DENPASAR – Kuasa Hukum I Gede Aryastina alias JRX, I Wayan Gendo Suardana, SH, dari Gendo Law Office meminta persidangan terhadap kliennya dilakukan dengan menghadirkan terdakwa secara langsung. Bukan persidangan yang dilakukan secara daring atau online.
“Untuk menjamin peradilan yang bebas dan terbuka serta menjamin hak-hak JRX sebagai terdakwa, maka kami minta agar Pengadilan Negeri Denpasar menggelar peradilan JRX dengan menghadirkan JRX di depan persidangan dan bukan melalui daring atau online. Karena terdakwa harus dijamin kebebasannya di depan hukum, agar tidak ada tekanan sedikitpun kepada terdakwa,” kata Gendo, dalam siaran persnya, Kamis (3/9/2020).
Rencananya sidang terhadap JRX dilaksanakan pada Kamis, 10 September mendatang. Persidangan dengan perkara Nomor 828/Pid.Sus/2020/PN Denpasar itu direncanakan secara virtual atau online.
Gendo menegaskan, pihaknya telah menyiapkan diri untuk melakukan pembelaan terbaik bagi JRX di depan pengadilan. Terkait permohonan penangguhan penahanan JRX, Gendo mengatakan, pihaknya tetap akan mengajukan penanggguhan penahanan ke Pengadilan Negeri Denpasar. Sebab, prasyarat JRX untuk mendapatkan penangguhan penahanan sebenarnya dapat terpenuhi. Namun, hal itu kembali kepada kewenangan subyektif Pengadilan Negeri Denpasar.
“Walaupun hasil permohonan penangguhan penahanan ditolak di Kepolisian dan di Kejaksaan, kami tetap akan mengajukan penangguhan ke Pengadilan Negeri Denpasar. Sebab, prasyarat JRX untuk mendapatkan penangguhan sebenarnya dapat terpenuhi, namun hal itu kembali lagi kepada kewenangan subyektif Pengadilan Negeri Denpasar,” jelasnya.
Terkait penolakan penangguhan penahanan JRX di Kepolisian dan Kejaksaan, Gendo memberi tanggapan bahwa sejak awal pihaknya memang sadar bahwa penangguhan penahanan yang diajukan agar selanjutnya JRX dapat ditahan di rumah atau tahanan kota sulit terpenuhi. “Sejak di kepolisian, kami sudah menduga bahwa JRX akan tetap ditahan, mengingat sedemikian kooperatifnya JRX, toh tetap saja dia ditahan dan penangguhan ditolak,” ujarnya.
Demikian juga di kejaksaan, walaupun pihaknya pesimis, tetapi tetap mengajukan penangguhan penahanan. “Kalaupun toh ditolak biarkan publik yang menilai. Artinya biar publik bisa melihat dengan telanjang betapa perlakukan hukum bisa berbeda di depan aparat penegak hukum,” paparnya.
Gendo memberi beberapa contoh sebagai perbadingan. Misalnya, kata dia, kasus suap menyuap Djoko Tjandra, yang melibatkan jenderal polisi tidak ditahan dengan alasan sang jenderal kooperatif. “Lantas apa bedanya dengan JRX yang juga sangat koperatif? Padahal jika ditimbang kasus suap menyuap jauh lebih berat bobot kejahatannya dibanding apa yang JRX lakukan,” tandasnya.
Juga contoh lainnya, dugaan kejahatan yang dilakukan oleh oknum Jaksa Pungki dalam kasus Djoko Tjandra. Sampai saat ini juga tidak ditahan. Atau di lingkup Kejaksaan Tinggi Bali, kasus yang melibatkan tersangka eks petinggi BPN yang berakhir dengan dugaan bunuh diri, juga sebelumnya tidak ditahan. Padahal, tambah Gendo, yang bersangkutan sudah beberapa kali menyulitkan pemeriksaan, dengan meninggalkan pemeriksaan.
“Bandingkan dengan JRX, apakah ada JRX menyulitkan pemeriksaan sehingga menjadi alasan kuat menolak penangguhan penahanan? Jelas tidak ada,” jelas Gendo. Meski demikian, ia tetap menghormati kewenangan institusi kepolisian maupun kejaksaan yang tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan JRX. “Kendati kami harus katakan kami kecewa dengan pembedaan perlakukan hukum terhadap JRX,” tukas Gendo. (bs)