es kaput”; berjualan makanan keliling; jualan ikan keliling; dan angkut-angkut barang bangunan.
Segala aktivitas yang dilakukan tersebut membuat I Wayan Widiana sangat menyukai mata pelajaran berhitung atau matematika. Bahkan setiap ada PR, ia selesaikan di sekolah karena sangat bersemangat menyelesaikannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, I Wayan Widiana, melanjutkan studi di SMPN 2 Kubu, kemudian di SMAN 1 Kubu. Selama duduk di SMP dan SMA, ia tetap membantu orangtuanya dengan mencari “bekal” sekolah sendiri. Tentu ia mengatur waktu sedemikian rupa agar apa dilakukannya itu tidak mengganggu aktivitasnya di sekolah.
Selama menjadi siswa SMP dan SMA, I Wayan Widiana bekerja sepulang sekolah di Toko Alita dari pukul 13.00 sampai 20.00 WITA. Proses yang sudah dilewati tersebut menjadikannya sebagai sosok yang ringan tangan dan produktif, diiringi dengan jiwa kepemimpinan yang tumbuh secara alami.
I Wayan Widiana sejak kecil memiliki bakat sebagai seorang guru. Dan itu memang cita-citanya. Dalam catatan riwayat hidupnya di orasi pengukuhannya sebagai guru besar, Prof. Widiana menuliskan, bahwa ketika ia menjelaskan materi sebelumnya kepada teman-temannya, ia sangat menjiwai dan senang. Bahkan teman-temannya lebih mudah mengerti jika dijelaskan oleh I Wayan Widiana, terutama materi yang bersifat hitungan dan sains.
Setelah tamat SMA, I Wayan Widiana ingin melanjutkan ke sekolah kedinasan kepolisian atau STPDN. Akan tetapi Tuhan berkata lain. Karena keadaan, harapan masuk di sekolah kedinasan tidak terwujud. Namun, ia tidak patah arang. I Wayan Widiana kembali memupuk mimpinya untuk menjadi seorang guru dengan langkah awalnya mendaftar di IKIP Negeri Singaraja. Saat itu, ia diantar oleh I Ketut Giri (Kepala Sekolah SMA N 1 Kubu waktu itu).
Langkahnya nyaris terhenti, karena pendaftaran sudah ditutup. Berkat kebijaksanaan Prof. Nyoman Dantes, akhirnya pendaftaran masih diterima di Program Studi Pendidikan Fisika.
Selama menempuh pendidikan sarjana, I Wayan Widiana tinggal di rumah Putu Suadarma selama 4 tahun. Sejak semester 5, I Wayan Widiana sering bertemu dengan I Nyoman Jampel (Rektor Undiksha saat ini) untuk berdiskusi tentang berbagai hal, mulai dari perkembangan pendidikan sampai pada diskusi tentang perkembangan kelembagaan. Karena seringnya diskusi, Jampel sudah dianggap sebagai orangtuanya sendiri.
Selama mengikuti pendidikan sarjana di Program Studi Pendidikan Fisika, I Wayan Widiana tidak tergolong anak yang pintar atau menonjol. Waktunya lebih banyak ia habiskan untuk mengikuti kegiatan organisasi intra dan ekstrakampus. Ia pernah ikut sebagai anggota PMI, pengurus HMJ Pendidikan Fisika, senat MIPA, pengurus KMHD Yowana Brahma Widya, KMHDI Buleleng, dan KMHDI Bali.
Setelah wisuda pada tahun 2007, karena keinginannya yang kuat untuk menimba pengalaman mengajar di perkotaan, I Wayan Widiana bekerja di SMP dan SMA Dwijendra Denpasar, dan di SMA N 3 Denpasar. Banyak pengalaman yang sudah didapatkan selama bekerja sebagai guru, laboran, pembimbing UKM KIR, dan pembimbing lomba.
I Wayan Widiana sudah 4 kali mencoba melamar CPNS sebagai guru Fisika, namun selalu gagal. Untuk menjawab keingintahuannya yang tinggi, I Wayan Widiana akhirnya memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang magister pada tahun 2008 dengan memilih Program Studi S-2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di Undiksha.
Setelah menyelesaikan studi pada akhir tahun 2010, I Wayan Widiana mencoba peruntungan melamar dosen di Universitas Pendidikan Ganesha dan diterima sebagai dosen di Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Setelah tercatat sebagai dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, I Wayan Widiana melanjutkan studi doktoral di Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2012-2016 pada program studi yang sama yaitu Program studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.
Di sela-sela mengenyam pendidikan, I Wayan Widiana menikah dengan Luh Ratna Rosalina yang disukainya sejak kuliah sarjana. Luh Ratna Rosalina lahir di Madenan, 16 Juni 1987 dari pasangan I Gede Jatia dan Ni Luh Kawiastri. Pernikahannya dengan Ratna Rosalina dikarunia 4 orang anak yaitu Ni Luh Arynka Rawidya Lawrasati (8 tahun), I Made Abyranka Nohan Ugrasena (6 tahun), Ni Komang Pryanka Tambira Pramesti (4 tahun), dan I Ketut Juwonka Angga Wicaksana (1 bulan).
Dalam pengukuhannya, Kamis (19/1/2023), Prof. Widiana menyampaikan orasi yang berjudul “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Metakognitif di Sekolah Dasar; Kajian Berpikir tentang Berpikir”. Menurutnya, salah satu cara menyiapkan siswa sekolah dasar yang kedepannya mampu bersaing di dunia global adalah dengan mengembangkan kemampuan berpikir metakognitif.
“Kemampuan berpikir metakognitif merupakan kesadaran seseorang tentang bagaimana peserta didik belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri,” katanya.
Prof. Widiana menyatakan, kemampuan berpikir metakognitif adalah kegiatan berpikir bagaimana berpikir yang dimulai dari merencanakan, memonitoring, dan merefleksi cara menyelesaikan suatu masalah.
Dalam implementasinya, kata dia, kemampuan berpikir metakognitif memberikan manfaat yang positif terhadap siswa yaitu: manfaat self-scaffold, emotions regulate, learning autonomy dan personal resilience. Ia mengatakan, bahwa kemampuan berpikir metakognitif bisa dipelajari dan dikembangkan.
Beberapa cara mengembangkan kemampuan berpikir metakognitif pada siswa sekolah dasar yaitu dengan cara: modeling, reporting, tracking change, questioning, assessing, revising, menitor performance, set great goals, feedback, fail to prepare.
Sedangkan untuk melihat keberhasilan dalam pengembangan kemampuan berpikir metagonitif dapat diukur dengan berbagai cara, bisa dengan mengembangkan instrumen sendiri dengan mengacu pada dimensi yang sudah ada, atau dengan menggunakan pola yang sudah ada seperti Lectical Reflective Judgment Assessment (LRJA01); Reasoning About Current Issues Test (RCI); International Critical Thinking Basic Concepts and Understanding Online Test; Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ); dan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). (bs)