EMPAT INFRASTRUKTUR DEMOKRASI PALING BERPENGARUH DALAM PILKADA

DENPASAR – Ada empat infrastruktur demokrasi yang mempengaruhi Pilkada serentak. Keempat infrastruktur demokrasi tersebut adalah partai politik lokal, organisasi non pemerintan lokal, pers lokal dan perguruan tinggi lokal.

Dr. Lanang Perbawa

Itu diungkapkan pengamat pemilu, Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, saat menjadi pembicara dalam web seminar (Webinar) Sosialisasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Denpasar Tahun 2020 di Tengah Covid-19 yang digelar KPU Kota Denpasar bekerjasama dengan Universitas Mahasaraswati Denpasar, Senin (3/8).

Partai politik lokal, kata Lanang Perbawa, berpengaruh dalam rekrutmen politik. Partai politik yang menentukan pasangan calon yang akan bertarung dalam Pilkada. Selain itu, partai politik lokal juga berperan memobilisasi partisipasi masyarakat pemilih dan memberikan pendidikan politik.

Sementara pers lokal bisa sangat berpengaruh dalam beberapa hal saat perhelatan Pilkada. Menurut Lanang Perbawa, pers menjadi arena kontestasi politik dan pembentukan opini publik yang sehat. “Pers menjadi arena interaksi dan konstruksi kesadaran tentang demokrasi di aras local. Ia merupakan instrumen representasi kepentingan public. Selain juga menjadi sarana sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat,” kata mantan Ketua KPU Provinsi Bali ini.

Sedangkan perguruan tinggi, kata Lanang Perbawa, bisa memainkan peran sebagai pemantau proses Pilkada. Perguruan tinggi juga berperan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Selain itu, juga berperan melakukan riset politik, terutama riset tentang dinamika Pilkada.

Pada kesempatan itu, Dosen di Universitas Mahasaraswati mengingatkan tahapan-tahapan Pilkada serentak 2020 yang krusial karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Tahapan-tahapan tersebut yakni Pemutakhiran Data Pemilih, Pencalonan, Kampanye, dan tahapan Pemungutan Suara.

Pada tahapan Pemutakhiran Data Pemilih rentan bagi pemilih dan penyelenggara. Kevalidan data pemilih bisa kurang maksimal. Masyarakat bisa menghindar/menolak karena ketakutan.

Sementra pada tahapan Pencalonan juga rentan. Demikian juga pada tahapan Kampanye. Menurutnya, kampanye tidak bisa lagi menggunakan metode mengumpulkan orang banyak. Juga di tahapan ini akan sulit melakukan pengawasan politik uang, seperti pemberian sembako, masker, dan sebagainya.

“KPU harus memfasilitasi pasangan calon agar visi misinya bisa tersampaikan kepada masyrakat. Tidak saja melalui daring, karena banyak desa belum jangkau internet,” kata Lanang Perbawa. Yang juga krusial adalah saat tahapan Pemungutan Suara. Ini harus menjadi perhatian utama penyelenggara. Sebab, jangan sampai partisipasi pemilih rendah karena ketakutan masyarakat terhadap adanya penularan Covid-19. (bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *