JAKARTA – Anggota Kompolnas, Yusuf Warsyim, mengaku prihatin dan menyesalkan demo tolak Undang-Undang Cipta Kerja berlangsung anarkis di beberapa daerah. “Saya sebagai anggota Kompolnas sangat prihatin dan menyesalkan terjadinya unjuk rasa yang anarkis,” ujar Yusuf, Sabtu (10/10/2020).
Ia mengatakan, tidak sedikit fasilitas umum yang dibangun oleh uang pajak dirusak dan dibakar massa secara brutal. Bentrokan para pengunjuk rasa dengan polisi yang menimbulkan korban luka-luka dari kedua belah pihak pun akhirnya terjadi.
“Ironisnya, beredar potongan rekaman video secara sepihak di media sosial yang memojokkan pihak polisi dalam bertugas menjaga keamanan dan ketertiban unjuk rasa tersebut disebut anarkis. Seolah-olah anarkisme yang muncul dalam unjuk rasa dari kelompok pengunjuk rasa dilatarbelakangi oleh polisi,” paparnya.
Padahal, kata dia, ada juga potongan video lain yang berisikan tindakan kekerasan dari pihak pengunjuk rasa terhadap polisi, seperti melempari batu dengan menggunakan alat lainnya semisal pentungan kayu atau besi kepada anggota polisi.
Sehubungan dengan peristiwa anarkis tersebut, Yusuf meminta Polri untuk tegas menggunakan aturan hukum menindak para pengunjuk rasa yang melakukan perbuatan yang anarkis, seperti penyerangan terhadap polisi yang bertugas, perusakan dan pembakaran fasilitas umum.
“Usut melalui presedur dan mekanisme penegakan hukum siapa pun yang melakukan tindak pidana penyerangan aparat yang bertugas, perusakan dan pembakaran fasilitas umum,” ujarnya.
Sembari itu, Yusuf juga meminta pihak Polri melalui Propam untuk memeriksa dan menindak terhadap anggota Polri yang bertugas tidak sesuai dengan SOP penanganan unjuk rasa. “Indonesia adalah negara hukum. Siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum harus ditindak. Dalam mengemukakan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana diatur dalam UU No. 9/1998 harus mematuhi hukum yang berlaku,” tandasnya. (bs)